“Dari 44 Emiten Perbankan, hanya lima Bank bergerak sahamnya naik. Yaitu Bank Permata $BNLI , May Bank $BNII , OCBS NISP $NISP dan lainnya. Sementara Bank BUMN jatuh semua. Mengapa ?" tanya Ira lewat IM.
“Bisnis Bank itu kan bisnis Likuiditas. Nah, sejak tahun lalu Likuiditas Bank berkurang. Akibat SBN dan SRBI ikut menyerap Dana Publik,” kata saya.
“Oh, bukan karena factor eksternal ?" tanya Ira.
“Ah, engga. Itu hanya omongan Pemerintah doang,” jawab saya.
“Katanya kan, BI salurkan Dana ke Bank lewat skema Macroprudential. Apa itu engga membantu ?" tanya Ira.
“Dana dari BI itu, kan bukan dana murah seperti Tabungan dan Deposito. Itu dana mahal dan ada Collateral-nya. Semakin besar Bank menarik dana dari BI, semakin besar Collateral Asset yang pindah ke BI. Malah, jadi engga sehat dan engga Flexbile salurkan dana ke Perusasahaan,” kata saya.
“Oh, I see," kata Ira bengong.
“Belum lagi tahun 2025 ini, relaksasi Kredit PEN harus lunas. Engga bisa lagi diperpanjang. Itu akan "memberatkan" Cash Flow Bank. Jangan-jangan, sebagian Nasabah Kakap yang dapat fasilitas PEN udah jadi "Zombie",“ kata saya tersenyum.
Ira makin bengong.
“Harga Batubara dan Nikel melemah. Sebagian besar portfolio Kredit Bank, kan ke sector itu. Mereka lemah, Cash Flow juga seret. UKM juga semakin kehilangan "darah". Karena daya beli Dalam Negeri melemah. Itu akan nambah daftar Kredit Macet,“ kata saya lagi.
“Paham gua, kenapa saham Perbankan melemah,” kata Ira,“ Apa engga ada sentiment positif atas hadirnya BPI Danantara ?”.
“Kalau CEO-nya Jonan, COO-nya Thomas Lembong dan CI-nya Afifa. Pasti Pasar akan bereksi positif,“ kata saya.
“Tetapi belum tentu mereka mau,” kata ira.
“Itu kan, pendapat gua. Bisa aja salah,” kata saya.
Sumber Link Facebook :
https://cutt.ly/0rtm7rH1
Terima kasih sudah membaca.