imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

BMTR 2024: Laba Anjlok Tapi Gaji Direktur dan Komisaris Naik?

BMTR adalah perusahaan media besar, tapi kalau lihat angka-angkanya di laporan keuangan, rasanya lebih mirip perusahaan yang sedang kehabisan napas. Tahun 2024, pendapatan BMTR turun -1,02% dari Rp10,16 triliun ke Rp10,06 triliun. Tidak terlalu buruk? Mungkin, kalau bukan karena laba bersih yang ambruk lebih dalam. Laba bersih anjlok -14,1% ke Rp917,22 miliar, dan yang lebih parah, laba yang bisa diklaim oleh pemilik BMTR justru turun -20,7%, dari Rp677,55 miliar ke Rp537,40 miliar. Jadi siapa yang menikmati profit? Bukan pemegang saham mayoritas, tapi kepentingan non-pengendali yang hanya mengalami penurunan laba -2,7%. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Salah satu biang kerok anjloknya laba adalah segmen TV berbayar yang sekarat. Dulu, bisnis ini jadi andalan, tapi sekarang malah makin bikin beban. Pendapatan TV berbayar turun -19,23%, dari Rp2,08 triliun ke Rp1,68 triliun, dan yang lebih parah, laba segmen ini anjlok -87,17%, dari Rp182,4 miliar ke Rp23,4 miliar. Dengan orang-orang yang makin betah nonton Netflix, Disney+, dan YouTube, siapa yang masih mau bayar TV kabel konvensional?

Ironisnya, di tengah anjloknya laba, gaji komisaris dan direksi malah naik +5,85%, dari Rp12,12 miliar ke Rp12,83 miliar. Hebat, bukan? Laba turun, tapi bos-bosnya tetap dapat bonus tambahan. Kalau ini bukan bentuk "efisiensi" ala konglomerat, entah apa lagi. Dengan jumlah dewan direksi dan komisaris yang 8 orang, berarti setiap orang rata-rata mengantongi Rp1,6 miliar per tahun atau sekitar Rp133 juta per bulan. Sementara bisnisnya makin sulit, pemegang saham cuma bisa gigit jari.

Di sisi lain, beban keuangan BMTR makin berat. Beban bunga naik +12,21%, dari Rp651,34 miliar ke Rp730,90 miliar. Dengan total liabilitas Rp7,16 triliun, BMTR butuh hampir 4 tahun untuk melunasi semua utangnya kalau hanya mengandalkan arus kas operasional (CFO: Rp1,90 triliun). Ini dengan asumsi BMTR tidak mengeluarkan uang untuk belanja modal, yang tentu saja tidak realistis. Artinya, utang ini bakal tetap jadi beban lama.

Dari segi profitabilitas, BMTR makin suram. ROIC (Return on Invested Capital) hanya 3,98%, sedangkan WACC (Weighted Average Cost of Capital) mencapai 13,1%. Artinya, BMTR menghasilkan return jauh di bawah biaya modalnya. Dalam bahasa kasar, setiap rupiah yang diinvestasikan di BMTR justru memberikan hasil yang lebih rendah daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai modal. Bisnis yang "membakar uang" seperti ini jelas bukan tanda perusahaan yang sehat. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi aset, BMTR masih punya total aset Rp36,24 triliun, naik +2,77% dari tahun sebelumnya. Tapi kalau dilihat lebih dalam, kas dan setara kas turun dari Rp2,99 triliun ke Rp2,03 triliun (-32%). Perusahaan mungkin sedang mengalokasikan dana untuk investasi atau pelunasan utang, tapi kalau cashflow makin ketat sementara profitabilitas terus melemah, BMTR bisa berada dalam posisi yang tidak nyaman dalam beberapa tahun ke depan.

Jadi, apakah BMTR ini perusahaan yang bagus? Kalau hanya dilihat dari skala bisnisnya, mungkin masih terlihat besar dan dominan di industri media. Tapi dari sisi fundamental, ini lebih mirip perusahaan yang sedang berjuang untuk tetap relevan. Pendapatan stagnan, laba anjlok, bisnis TV berbayar sekarat, beban bunga naik, profitabilitas di bawah biaya modal, dan komisaris-direksi yang tetap menikmati kenaikan gaji meskipun perusahaan sedang dalam tekanan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

BMTR adalah salah satu raksasa media di Indonesia, tapi kalau dilihat dari sisi profitabilitas, perusahaan ini lebih terlihat seperti dinosaurus yang mulai kesulitan bertahan di era digital. Masalah utamanya sederhana: return yang dihasilkan dari modal yang digunakan jauh lebih kecil daripada biaya modal itu sendiri. Kalau ini terjadi terus-menerus, artinya BMTR bukan bisnis yang mencetak uang, tapi justru membakar uang.

Bagaimana cara mengetahuinya? Caranya dengan melihat dua angka penting: WACC (Weighted Average Cost of Capital) dan ROIC (Return on Invested Capital). WACC bisa diibaratkan sebagai harga yang harus dibayar BMTR untuk bisa menjalankan bisnisnya—entah itu dalam bentuk biaya bunga dari utang atau ekspektasi return dari investor saham. Sedangkan ROIC adalah seberapa besar keuntungan yang BMTR hasilkan dari modal yang telah mereka investasikan dalam bisnis.

Nah, di sinilah masalahnya. WACC BMTR mencapai 13,1%, tapi ROIC-nya cuma 3,98%. Artinya, untuk setiap rupiah yang mereka gunakan untuk operasional, mereka hanya bisa menghasilkan 3,98% keuntungan, padahal biaya modal mereka lebih dari 13%. Dengan kata lain, BMTR bekerja keras hanya untuk tetap merugi dari perspektif investasi.

Logikanya begini: Bayangkan punya bisnis di mana kamu harus meminjam uang dengan bunga 13%, tapi usaha yang kamu jalankan cuma bisa menghasilkan 4% keuntungan dari modal yang dipakai. Jelas ini tidak masuk akal, kan? Setiap tahun, ada kekurangan 9% yang harus ditutupi. Itulah yang terjadi di BMTR—modal mereka lebih mahal daripada return yang dihasilkan.

Kenapa ini terjadi? Salah satu penyebab utamanya adalah struktur bisnis yang masih terlalu berat di segmen-segmen yang sudah mulai kehilangan relevansi, seperti TV berbayar yang kehilangan pelanggan akibat pertumbuhan platform streaming. Pendapatan dari TV berbayar turun drastis -19,23%, dan lebih buruk lagi, laba dari segmen ini ambruk -87,17%. BMTR masih menghasilkan uang, tapi masalahnya mereka tidak bisa menghasilkan cukup uang untuk menutup biaya modal mereka.

Sementara itu, perusahaan masih harus membayar bunga utang yang semakin besar. Beban bunga naik +12,21% ke Rp730,90 miliar, yang tentu saja makin memperburuk situasi. Dengan kondisi seperti ini, satu-satunya cara untuk bertahan adalah meningkatkan profitabilitas atau menurunkan biaya modal. Sayangnya, yang dilakukan justru sebaliknya: gaji direksi dan komisaris malah naik +5,85%, sementara laba bersih turun -14,1%. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi, BMTR bagus atau jelek? Dari segi skala bisnis, BMTR masih perusahaan besar. Tapi dari sisi fundamental, perusahaan ini sedang menghadapi masalah serius dalam menciptakan nilai tambah bagi investornya. Kalau mereka tidak segera mengubah strategi, BMTR bisa terus berjalan di jalur yang sama: bisnis besar yang terus ada, tapi makin tidak menarik bagi pemegang saham.

Kalau tidak ada gebrakan besar, BMTR akan terus jadi dinosaurus di era digital, besar tapi semakin ketinggalan zaman. Dan seperti yang kita tahu, dinosaurus akhirnya punah.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$MNCN $IPTV

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy