Posisi Menentukan Opini
Diskusi sesama orang Nyangkut hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Apakah kita sedang waras? Jawabannya tergantung seberapa dalam portofolio kita tenggelam hari ini. Yang sudah terlanjur all in mungkin sekarang sedang menatap layar dengan ekspresi kosong, berkeringat dingin, dan mulai mempertanyakan makna hidup. Sementara itu, yang masih pegang banyak cash mungkin sedang duduk santai, nyeruput kopi, sambil ngetawain investor yang lagi panik jual rugi. Yang sudah full cash dari awal mungkin sudah siap buka forum dan mulai ceramah, makanya, kan gue udah bilang market bakal turun. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Posisi menentukan opini. Investor yang masih punya dana cadangan bisa dengan tenang bilang, ini cuma kesempatan buy the dip, market nggak bakal selamanya merah. Yang modalnya sudah terjebak di harga pucuk mulai berpikir ini akhir dunia, market bakal crash lebih dalam. Sementara yang kemarin masih optimis dan teriak beli di social media, sekarang diam seribu bahasa sambil pura-pura tidak melihat portofolio yang semakin merah. Semua ini bukan lagi soal analisis fundamental atau teknikal, ini murni soal psikologi pasar yang sedang ambyar.
Loss aversion bias membuat investor lebih takut rugi dibanding senang saat untung. Dalam dunia normal, orang seharusnya bisa menerima bahwa market naik turun itu wajar. Tapi dalam dunia nyata, kerugian terasa dua kali lebih menyakitkan dibandingkan keuntungan dengan jumlah yang sama. Maka begitu IHSG ambruk, otak investor langsung bereaksi seolah-olah ini adalah malapetaka keuangan terbesar dalam hidupnya, padahal kalau dilihat dari sisi valuasi, beberapa saham justru sedang diskon besar-besaran. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Herding behavior semakin memperburuk keadaan. Kalau satu orang panik jual, orang lain ikut jual. Kalau ratusan orang panik, pasar tiba-tiba berubah jadi ajang lelang siapa yang paling cepat membuang sahamnya. Padahal banyak yang nggak tahu kenapa mereka jual, mereka cuma ikut-ikutan. Ini fenomena klasik yang sering terjadi di pasar modal, sama seperti panic buying waktu pandemi dulu, orang beli masker bukan karena butuh, tapi karena takut kehabisan. Dalam saham, orang jual bukan karena fundamental jelek, tapi karena takut tertinggal panic selling.
Recency bias ikut memperparah kondisi. Investor terlalu fokus pada apa yang terjadi hari ini dan lupa dengan pola historis. Market turun hari ini, maka berarti akan turun selamanya. Seolah-olah kejadian hari ini menentukan masa depan, padahal dalam sejarah, setiap kali pasar rontok, selalu ada titik balik. Tapi hari ini, siapa yang masih peduli dengan sejarah? Semua sedang sibuk menatap layar portofolio sambil bertanya kapan market akan berhenti menyiksa mereka.
Lalu ada confirmation bias. Begitu market merah, semua berita buruk tiba-tiba terasa lebih nyata. Sri Mulyani mundur, Coretax error, FTSE rebalancing, defisit APBN, rupiah anjlok, korupsi makin liar. Seolah-olah semua masalah ini baru muncul hari ini, padahal sebenarnya sudah ada sejak lama. Tapi karena IHSG merah, semua tiba-tiba jadi alasan untuk menjual saham. Kalau market hijau, berita yang sama pasti dianggap biasa aja, masih manageable, ekonomi masih kuat. Ini bukan soal analisis rasional, ini soal bagaimana otak investor memilih informasi yang memperkuat ketakutan mereka.
Disposition effect semakin menyempurnakan penderitaan. Banyak investor sekarang pasti menjual saham yang masih untung untuk menyelamatkan sedikit profit yang tersisa, sementara yang nyangkut tetap dipegang dengan harapan harga akan kembali. Seharusnya, kalau logis, saham yang bagus tetap dipegang dan saham yang jelek dibuang. Tapi dalam kondisi seperti ini, investor cenderung melakukan yang sebaliknya. Otaknya berkata tahan dulu yang nyangkut, siapa tahu balik, tapi yang masih hijau langsung dilepas sebelum keuntungan lenyap. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Yang paling tragis, Prabowo sudah kumpulin konglomerat, tapi IHSG tetap longsor. Kalau konglomerat saja tidak bisa menyelamatkan market, maka harapan untuk investor ritel makin tipis. Dulu Prabowo pernah bilang saham itu judi dan sekarang IHSG seperti ingin membuktikan bahwa dia benar. Market tidak peduli dengan janji, tidak peduli dengan wacana, tidak peduli dengan pertemuan pejabat dan pengusaha, market hanya mengikuti emosi massal yang sedang terjadi.
Jadi, apakah kita sedang waras? Mungkin tidak. Tapi satu hal yang pasti, posisi di market benar-benar menentukan bagaimana seseorang melihat dunia hari ini. Yang nyangkut panik. Yang pegang cash santai. Yang sudah full cash dari awal ketawa-tawa sambil bilang, tuh kan, bener market turun. Sementara itu, investor yang benar-benar waras seharusnya sadar bahwa market selalu seperti ini. Hari ini merah, besok bisa hijau lagi, lalu merah lagi. Yang menang bukan yang paling pintar analisis, tapi yang paling bisa menahan diri dari menjadi korban psikologi pasar.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBRI $BREN $PANI
1/10