imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Pasar Gila, Tesla, dan Politik: Terlalu Dekat Politik Bisa Membuat Saham Anjlok

Pasar keuangan global lagi masuk mode panik total, dan Indonesia kali ini ikut kena getahnya. Setelah berbulan-bulan diterpa ketidakpastian ekonomi, Goldman Sachs akhirnya memberi label “awas bahaya” buat pasar saham dan surat utang Indonesia. Dulu mereka masih cukup optimis dengan status overweight, tapi sekarang turun ke market weight—alias bukan tempat utama buat nyimpen duit lagi. Penyebabnya? Kombinasi kebijakan fiskal Prabowo yang dianggap kelewat ekspansif, defisit anggaran yang makin melebar, dan kondisi pasar global yang makin edan. Lebih edan dari bakso Pak Toto fusion sate upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

IHSG sendiri sudah babak belur. Ditutup di 6.598,21, turun 6,8% sepanjang 2025, menjadikannya indeks saham terburuk ketiga di dunia. Kalau ada piala buat pasar saham paling ditinggalkan investor, IHSG mungkin sudah siap naik podium. Defisit anggaran Indonesia juga diprediksi makin membengkak dari 2,5% ke 2,9% dari PDB—cukup bikin investor mikir ulang sebelum nekat masuk ke pasar ini.

Di obligasi, surat utang negara tenor 10-20 tahun ikut kena downgrade. Dulu masih masuk kategori menarik, sekarang cukup netral. Goldman bahkan menyarankan investor untuk mulai mempertimbangkan swap gagal bayar kredit (CDS) 5 tahun sebagai perlindungan dari risiko ekonomi Indonesia yang makin nggak jelas. Dengan kata lain, Goldman mulai berpikir: “Kalau sesuatu meledak di sini, mendingan kita udah pasang helm duluan.”

Masalah lain? Likuiditas perbankan makin ketat, laba perusahaan mulai melempem, dan yang bikin bingung, pengumuman anggaran Januari sempat ditunda tanpa alasan yang jelas. Investor mulai bertanya-tanya, sebenarnya pemerintah punya strategi atau lagi main catur tanpa mikir langkah berikutnya? Dengan situasi seperti ini, Indonesia makin kehilangan daya tarik di mata investor asing.

Sementara itu, di Amerika Serikat, pasar saham juga lagi berdarah-darah. Dow Jones ambles 478 poin ke 41.433, S&P 500 turun 0,8%, dan Nasdaq juga ikutan lesu. Penyebabnya? Kebijakan Trump yang main uno reverse card dengan tarif impor. Baru saja dia menggandakan tarif baja dan aluminium dari Kanada jadi 50%, terus beberapa jam kemudian dibatalkan sendiri setelah Ontario mencabut bea listrik ekspor ke AS. Investor yang tadinya panik, sempat lega, lalu akhirnya bingung lagi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Saham yang kena dampak langsung? Hampir semuanya. Ford dan Stellantis turun 3%, sementara maskapai seperti Delta dan American Airlines anjlok lebih dalam karena proyeksi bisnis mereka makin suram. Southwest entah bagaimana justru naik 8%, cuma gara-gara mereka mulai mengenakan biaya bagasi. Rupanya, di mata investor, nyusahin pelanggan bisa jadi strategi bisnis yang bagus.

Di sektor teknologi, Tesla mencoba bangkit 4% setelah kemarin dihantam 15%, tapi tetap aja udah turun 53% dari puncaknya. Apple makin loyo setelah menunda fitur AI Siri, sementara saham AI seperti Palantir dan AppLovin mulai bangkit dari keterpurukan. Bitcoin sempat jatuh ke $76.600 sebelum naik lagi ke $83.200, membuktikan kalau volatilitas crypto masih tak tertandingi.

Pelajaran dari semua ini? Pasar saham kayak anak kecil yang gampang tantrum. Hari ini panik, besok girang, lusa panik lagi. Satu keputusan bisa bikin euforia, satu tweet bisa bikin kehancuran. Jadi buat yang mentalnya nggak kuat, mungkin lebih baik cari hobi lain.

Tesla anjlok 53% dari puncaknya, dan penyebabnya bukan cuma satu-dua hal. Pertama, penjualan mereka di China dan Eropa benar-benar jeblok. Di China, pengiriman dari pabrik Shanghai turun 49% di Februari, sementara di Eropa penjualan anjlok 45% di Januari. Konsumen mulai punya banyak pilihan, dan Tesla nggak lagi jadi mobil listrik must-have seperti dulu.

Tapi yang lebih parah, Elon Musk makin sibuk main politik ketimbang ngurus bisnis. Setelah dia bergabung dengan pemerintahan Trump sebagai kepala task force pemotongan anggaran, gelombang protes langsung meledak. Gerakan "Tesla Takedown" muncul di mana-mana, mulai dari demo damai sampai aksi vandalisme brutal. Dealer Tesla dicorat-coret pakai simbol Nazi, molotov cocktail dilempar ke showroom, dan stasiun pengisian daya dibakar. Bahkan, di Colorado, satu dealer Tesla sampai mengalami kebakaran akibat ulah perusuh. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Trump akhirnya turun tangan dan mengancam bakal melabeli semua serangan terhadap Tesla sebagai “terorisme domestik.” Musk sendiri mulai mengeluh kalau ini adalah ancaman terhadap kebebasan berbisnis. Tapi buat banyak orang, ini bukan soal bisnis—ini soal seorang miliarder yang terlalu dekat dengan kekuasaan. Tesla sekarang bukan cuma perusahaan mobil listrik, tapi juga simbol politik yang kontroversial.

Dari sini, pelajarannya cukup jelas: CEO harus tahu kapan waktunya ngomong dan kapan harus diam. Kalau terlalu sibuk main politik, pasar bakal kasih hukuman dalam bentuk harga saham yang rontok. Tesla adalah contoh nyata bahwa satu langkah yang salah bisa menguapkan miliaran dolar dalam hitungan bulan. Di Indonesia, ada satu contoh yang nggak jauh beda: MNC Group milik HT. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pada 2018, harga saham MNCN masih di Rp1.800, tapi setahun kemudian turun jadi Rp910—turun hampir 50%. BMTR juga ngalamin hal serupa, dari Rp660 di awal 2018, kini di Maret 2025 harganya cuma Rp141. Dengan kata lain, dalam enam tahun terakhir, saham MNC Group sudah longsor lebih dari 80%.

Kenapa? Sama kayak Tesla, faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, perubahan industri, dan sentimen investor jadi biang kerok. MNCN, yang dulu raksasa media, sekarang kesulitan menghadapi pergeseran ke digital dan persaingan dari platform streaming. BMTR pun ikut ketiban sial karena pendapatan iklan TV makin turun dan tren konsumsi media berubah. Tapi ada satu kesamaan lagi antara Tesla dan MNC Group: pemimpinnya terlalu sibuk main politik.

Fakta menunjukkan bahwa HT nggak cuma pengusaha, tapi juga politisi. Dia memulai karir politiknya di Partai NasDem, pindah ke Hanura, lalu akhirnya bikin Partai Perindo sendiri. Pada 2014, dia gagal maju di Pilpres karena partainya nggak lolos ambang batas. Di 2019, Perindo juga gagal masuk DPR, dan di 2024, HT menyerahkan kepemimpinan partai ke putrinya, AT. Fakta lain menunjukkan bahwa bahkan seluruh keluarganya ikut nyaleg, tapi tetap nggak ada yang lolos ke parlemen karena Perindo nggak melewati ambang batas 4%. Sekali lagi ini fakta, bisa lihat datanya di hasil pemilu 2019 dan 2024. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi, baik itu Tesla, IHSG, atau MNC Group, semuanya kena imbas dari keputusan eksternal yang bikin investor kabur. Satu kebijakan bisa mengubah segalanya, dan satu langkah politik bisa bikin harga saham ambruk. Inti core of the core dari cerita ini? Kalau kamu CEO, lebih baik fokus di bisnis aja. Karena kalau terlalu sibuk main politik, pasar nggak akan segan-segan kasih hadiah berupa harga saham yang longsor. Mau jadi contoh nyata? Elon Musk dan HT sudah membuktikan. Tugas CEO adalah cetak laba yang banyak dan bagi dividen untuk investor. Kalau memang tidak mampu melakukan itu, lebih baik...

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy