imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$INCO Capex 2024: Terbesar Sepanjang Sejarah

Hasil rekap LK INCO di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Vale Indonesia (INCO) ini seperti orang yang gajinya besar tapi gaya hidupnya juga tinggi. Setiap tahun dapet cuan gede, tapi selalu ada alasan buat belanja lebih banyak. Tahun 2024 misalnya, perusahaan ini menggelontorkan Capex -5,37 Triliun, angka tertinggi sepanjang sejarahnya. Kayak orang yang baru naik gaji langsung beli mobil mewah, padahal cicilannya bisa bikin napas tersengal-sengal. Ini bahkan lebih tinggi dari 2023 (-4,42 Triliun) dan jauh meninggalkan 2008 (-2,03 Triliun) yang dulu pernah dianggap investasi besar-besaran. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dampaknya? Free Cashflow langsung jeblok ke -2,01 Triliun di 2024. Ini bukan pertama kalinya terjadi, karena Free Cashflow juga sempat negatif di 2019, 2016, dan 2012. Jadi, pola ini bukan hal baru: setiap kali INCO belanja besar, Free Cashflow sering merah. Tapi, harapannya sih, seperti orang yang beli rumah mahal, investasi ini bakal balik modal dalam jangka panjang.

Dari segi pendapatan, INCO juga nggak selalu stabil. Revenue tertinggi sepanjang sejarah terjadi di 2023 (19,03 Triliun), tapi di 2024 turun ke 15,36 Triliun. Ini kayak orang yang tahun lalu dapet bonus besar, tapi tahun ini agak seret karena target penjualan meleset. Sedangkan revenue terendah dalam sejarah ada di 2009 (7,15 Triliun), saat kondisi ekonomi global lagi kacau-balau. Kalau lihat trennya, pendapatan memang cenderung naik dalam jangka panjang, tapi tetap ada tahun-tahun di mana bisnisnya melambat.

Laba juga punya cerita sendiri. Tahun 2023 mencetak rekor laba tertinggi 4,24 Triliun, tapi cuma butuh setahun buat anjlok ke 933 Miliar di 2024. Dari cuan gede ke setengah ngos-ngosan dalam waktu singkat. Tapi, lebih baik dibanding 2017, di mana INCO malah rugi -207 Miliar, satu-satunya tahun dalam 17 tahun terakhir di mana perusahaan benar-benar merah. Untungnya, pemulihan cukup cepat, karena di 2018 laba langsung naik ke 876 Miliar. Kalau melihat perjalanannya, butuh 15 tahun untuk kembali ke laba tertinggi setelah 2010 (3,93 Triliun), tapi kalau lagi rugi, cuma butuh setahun buat balik ke jalur untung.

Kalau lihat dari Net Profit Margin (NPM), yang menggambarkan seberapa efisien perusahaan menghasilkan laba dari pendapatannya, tahun 2010 adalah juara dengan 34,27%, artinya lebih dari sepertiga revenue masuk ke kantong laba. Sebaliknya, 2017 menjadi tahun terburuk dengan NPM -2,43%, alias bukan cuma nggak cuan, tapi malah minus. Secara rata-rata, NPM berada di 13,63%, jadi kalau di bawah angka ini, artinya profitabilitas lagi kurang maksimal.

Sekarang kita masuk ke bagian arus kas operasional (CFO). Ini bisa dibilang ‘denyut nadi’ keuangan perusahaan, karena mencerminkan uang masuk yang dihasilkan dari bisnis inti. CFO tertinggi ada di 2023 (6,50 Triliun), sedangkan yang terendah ada di 2016 (180 Miliar). Bandingkan dengan laba yang bisa naik-turun tajam, CFO ini jauh lebih stabil, yang menunjukkan bahwa operasional tambang tetap menghasilkan uang, meskipun laba bisa berfluktuasi karena faktor harga nikel, beban pajak, atau biaya produksi yang naik-turun.

Kalau bicara soal akrual, alias perbedaan antara laba dan kas yang benar-benar masuk, di 2020 INCO mencatat akrual tertinggi 2,96 Triliun, yang berarti sebagian besar laba benar-benar berbentuk kas. Artinya, perusahaan waktu itu nggak banyak mencatat laba dari pendapatan yang masih berbentuk piutang atau transaksi akuntansi. Sebaliknya, 2008 mencatat akrual terendah -763 Miliar, alias laba yang dicatat waktu itu lebih besar dari kas yang benar-benar diterima. Ini bisa jadi karena ada piutang yang belum tertagih atau pendapatan yang diakui sebelum uang benar-benar masuk ke rekening.

Dari sisi utang, INCO termasuk perusahaan yang nggak terlalu doyan berutang besar. Utang tertinggi sepanjang sejarah terjadi di 2011 (2,78 Triliun), tapi sejak itu terus turun. Bahkan di 2022, utangnya cuma 12 Miliar, nyaris nggak ada. Ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih suka membiayai ekspansi dari kas sendiri daripada minjem ke bank. Strategi ini bagus buat jangka panjang karena menghindari beban bunga yang berat, tapi di sisi lain, ekspansi besar yang didanai dari kas sendiri bisa bikin Free Cashflow jeblok, seperti yang terjadi di 2024. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Lalu, kalau kita lihat tren investasi, ada pola yang cukup menarik. Tahun-tahun di mana INCO belanja besar (Capex tinggi) terjadi di 2024, 2023, 2022, 2021, 2020, 2019, 2013, 2012, 2011, dan 2008. Ini menunjukkan momen-momen di mana perusahaan sedang agresif berekspansi. Sebaliknya, tahun-tahun dengan Capex rendah (lebih sedikit investasi) ada di 2018, 2017, 2016, 2015, 2014, 2010, dan 2009. Ini bisa jadi karena perusahaan lebih fokus menjaga likuiditas atau menunggu proyek sebelumnya mulai memberikan hasil.

Kesimpulannya? INCO ini punya karakter kuat sebagai perusahaan yang berani investasi besar untuk pertumbuhan jangka panjang. Tapi, strategi ini punya risiko, karena Free Cashflow bisa negatif ketika investasi besar-besaran dilakukan. CFO cukup stabil, menunjukkan bisnis intinya tetap menghasilkan uang, meskipun laba bersih bisa naik-turun tergantung harga komoditas dan biaya produksi. Perusahaan juga lebih memilih membiayai ekspansi dengan kas sendiri daripada utang, yang bikin neraca keuangannya lebih sehat dalam jangka panjang. Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa investasi besar ini benar-benar bisa menghasilkan laba yang optimal, sehingga Free Cashflow bisa kembali positif tanpa harus mengorbankan pertumbuhan bisnisnya.

Jadi, kalau diibaratkan, INCO ini kayak orang yang pintar cari duit tapi juga suka investasi besar-besaran. Selama strategi ini berhasil, ke depan kita mungkin bisa melihat perusahaan ini makin kuat. Tapi kalau ekspansi terlalu agresif tanpa hasil yang sepadan, bisa-bisa arus kas makin terkuras dan bikin perusahaan harus berpikir ulang soal belanja besarnya.

INCO masih bisa dibilang sehat, tapi sekarang lagi masuk fase yang harus lebih hati-hati. Dari luar, keuangan INCO kelihatan kokoh karena punya CFO (Cash Flow from Operations) yang stabil. Tahun 2023 mencatat CFO tertinggi sebesar 6,50 Triliun, yang berarti operasional tambang tetap menghasilkan arus kas yang kuat. Selain itu, INCO juga termasuk perusahaan yang minim utang, bahkan di 2022 total utangnya cuma 12 Miliar, hampir nol kalau dibandingkan perusahaan lain di sektor yang sama. Ini menunjukkan kalau perusahaan lebih memilih membiayai ekspansinya dari kas sendiri, tanpa terlalu bergantung pada pinjaman.

Tapi, ada satu catatan besar yang nggak bisa diabaikan: Capex yang semakin besar bikin Free Cashflow tertekan. Tahun 2024, Capex melonjak ke -5,37 Triliun, angka tertinggi sepanjang sejarah INCO. Tahun sebelumnya, 2023, Capex sudah tinggi di -4,42 Triliun, yang berarti dalam dua tahun terakhir, perusahaan benar-benar all-out buat ekspansi. Masalahnya, belanja besar ini belum memberikan dampak langsung ke profitabilitas. Free Cashflow 2024 malah negatif -2,01 Triliun, yang artinya lebih banyak uang keluar dibanding yang bisa dikumpulkan.

Kalau melihat dari sisi laba, INCO pernah mencapai puncaknya di 2023 dengan 4,24 Triliun, tapi di 2024 langsung anjlok jadi 933 Miliar. Ini bukan penurunan biasa, tapi turun lebih dari 78% dalam setahun. Ini jadi tanda tanya besar: apakah ekspansi besar yang dilakukan perusahaan sudah sesuai dengan hasil yang didapatkan? Kalau investasi ini bisa mendongkrak revenue dan laba dalam beberapa tahun ke depan, maka strategi ini masih masuk akal. Tapi kalau tidak, bisa jadi perusahaan harus mulai berpikir ulang tentang cara mereka mengelola keuangan.

Revenue INCO juga lagi dalam fase yang harus diperhatikan. 2023 mencatat pendapatan tertinggi dalam sejarah, mencapai 19,03 Triliun, tapi 2024 turun ke 15,36 Triliun. Ini mungkin masih tergolong tinggi, tapi tetap aja penurunannya cukup signifikan. Apalagi kalau melihat tren sebelumnya, revenue INCO cenderung naik dalam jangka panjang. Kalau penurunan ini berlanjut, laba bisa makin tergerus, dan Free Cashflow bisa makin dalam zona merah.

Dari sisi NPM (Net Profit Margin), INCO punya rekam jejak yang cukup baik, dengan rata-rata 13,63%. Tahun 2010 adalah tahun emas dengan NPM tertinggi di 34,27%, yang berarti lebih dari sepertiga revenue berubah jadi laba bersih. Sebaliknya, 2017 menjadi tahun terburuk dengan NPM -2,43%, yang artinya perusahaan malah rugi. Sejak itu, margin keuntungan mulai membaik, tapi di 2024 turun ke 6,08%, jauh di bawah rata-rata. Kalau dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ini jadi salah satu margin terendah dalam 10 tahun terakhir.

Yang menarik, meskipun laba dan revenue bisa naik-turun, CFO lebih stabil dibandingkan laba bersih. Bahkan di beberapa tahun, CFO lebih besar dari laba, yang menunjukkan bahwa bisnis inti perusahaan tetap menghasilkan arus kas yang cukup sehat. Akrual 2020 mencatat angka tertinggi 2,96 Triliun, yang berarti sebagian besar laba benar-benar berbentuk kas. Sebaliknya, 2008 mencatat akrual terendah -763 Miliar, yang artinya ada laba yang belum sepenuhnya berbentuk kas atau masih tergantung pada piutang atau pencatatan akuntansi lainnya.

Dari sisi investasi, INCO memang terkenal dengan Capex besar-besaran. Tahun-tahun dengan Capex tertinggi terjadi di 2024, 2023, 2022, 2021, 2020, 2019, 2013, 2012, 2011, dan 2008, yang menandakan ekspansi agresif. Sebaliknya, tahun-tahun dengan Capex lebih rendah ada di 2018, 2017, 2016, 2015, 2014, 2010, dan 2009, di mana perusahaan mungkin lebih fokus menjaga kas dan efisiensi operasional. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

INCO ini sebenarnya masih sehat, tapi sekarang lagi masuk ke fase kritis. CFO kuat, utang rendah, dan revenue masih tinggi, tapi tantangan terbesar ada di laba yang turun, Capex yang terlalu besar, dan Free Cashflow yang negatif. Kalau investasi besar-besaran ini bisa memberikan hasil dalam beberapa tahun ke depan, maka perusahaan akan tetap kuat. Tapi kalau ekspansi ini ternyata nggak sebanding dengan kenaikan laba dan revenue, bisa jadi INCO harus mulai menyesuaikan strategi agar keuangan tetap terjaga. Jadi, ke depan yang paling penting untuk dipantau adalah seberapa cepat investasi ini bisa mulai menghasilkan keuntungan dan mengembalikan Free Cashflow ke level positif.

INCO lagi jor-joran belanja besar dalam beberapa tahun terakhir. Capex di 2024 mencapai -5,37 Triliun, angka tertinggi sepanjang sejarah perusahaan. Ini bukan sekadar investasi kecil-kecilan buat tambal sulam operasional, tapi lebih ke strategi ekspansi besar-besaran untuk mendukung hilirisasi nikel dan memperkuat posisi di industri baterai kendaraan listrik. Kalau ditelusuri, ada beberapa proyek utama yang bikin belanja modal ini naik drastis.

Salah satu proyek terbesar adalah pengembangan tambang baru di Morowali, yang diproyeksikan bisa menambah kapasitas produksi 3,84 juta ton saprolit per tahun. Tambang ini nggak murah, dengan total investasi mencapai USD 399 juta dan ditargetkan selesai pada kuartal IV 2025. Sampai akhir 2024, proyek ini sudah mencapai sekitar 35% penyelesaian, jadi masih butuh banyak dana untuk menyelesaikannya. Ini salah satu alasan utama kenapa Capex 2024 masih tinggi.

Selain itu, proyek smelter HPAL di Pomalaa juga menyedot banyak dana. Smelter ini ditujukan buat mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik. Investasinya sekitar USD 1 miliar, dengan target penyelesaian pada kuartal II 2026. Saat ini, proyek ini baru 22% selesai, jadi Capex masih akan terus tinggi dalam beberapa tahun ke depan untuk memastikan fasilitas ini bisa mulai beroperasi. Smelter ini adalah bagian dari strategi besar pemerintah untuk mendorong hilirisasi nikel, dan INCO sebagai pemain besar di industri ini nggak mau ketinggalan.

Selain di Pomalaa, Vale juga mengembangkan tambang baru di Sorowako, yang bakal menambah produksi 11,5 juta ton limonit per tahun. Proyek ini membutuhkan dana sekitar USD 257 juta dan ditargetkan rampung di kuartal III 2026. Sorowako sendiri adalah salah satu wilayah utama produksi nikel INCO, jadi ekspansi di sini adalah langkah strategis untuk meningkatkan output perusahaan.

Nggak cuma tambang dan smelter, INCO juga menjalin kerja sama dengan GEM, perusahaan material baterai asal Tiongkok, untuk membangun fasilitas High-Pressure Acid Leaching (HPAL) di Sulawesi Tengah. Ini adalah teknologi canggih buat mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai, yang bakal jadi game changer di industri kendaraan listrik. Kerja sama ini memperkuat posisi INCO di rantai pasok global, tapi jelas butuh investasi besar di tahap awal.

Selain semua proyek ini, ada satu hal lagi yang bikin Capex INCO makin tinggi: perpanjangan izin operasi. Pada Mei 2024, pemerintah Indonesia memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan dari kontrak karya INCO. Tapi, izin ini datang dengan syarat: INCO harus menyelesaikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam jangka waktu tertentu. Kalau proyek-proyek ini nggak selesai tepat waktu, bisa ada risiko kehilangan izin, yang tentu saja bakal jadi mimpi buruk buat bisnis perusahaan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Capex INCO di 2022-2024 melonjak karena perusahaan lagi dalam mode ekspansi penuh. Proyek-proyek tambang baru, smelter HPAL, kerja sama dengan mitra global, serta tuntutan perpanjangan izin operasi semuanya berkontribusi pada lonjakan belanja modal. Ini strategi jangka panjang yang kalau berhasil, bakal memperkuat posisi INCO di industri nikel global. Tapi di sisi lain, dengan Free Cashflow yang negatif dan laba yang turun di 2024, perusahaan harus memastikan bahwa semua investasi ini benar-benar bisa menghasilkan keuntungan sesuai harapan.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$NCKL $ANTM

Read more...

1/3

testestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy