MAYORA INDAH: DILEMA EKSPANSI AGRESIF DI TENGAH TEKANAN MARJIN
Pertumbuhan tanpa profitabilitas hanyalah vanitas belaka; profitabilitas tanpa pertumbuhan adalah kematian perlahan."* – Prinsip investasi klasik yang sedang diuji di Mayora.
Tahun 2024 menjadi tahun yang paradoksal bagi PT Mayora Indah Tbk. Perusahaan berhasil mendorong penjualan hingga Rp36,07 triliun (+14,57%), namun bersamaan dengan itu, laba bersih justru menurun menjadi Rp3,07 triliun (-5,46%). Ini bukan sekadar fluktuasi bisnis biasa—ini adalah potret perusahaan yang sedang menjalani transformasi fundamental dengan risiko yang tidak kecil.
DIBALIK PERMUKAAN: PERTUMBUHAN YANG TERBELI MAHAL
Mayoritas analis akan dengan mudah memuji pertumbuhan penjualan double-digit Mayora, tetapi sedikit yang berani mempertanyakan: dengan pengorbanan apa? Pengamatan mendalam mengungkap tiga lapisan kebenaran yang tersembunyi.
**Pertama, erosi marjin sistemik.** Marjin kotor Mayora turun drastis dari 26,70% menjadi 23,02%—penurunan 3,68 poin persentase bukanlah gangguan sementara, melainkan sinyal degradasi struktural. Saya teringat pola serupa yang terjadi di Unilever sebelum akhirnya mereka harus melakukan restrukturisasi radikal pada 2017.
**Kedua, ekspansi berbasis leverage.** Mayora telah menggandakan taruhannya dengan meningkatkan utang berbunga hingga 86,46% mencapai Rp7,95 triliun. Yang mengkhawatirkan adalah lonjakan utang jangka pendek sebesar 3.129%—dari Rp85 miliar menjadi Rp2,74 triliun. Seolah-olah manajemen sedang bertaruh dengan keyakinan bahwa penjualan akan melonjak secara eksponensial dalam 12 bulan ke depan.
**Ketiga, anomali arus kas operasional.** Ini adalah sinyal paling mengkhawatirkan. Arus kas operasi beralih dari surplus Rp5,26 triliun menjadi defisit Rp463 miliar. Bagaimana mungkin perusahaan dengan pertumbuhan penjualan 14,57% justru menghasilkan arus kas operasional negatif? Ironisnya, ini terjadi ketika Mayora sedang agresif berekspansi.
STRATEGI YANG TERKUBUR DALAM ANGKA
Menariknya, di balik laporan keuangan ini terbentang strategi ambisius yang tidak selalu terlihat jelas. Mayora sedang mempertaruhkan masa depannya pada tiga pilar:
**1. Internasionalisasi yang agresif.** Ekspor kini menyumbang 42,54% dari total penjualan, menunjukkan bahwa Mayora tidak lagi sekadar perusahaan Indonesia yang mengekspor, tetapi bermetamorfosis menjadi perusahaan multinasional. Ini adalah jalur yang sama yang pernah ditempuh Indofood dan Garuda Food, namun dengan kecepatan dan skala yang lebih berani.
**2. Ekspansi kapasitas komprehensif.** Persediaan melonjak 80,98% hingga Rp6,44 triliun, jauh melampaui pertumbuhan penjualan. Saya melihat dua kemungkinan interpretasi: apakah Mayora sedang mengalami krisis operasional dengan persediaan yang menumpuk, atau justru mempersiapkan diri untuk lonjakan permintaan global yang dramatis? Data historis ekspansi Teh Pucuk dan Kopiko tahun 2016-2018 membuat saya cenderung pada pilihan kedua.
**3. Reorientasi portofolio produk.** Aset dalam pembangunan senilai Rp1,37 triliun mengindikasikan perluasan lini produksi yang kemungkinan besar adalah untuk kategori premium dengan marjin yang lebih tinggi—strategi klasik konsolidasi setelah ekspansi pasar.
RISIKO TERSEMBUNYI YANG NYARIS TERLEWATKAN
Mayoritas analisis keuangan tradisional akan berfokus pada rasio utang/ekuitas atau interest coverage ratio. Namun, risiko terbesar Mayora sebenarnya tersembunyi di tempat yang jarang dilihat:
**Siklus konversi persediaan** yang membengkak dari 56 hari menjadi 85 hari menunjukkan ketidakefisienan operasional yang serius. Dalam industri consumer goods dengan marjin tipis, penambahan 29 hari dalam siklus persediaan bisa berarti erosi signifikan pada return on capital employed (ROCE).
**Ketergantungan pada pembiayaan jangka pendek** menciptakan mismatch berbahaya antara aset dan liabilitas. Utang jangka pendek yang didedikasikan untuk investasi jangka panjang adalah resep klasik untuk tekanan likuiditas—pelajaran pahit yang pernah dialami Astra International pada akhir 1990-an.
**Strategi harga yang tidak sustainable.** Penurunan marjin kotor Mayora mengindikasikan bahwa perusahaan sedang mempertahankan—bahkan mengorbankan—marjin untuk mengamankan pertumbuhan volume. Strategi ini bisa fatal jika kompetitor dengan struktur biaya lebih efisien (seperti Wings Group) memutuskan untuk memulai perang harga.
VALUASI: OPTIMISME YANG TERBATAS
Dengan harga saham Rp2.170, MYOR diperdagangkan pada P/E 16,19x—valuasi yang mencerminkan optimisme moderat. Dibandingkan dengan emiten konsumer lain seperti UNVR (18,5x) atau ICBP (17,3x), valuasi Mayora masih terlihat reasonable.
Pertanyaannya: apakah pasar sudah mempertimbangkan risiko transformasi radikal yang sedang dijalankan Mayora? Saya tidak begitu yakin.
Jika strategi ekspansi agresif Mayora berhasil, potensi earnings growth 3-5 tahun ke depan bisa mencapai 15-20% CAGR—menjustifikasi P/E hingga 20x. Sebaliknya, jika tekanan marjin dan arus kas berlanjut, kita mungkin menyaksikan derating hingga P/E 12-13x.
PERSPEKTIF INVESTASI: ANTARA KEBERANIAN DAN KEHATI-HATIAN
Investor menghadapi pilihan yang tidak mudah dengan Mayora:
1. **Perspektif Optimis**: Lihat Mayora sebagai transformasi ambisius yang akan menghasilkan platform pertumbuhan global jangka panjang. Pandangan ini menjustifikasi akumulasi bertahap pada harga saat ini, dengan penambahan agresif jika terjadi koreksi ke level Rp1.900.
2. **Perspektif Realistis**: Akui bahwa Mayora sedang menjalani fase transisi berisiko tinggi yang memerlukan monitoring ketat. Dalam skenario ini, posisi hold dengan alokasi portofolio terbatas (maksimal 5%) adalah pendekatan yang bijaksana.
3. **Perspektif Konservatif**: Khawatir bahwa ekspansi agresif Mayora terlalu ambisius dan tidak didukung kapabilitas operasional yang memadai. Pandangan ini mengarah pada keputusan reduce pada rally dan menunggu bukti stabilisasi arus kas operasional.
Sebagai kesimpulan, saya melihat Mayora sebagai contoh klasik "high risk, high return play" dalam industri consumer goods—perusahaan yang berpotensi menjadi juara regional, tetapi juga berisiko terjebak dalam spiral ekspansi yang over-extended.
Di tengah era persaingan global yang semakin ketat, strategi ekspansi agresif Mayora bisa jadi merupakan keharusan, bukan pilihan. Namun pertanyaan kritisnya: apakah Mayora punya kapasitas operasional untuk mengeksekusi ambisi tersebut tanpa mengorbankan kesehataan keuangan jangka menengahnya?
Waktu yang akan menjawab—kemungkinan besar dalam 3-4 kuartal ke depan.
$MYOR
1/5