Kenapa Harga Saham Bisa Jatuh Lebih Dalam dari Penurunan Labanya?
Pasar saham itu kayak roller coaster tanpa sabuk pengaman. Kadang naik tinggi tanpa alasan, kadang jatuh bebas padahal labanya masih ada. Salah satu keanehan yang sering terjadi adalah harga saham bisa jatuh jauh lebih dalam daripada penurunan labanya sendiri. Logikanya sih, kalau laba turun 10%, harga saham juga turun sekitar itu. Tapi di dunia nyata? Harga saham bisa turun 20%, 30%, bahkan lebih. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dalam screener "Skydrugz Crash Anjlok Padahal Laba Gede", kita lihat median selisih antara harga saham yang anjlok dan penurunan laba perusahaan itu -22,85%, dan kalau dihitung rata-rata malah -22,97%. Artinya, hampir semua saham di screener ini dihajar lebih dalam dari yang seharusnya.
๐ฅSkydrugz Crash Anjlok Padahal Laba Gede
1. $BBRI 4.260: Net Income Growth 2,44% โ
, PBV 2,00 โ, PER 10,75 โ
, NPM 29,93% โ
, 1-Year Return -26,23% โ, Net Income (YTD) 45,06T โ
, Dividend Yield 10,66% โ
2. BFIN 875: Net Income Growth -5,21% โ, PBV 1,36 โ
, PER 9,40 โ
, NPM 27,11% โ
, 1-Year Return -27,98% โ, Net Income (YTD) 1,11T โ
, Dividend Yield 6,29% โ
3. PGEO 910: Net Income Growth -1,86% โ, PBV 1,26 โ
, PER 13,96 โ
, NPM 40,62% โ
, 1-Year Return -29,18% โ, Net Income (YTD) 2,02T โ
, Dividend Yield 5,25% โ
4. HMSP 605: Net Income Growth -15,80% โ, PBV 2,60 โ, PER 10,10 โ
, NPM 6,07% โ, 1-Year Return -29,65% โ, Net Income (YTD) 5,22T โ
, Dividend Yield 11,45% โ
5. $TOWR 630: Net Income Growth 0,89% โ
, PBV 1,82 โ, PER 9,85 โ
, NPM 26,26% โ
, 1-Year Return -30,39% โ, Net Income (YTD) 2,44T โ
, Dividend Yield 0,95% โ
6. AKRA 1.105: Net Income Growth -14,08% โ, PBV 2,06 โ, PER 11,32 โ
, NPM 6,24% โ, 1-Year Return -31,15% โ, Net Income (YTD) 1,46T โ
, Dividend Yield 9,05% โ
7. $TLKM 2.640: Net Income Growth -9,35% โ, PBV 1,93 โ, PER 11,10 โ
, NPM 15,14% โ
, 1-Year Return -33,67% โ, Net Income (YTD) 17,67T โ
, Dividend Yield 6,76% โ
8. MAPI 1.250: Net Income Growth -12,70% โ, PBV 1,86 โ, PER 11,97 โ
, NPM 4,59% โ, 1-Year Return -35,23% โ, Net Income (YTD) 1,29T โ
, Dividend Yield 0,64% โ
9. INTP 5.725: Net Income Growth -16,68% โ, PBV 0,99 โ
, PER 14,97 โ
, NPM 9,48% โ, 1-Year Return -35,67% โ, Net Income (YTD) 1,05T โ
, Dividend Yield 1,57% โ
10. UNVR 1.565: Net Income Growth -28,15% โ, PBV 17,38 โ, PER 14,88 โ
, NPM 10,20% โ
, 1-Year Return -51,09% โ, Net Income (YTD) 3,00T โ
, Dividend Yield 7,54% โ
Yang paling parah kena dampaknya adalah TOWR, dengan selisih -31,28%, alias harga sahamnya jatuh lebih dalam dibandingkan labanya yang hampir nggak turun sama sekali. Sedangkan yang "paling beruntung" dalam daftar ini adalah HMSP, dengan selisih -13,85%, yang meskipun masih lebih dalam dari labanya, setidaknya tidak sebrutal yang lain.
Kenapa bisa begitu? Ini bukan cuma soal angka di laporan keuangan, tapi lebih ke arah ekspektasi pasar. Pasar saham itu nggak peduli sama laba hari ini, tapi lebih mikirin apa yang akan terjadi ke depan. Kalau laba turun sekarang dan ada tanda-tanda bakal turun lebih dalam lagi, investor nggak mau nunggu lama. Mereka langsung jual duluan sebelum keadaan makin buruk. TOWR, misalnya, laba naik 0,89%, tapi harga sahamnya rontok lebih dari 30%. Kenapa? Karena investor mungkin melihat ada masalah di bisnis menara telekomunikasi yang akan datang, atau ada tekanan lain yang bikin pertumbuhannya melambat. Atau memang bandarnya lagi pengen serok bawah.
Faktor lain yang bikin harga saham lebih gampang jatuh dibandingkan labanya adalah pergerakan dana besar dari investor institusi. Saham seperti TLKM dan BBRI itu langganan dana pensiun, reksa dana, dan investor asing. Kalau mereka mulai keluar, harga bisa longsor dalam hitungan minggu, tanpa peduli laba masih triliunan atau enggak. Contohnya TLKM, yang labanya cuma turun -9,35%, tapi harga sahamnya nyungsep -33,67%. Ini bukan cuma soal laba, tapi karena ada arus keluar dana besar yang bikin harga anjlok terus.
Selain itu, valuasi sebelum penurunan juga jadi faktor penting. Saham yang sebelumnya mahal banget bakal lebih gampang kena koreksi dalam. UNVR contohnya, labanya turun -28,15%, tapi harga sahamnya lebih gila lagi, jatuh -51,09%. Kenapa? Karena sebelum ini, sahamnya masih dihargai di PBV 17,38, jauh lebih mahal dibanding saham lain di sektor yang sama. Begitu laba mulai turun, investor langsung kehilangan kepercayaan dan harga longsor tanpa ampun.
Tapi bukan cuma itu. Ada juga efek panic selling dan algoritma trading yang bikin harga jatuh makin dalam. Begitu saham mulai turun, banyak investor yang panik dan buru-buru jual sebelum makin anjlok. Ada juga algoritma trading yang otomatis jual kalau harga turun melewati batas tertentu, yang malah bikin harga makin longsor dalam waktu cepat.
Banyak yang percaya kalau bandar bisa seenaknya ngegoreng atau ngejatuhin harga saham, dan ada benarnya juga. Dalam jangka pendek, bandar bisa banget mengontrol harga saham, terutama di saham yang kurang likuid atau yang kepemilikannya terkonsentrasi. Mereka bisa mainin harga pakai berbagai cara, kayak nahan suplai saham di order book, ngasih tekanan jual terus-menerus, atau ngegoreng opini di media sosial.
Tapi dalam jangka panjang? Bandar nggak bisa melawan fundamental dan arus dana besar. Saham seperti BBRI, TLKM, dan HMSP nggak bisa dikontrol sepenuhnya sama bandar karena ada banyak investor institusi di dalamnya. Kalau dana asing atau reksa dana besar keluar, nggak ada bandar yang cukup kuat buat nahan harga biar nggak turun. Contohnya ya TLKM tadi, yang meskipun labanya masih besar, tetap aja turun -33,67% karena dana asing mulai keluar dari sektor telekomunikasi. Apalagi kalau bandarnya memang lagi shortsell dan lagi pengen serok bawah.
Short selling adalah strategi di mana investor bertaruh harga saham akan turun. Di sini, bandar punya kekuatan besar untuk memanipulasi sentimen pasar dan menciptakan tekanan jual palsu. Mereka bisa membanjiri pasar dengan order jual besar, bikin harga turun tajam, lalu beli kembali saham di harga murah untuk mendapatkan keuntungan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau mereka punya modal besar, mereka bisa mainin harga dengan membuat tekanan jual besar yang bikin investor lain panik dan ikut jualan. Begitu harga turun cukup dalam, mereka tinggal beli lagi di bawah dan menutup posisi short mereka dengan profit besar. Inilah yang sering terjadi di saham-saham yang terlihat lemah secara teknikal.
Tapi ada juga risiko short squeeze, di mana bandar yang nge-short saham malah kena jebakan kalau harga sahamnya tiba-tiba naik tajam. Contoh paling terkenal adalah kasus GameStop (GME) di 2021, di mana banyak hedge fund yang short selling saham ini malah terjebak karena investor ritel ngeborong sahamnya dan bikin harganya meledak.
Di Indonesia, short selling sangat terbatas dan nggak bisa dilakukan sembarangan. Hanya investor institusi yang punya akses. Jadi buat investor ritel biasa, short selling lebih ke teori daripada praktik.
Satu hal lain yang sering dilupakan adalah permainan bandar di pasar repo (repurchase agreement). Repo adalah mekanisme di mana saham dijadikan jaminan untuk pinjaman dana. Kalau harga saham jatuh terlalu dalam, pemegang repo bisa kena margin call dan dipaksa menjual sahamnya.
Bandar yang punya informasi lebih dulu bisa memanfaatkan ini buat menekan harga saham lebih dalam, memicu likuidasi paksa, dan mendapatkan saham di harga murah. Ini sering terjadi di saham-saham yang dikuasai oleh pihak tertentu dengan leverage tinggi. Begitu harga turun sampai batas tertentu, pemegang repo nggak punya pilihan selain menjual saham mereka, dan bandar bisa membeli dengan harga lebih murah.
Jadi, dari semua data yang ada, bisa disimpulkan kalau harga saham yang jatuh lebih dalam dari penurunan laba adalah hal yang wajar di pasar saham. Pasar nggak cuma melihat angka di laporan keuangan, tapi juga memperkirakan masa depan, melihat aliran dana besar, dan bereaksi terhadap psikologi pasar. Kalau ada tanda-tanda laba akan turun lebih dalam, atau ada dana institusi yang keluar, harga bisa jatuh jauh lebih dalam dari yang seharusnya.
Di sisi lain, bandar memang punya kekuatan besar untuk mengontrol harga saham dalam jangka pendek, terutama di saham yang kurang likuid. Tapi dalam jangka panjang, mereka nggak bisa melawan arus dana besar dan fundamental yang memburuk. Kalau saham sudah kehilangan daya tarik, nggak peduli seberapa kuat bandarnya, harga tetap bakal turun.
Saham yang murah bisa makin murah, bahkan makin memiskinkan investor. Pasar saham itu nggak selalu logis. Harga bisa turun lebih dalam dari labanya, dan bandar bisa bermain di berbagai level, dari manipulasi sentimen sampai short selling dan repo. Kalau nggak paham permainannya, bisa jadi korban. Kalau paham, bisa ambil kesempatan di tengah kekacauan.
Pasar saham itu kejam. Market tidak peduli seberapa percaya dirimu terhadap suatu saham, dan bandar tidak peduli dengan perasaan investor ritel. Ini bukan tempat di mana harapan dan optimisme bisa mengubah arah harga saham. Di dunia nyata, yang terjadi hanyalah supply dan demand, aliran dana besar, kepanikan, dan keserakahan.
Sudah sering terjadi, investor ritel beli saham karena merasa "murah" setelah harga turun 20%-30%, tapi harga malah turun lebih dalam. Mereka bertahan, berharap pasar sadar bahwa saham itu undervalued. Tapi sayangnya, pasar tidak bergerak berdasarkan keadilan atau harga wajar. Kalau dana besar masih keluar, harga tetap jatuh, meskipun labanya masih triliunan.
Contohnya? TLKM, labanya cuma turun -9,35%, tapi harga sahamnya anjlok -33,67%. Secara logika, ini tidak masuk akal. Tapi pasar tidak bekerja dengan logika retail, pasar bekerja dengan uang. Kalau institusi besar memutuskan keluar, harga bisa longsor tanpa ada yang bisa menahannya. Mau seberapa besar rasa sayangmu terhadap saham itu, mau kamu percaya bahwa ini cuma anomali, tetap saja harga akan mengikuti aliran dana besar, bukan perasaanmu.
Kasus yang lebih brutal terjadi pada UNVR. Ini dulu saham blue chip yang disebut "pasti naik kalau turun". Tapi sekarang? Harganya sudah longsor lebih dari -51,09% dari tahun lalu, sementara labanya hanya turun -28,15%. Apakah karena labanya anjlok? Tidak sepenuhnya. Ini karena investor besar sudah tidak tertarik lagi, mereka keluar, mereka cari tempat lain. Harga saham jatuh karena tidak ada yang tertarik membeli, sementara yang punya saham masih berusaha bertahan dengan harapan "pasti rebound".
Dan inilah kesalahan terbesar investor ritel: berpikir bahwa harga pasti akan pulih hanya karena sudah turun terlalu dalam. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Bandar tidak bekerja dengan emosi. Mereka tidak peduli apakah ritel nyangkut, apakah ritel sudah rugi 50%, apakah ritel panik atau tidak. Bandar hanya peduli satu hal: bagaimana caranya memaksimalkan keuntungan dari pergerakan harga saham.
Ketika mereka mau menaikkan harga, mereka tidak akan melakukannya karena kasihan dengan ritel yang nyangkut. Mereka hanya akan naikkan harga kalau mereka sudah cukup mengumpulkan saham murah dari investor ritel yang cut loss karena panik. Mereka membuat investor ritel takut, menjatuhkan harga lebih dalam, dan ketika ritel menyerah, mereka baru mulai borong murah.
Kalau mereka ingin menurunkan harga, mereka bisa pakai berbagai cara:
1. Menahan suplai di order book sehingga terlihat tidak ada permintaan.
2. Menekan harga dengan order jual besar, memicu panic selling dari investor ritel.
3. Memanfaatkan media atau sentimen negatif agar lebih banyak yang menjual.
Dan setelah harga cukup rendah, mereka balik badan, beli di harga murah, lalu mulai pompa harga lagi untuk menarik investor ritel masuk.
Short selling adalah alat favorit bandar untuk menghancurkan harga saham yang sudah terlihat lemah. Mereka tahu saham tertentu sedang mengalami tekanan laba atau ada dana asing yang keluar, lalu mereka mulai meminjam saham untuk dijual di harga tinggi dan membelinya kembali di harga murah.
Mereka tidak akan puas hanya dengan short biasa. Bandar short seller bisa memperburuk kondisi saham dengan terus-menerus menjual dalam jumlah besar, menciptakan kepanikan di pasar, dan menarik lebih banyak investor ritel untuk ikut menjual karena takut.
Dan inilah yang sering terjadi: ketika harga sudah jatuh terlalu dalam dan investor ritel mulai menyerah, bandar mulai menutup posisi short mereka dengan membeli saham di harga murah. Begitu mereka selesai menutup posisi, harga bisa tiba-tiba naik drastis karena tekanan jual sudah hilang. Ritel yang sudah cut loss hanya bisa melihat harga naik tanpa mereka.
Tapi ada satu hal yang bisa bikin bandar short seller panik: short squeeze. Ini terjadi ketika mereka terlalu banyak menjual saham di harga rendah, tapi tiba-tiba ada gelombang beli besar yang memaksa mereka menutup posisi di harga lebih tinggi. Ini yang terjadi di GameStop (GME) tahun 2021, di mana hedge fund yang short selling saham ini malah dipaksa menutup posisi mereka dengan kerugian besar karena investor ritel tiba-tiba borong sahamnya.
Selain short selling, bandar juga punya senjata lain yang lebih brutal: repo. Ini adalah mekanisme di mana saham dijadikan jaminan untuk pinjaman dana. Kalau harga saham turun terlalu dalam, pemegang repo bisa terkena margin call dan dipaksa menjual sahamnya.
Bandar yang tahu bahwa sebuah saham banyak dijadikan jaminan repo bisa dengan sengaja menekan harga ke bawah agar pemilik saham dipaksa menjual di harga rendah. Begitu saham itu dilepas paksa karena margin call, bandar bisa membelinya di harga diskon, lalu menaikkan harga kembali setelah mereka sudah menguasai cukup banyak saham.
Pasar saham itu tempat perang, bukan tempat curhat. Tapi kalau Stockbit memang tempat curhat. Market tidak peduli dengan perasaan investor ritel, dan bandar hanya peduli dengan profit. Mau kamu cinta mati dengan suatu saham, mau kamu yakin harga pasti naik lagi, kalau dana besar masih keluar, harga tetap jatuh.
Investor ritel sering kali berpikir bahwa mereka bisa menunggu sampai harga kembali naik. Tapi mereka lupa satu hal: harga tidak naik kalau tidak ada minat beli, dan bandar tidak akan menaikkan harga kalau mereka masih punya kesempatan untuk beli lebih murah.
Bandar tidak akan kasihan pada ritel yang nyangkut. Mereka hanya peduli kapan harus membeli, kapan harus menjual, dan kapan harus membuat panik supaya bisa membeli saham lebih murah. Jika ritel terlalu emosional, mereka akan jadi umpan untuk bandar, masuk di harga tinggi dan cut loss di harga rendah. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Jadi, kalau masih mau survive di pasar saham, lupakan perasaan, fokus pada data, perhatikan pergerakan dana besar, dan jangan pernah percaya bahwa harga pasti akan pulih hanya karena sudah turun terlalu dalam. Karena di pasar saham, yang menang bukan yang paling yakin, tapi yang paling siap membaca pergerakan pasar.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/3