imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Short Sell Ilegal atau Naked Shortsell Itu Enak dan Sanksi nya Hanya Peringatan Tertulis

Pasar saham itu ibarat medan perang. Ada yang bertahan hidup, ada yang tumbang, dan ada juga yang diam-diam memasang jebakan untuk mengeruk keuntungan dari kekacauan yang mereka ciptakan sendiri. Salah satu jebakan paling kejam adalah short selling ilegal—praktik menjual saham yang bahkan belum mereka miliki dengan harapan harga bakal turun. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Lucunya, meskipun Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan gagah menyatakan bahwa tidak ada satu pun broker yang memiliki izin short selling, tetap saja ada daftar panjang broker yang ketahuan melakukannya. Entah itu keisengan, ketidaktahuan, atau memang hobi, berikut ini daftar para "pemburu saham kosong" yang tertangkap basah:

PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI) – Kena sanksi 24 Desember 2021

PT Valbury Sekuritas Indonesia – Kena sanksi 24 Desember 2021

PT Royal Investium Sekuritas (Kode Broker: LH) – Kena sanksi 26 April 2022

PT Wanteg Sekuritas – Kena sanksi 21 Juni 2023

PT Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) – Kena sanksi 21 Juni 2023

Jadi, kalau BEI bilang belum ada broker yang punya izin short selling, kok bisa tiap tahun ada broker yang short selling tanpa izin? Apakah ini fenomena broker keras kepala, atau justru sistem pengawasan yang terlalu longgar?

BEI punya sistem transaksi bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) yang harusnya bisa menyaring transaksi ilegal. Tapi ternyata, JATS ini hanya mencatat order dan mencocokkan harga—tanpa memeriksa apakah broker yang melakukan short selling benar-benar punya izin atau tidak.

Artinya, kalau ada broker yang iseng masukin order short selling, JATS akan tetap memprosesnya tanpa bertanya-tanya. Baru setelah ada audit atau ada investor yang ribut, BEI akan mulai bertindak.

Sistem yang seharusnya jadi "satpam" pasar modal ini malah jadi semacam "CCTV rusak"—cuma bisa merekam kejadian tapi nggak bisa mencegah kejahatan sebelum terjadi.

Naked Short Selling: Jual Barang yang Gak Ada

Short selling legal itu konsepnya simpel: pinjam saham dulu, baru jual. Tapi kalau broker tidak punya izin short selling, seharusnya mereka juga tidak bisa meminjam saham. Lalu bagaimana cara mereka tetap bisa jual saham yang bahkan belum mereka miliki?

Ada dua kemungkinan:

Naked short selling – Mereka jual dulu, urusan nanti mau dapat saham dari mana belakangan. Kalau harga turun sebelum settlement (T+2), mereka tinggal beli kembali di harga bawah. Kalau harga naik? Nah ini yang bahaya, bisa gagal serah (fail to deliver).

Pinjam saham dari sumber gelap – Bisa jadi ada "pihak baik hati" yang menyediakan saham di belakang layar. Bisa broker lain, bisa institusi yang punya stok saham banyak, atau bisa saja saham nasabah yang dimanfaatkan tanpa sepengetahuan mereka.

Intinya, entah darimana sumber sahamnya, yang jelas mereka bisa jual duluan tanpa benar-benar memiliki sahamnya.

Broker yang punya izin margin memang bisa meminjamkan dana kepada nasabah untuk beli saham. Tapi yang banyak orang nggak sadar adalah saham yang dibeli dengan margin sebenarnya masih ada dalam penguasaan broker sampai lunas.

Nah, kalau broker "kreatif" dan butuh stok saham untuk short selling, apa yang mencegah mereka meminjam saham milik nasabah tanpa izin?

Skenarionya bisa seperti ini:

Nasabah beli saham pakai margin, sahamnya "disimpan" oleh broker.

Broker pakai saham itu buat short selling tanpa bilang-bilang.

Kalau harga turun, broker beli kembali di harga bawah dan mengembalikan saham ke tempatnya.

Broker cuan, nasabah gak sadar sahamnya sempat dipakai buat taruhan harga turun.

Kalau nasabah untung? Ya bagus. Kalau rugi dan kena margin call? Ya itu bukan urusan broker, kan?

Kalau harga turun karena short selling ilegal, siapa yang paling kena dampaknya? Tentu saja investor ritel yang nggak tahu apa-apa.

Broker jual saham yang mereka tidak punya di harga tinggi.

Harga turun karena aksi jual besar-besaran. Bisa karena kondisi pasar, bisa juga karena "bantuan".

Investor ritel panik, cut loss, ikut jualan di harga bawah.

Broker tinggal beli saham di harga murah buat nutup posisi short mereka.

Broker cuan, investor ritel nyangkut dan rugi.

Singkatnya, ada pihak yang bikin harga turun sengaja, dan yang bayar kerugiannya adalah investor ritel.

Short selling ilegal bukan cuma bikin rugi investor ritel, tapi juga bisa mengacaukan pasar modal Indonesia secara keseluruhan.

Harga saham bisa turun bukan karena fundamental jelek, tapi karena manipulasi pasar dari short seller ilegal.

Kepercayaan investor bisa hancur kalau mereka merasa pasar diatur oleh pemain besar.

BEI dan OJK kelihatan lemah karena kasus ini terus terjadi setiap tahun dengan pelaku yang berbeda-beda.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, pernah mengungkapkan bahwa sistem perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu Jakarta Automated Trading System (JATS), tidak memiliki mekanisme untuk mencegah anggota bursa melakukan transaksi short selling tanpa izin.

Dia bilang, JATS dirancang hanya untuk memproses order dan mencocokkan transaksi, tanpa memverifikasi apakah broker memiliki izin short selling atau tidak. Irvan juga menegaskan bahwa izin margin dan short selling adalah dua hal yang berbeda; memiliki izin margin tidak berarti otomatis memiliki izin untuk short selling.

Kalau kasus ini selalu terjadi setiap tahun, berarti BEI cuma bertindak setelah masalah terjadi, bukan sebelum.

2021 ada yang kena sanksi → transaksi jalan terus.

2022 ada lagi yang kena → transaksi tetap terjadi.

2023 masih ada yang nekat → sanksi lagi.

Kalau BEI dan OJK benar-benar mau menghentikan ini, harus ada tindakan yang lebih dari sekadar peringatan tertulis.

JATS harus langsung menolak transaksi short selling dari broker yang tidak berizin.

Audit harus dilakukan real-time, bukan cuma kalau ada laporan.

Broker yang ketahuan harus dihukum lebih dari sekadar teguran.

Tapi kenyataannya? Sanksi cuma peringatan tertulis.
Hasilnya? Tiap tahun selalu ada broker baru yang mencoba "peruntungan" di short selling ilegal.

Kasus ini bukan sekadar soal satu atau dua broker nakal. Ini masalah sistem yang punya celah besar dan pengawasan yang masih longgar.

Regulasi ada, tapi pengawasannya masih lemah.

JATS harusnya bisa menyaring, tapi kenyataannya tidak.

Broker tahu risikonya kecil, sementara cuannya besar. Wong cuma peringatan tertulis. Sudah bisa cuan miliaran dari naked shortsell, kalau ketahuan cuma dapat sanksi peringatan tertulis.

Selama sistem ini masih sama, maka tahun depan kita akan melihat daftar broker berbeda, tapi kasusnya tetap sama.

Atau… mungkin tahun 2024 dan seterusnya kita nggak akan lihat kasus seperti ini lagi, karena BEI akhirnya melegalkan short selling.

Masalahnya? Yang bisa short selling cuma bandar dan institusi. Investor ritel? Silakan menangis sambil lihat saham turun, karena tetap nggak dikasih akses.

Jadi, kalau harga saham turun terus dan ritel kejebak, kita tahu siapa yang pesta dan siapa yang harus gigit jari.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBRI $PANI $BREN

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy