imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Berita belakangan ini kayaknya bikin kita pesimis banget ya.

Kelesuan ekonomi, efisiensi pemerintahan hingga ancaman serius pada ekonomi mayoritas penduduk Indonesia, sampai sampai ancaman deindustrialisasi yang semakin nyata, bener bener harus dicari solusinya. Solusi yang ada saat ini, menurut sebagian pihak, adalah menggalakkan kembali penggunaan produk lokal, penggunaan brand lokal yang masif. Hal ini, harapannya bisa sedikit membantu meredakan situasi yang ada saat ini, sekaligus menjaga level konsumsi masyarakat yang jadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya.

Namun, menurut saya makna kembali menggunakan produk lokal, atau istilah yang terkenal dalam iklan Maspion, “cintailah ploduk ploduk Indonesia” seharusnya diperluas tidak hanya soal produk yang bahan dan pemiliknya dari Indonesia, tapi jauh lebih dari itu. Kenapa sih? Ada alasannya….

======

Mulai adanya anjuran penggunaan - bahkan review yang banyak - produk lokal atau brand lokal yang mulai menggaung di sebagian masyarakat ini, mulai mengingatkan saya pada situasi mirip mirip di krisis ekonomi 1997-1998. Cuma bedanya, anjuran penggunaan sekarang ini banyakan didorong organik oleh masyarakat, sementara saat itu sudah menjadi propaganda dari atas yang masuk ke iklan iklan dan konten media, termasuk program televisi. Power Bangga Buatan Indonesia sekarang ngga sebesar propaganda cinta Rupiah dan cinta produk Indonesia di periode itu, yang bisa jadi disebabkan karena divergensi media dan kurang seriusnya tekanan pemerintah untuk mendorong hal tersebut.

Apapun alasannya, saya setuju saja bahwa cintailah ploduk ploduk Indonesia itu harus terus digaungkan. Meski tentu belum bisa sepenuhnya, karena berkaitan dengan bahan baku maupun produk yang belum sepenuhnya ada di Indonesia, serta preferensi pribadi terhadap kecocokan kualitas, brand dsb, namun upaya itu tentunya harus dilakukan. Hal ini berkaitan dengan konsumsi dalam negeri yang perlu digenjot demi mempertahankan lebih banyak lapangan kerja dan membuat pebisnis atau pengusaha bisa pede dalam menjalankan ekspansi yang membuat lapangan kerja bertambah. Ya dong, kalo ngga ada permintaan, kalau rakyatnya ngga bisa belanja dan males belanja, pengusaha mau ekspansi apa? Yang ada stagnan.

Namun menurut saya, dengan situasi bisnis dan ekonomi Indonesia saat ini, makna cintailah ploduk ploduk Indonesia seharusnya diperluas. Tanpa bermaksud mengabaikan pelaku bisnis dan brand Indonesia, perluasan ini seharusnya juga memasukkan bisnis atau brand asing yang sudah berinvestasi di Indonesia dengan serius dan memberi dampak positif bagi banyak orang Indonesia sepanjang mata rantainya. Kata serius disini, maksudnya tentu adalah mematuhi aturan yang ada disini, melakukan ekspansi terus menerus, menggunakan sebanyak mungkin bahan baku dan kerja sama dengan industri di Indonesia, mendorong pemberdayaan masyarakat dan bisa jadi sudah melekat pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Kok gitu?

Nasionalisme itu bukan hanya sekadar taklid buta bahwa semuanya harus kita miliki dan tentang semuanya orang Indonesia. Nasionalisme yang terpenting, secara prinsip, adalah kontribusi pada negara dan masyarakat. Ngga semua orang dan bisnis Indonesia itu beneran nasionalis. Nasionalisme bagi mereka, antara jadi formalitas karena kewajiban atau yaa.. Buat bahan marketing ato branding. Sementara kontribusi mereka? Ngga tahu. Bahkan, bisa jadi ada orang dan bisnis Indonesia yang “menggadaikan” negara dan kepentingan rakyat lainnya demi tujuan pribadi. Macem macem bentuknya. Yang penting cuan, katanya.

Dalam konteks ekonomi, nasionalisme itu terukur melalui nilai investasi yang dikucurkan, dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, dampak pada penerimaan negara (perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak - PNBP), adanya alih teknologi dan inovasi, penggunaan bahan baku dan industri lokal hingga pembukaan lapangan kerja. Jika unsur unsur ini kurang maksimal, maka nasionalisme jadi semu semata. Sehingga, baik pengusaha lokal maupun asing, tentu selama berkontribusi dalam hal hal tadi, seharusnya sudah bisa dianggap menjadi satu bagian dari ekonomi Indonesia.

Yang lain, rasionalitas pasarlah yang sebenarnya berjalan. Cintai produk produk (yang dibuat di) Indonesia, baik yang sepenuhnya Indonesia murni, franchise (lokal dan pemain asing) maupun pemain asing yang serius berbisnis di Indonesia, sebenarnya tidak menjadi isu utama bagi masyarakat Indonesia kebanyakan. Isu masyarakat umumnya masih berkaitan antara harga VS kualitas, yang lebih rasional dan seharusnya menjadi motivasi untuk tiap brand atau produk lokal maupun asing, untuk berbenah.

Mendukung produk atau brand lokal, tentu ngga salah. Namun mendukung tanpa mendorong mereka untuk lebih berbenah diri, lebih profesional dan siap bersaing, bahkan sampai ke level ekspor, itu bukan nasionalisme. Itu namanya meninabobokan. Bisanya cuma jadi jago kandang.

Padahal, Bangga Buatan Indonesia bukan hanya sekadar membuat persepsi kita berubah soal “brand lokal ngga bagus dan brand asing bagus” (yang kadang bisa sebaliknya) yang membuat kita bangga menggunakan atau mengonsumsinya. Tapi jauh dari itu, ada persepsi yang ingin dilempar ke luar, bahwa ada brand lokal kita yang bener bener kita bisa banggakan dan bisa kita lempar ke ekspor (sampai seharum nama Indomie, misalnya), sehingga itu membuktikan bahwa pasar kita siap, produsen lokal kita sudah siap bersaing dan itu mengandung dukungan penuh pemerintah, yang membuat iklim investasi jadi lebih sehat, dan ini bisa mendorong investor asing masuk, karena mereka melihat ada peluang dan tantangan menarik, melalui dinamika persaingan dengan brand lokal. Jadinya, ini juga bisa memperbaiki branding kita dimata investor asing, setelah kemarin kemarin banyak isu investasi yang “babak belur” seperti keluhan Hyundai, Tesla dan Starlink “PHP” dan tarik ulur pelarangan impor produk Apple dan iPhone secara resmi.

“Tapi kalo brand atau bisnisnya kecil kecilan, harus kita dukung penuh dong, dan menurut gue itu yang jadi tujuan Bangga Buatan Indonesia sebenernya?”

Betul, tapi dukungan penuh untuk usaha UMKM begini, yang menjadi mayoritas pelaku usaha di Indonesia, tentunya lebih banyak dimainkan (dan memang seharusnya) oleh pemerintah. Kita sebagai konsumen cuma bisa sampai level promosi, baik review maupun mulut ke mulut. Tapi perannya sebatas itu. Ngga bisa lebih. Yang bisa mengubah nasib mereka sendiri, selain tentu diri UMKM itu sendiri, juga peran pemerintah dalam kemudahan berusaha, keamanan dan akses pendanaan yang lebih beragam.

Jadi, cintailah ploduk ploduk Indonesia, maknanya lebih dari siapa, tapi apa.

Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi, serta Twitter/X @plbkinvestasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.

$KINO $MYOR $MRAT

Read more...

1/2

testes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy