ROE Oke, NPM Gemuk
Dalam dunia investasi, ada dua rasio profitabilitas yang sering jadi patokan buat ngukur seberapa cuan sebuah perusahaan, yaitu ROE (Return on Equity) dan NPM (Net Profit Margin). ROE nunjukin seberapa besar keuntungan yang bisa dihasilkan perusahaan dari ekuitas pemegang saham. Semakin tinggi ROE, semakin efisien perusahaan dalam mengelola modal yang dimiliki. Sementara itu, NPM nunjukin seberapa banyak revenue yang bisa diubah menjadi laba bersih setelah semua biaya dihitung. Kalau NPM tinggi, berarti perusahaan punya margin keuntungan besar dan lebih tahan terhadap kenaikan biaya atau penurunan harga jual. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lihat saja contoh MLBI, perusahaan bir yang punya ROE 86.13% dan NPM 33.63%. Artinya, mereka bisa menghasilkan laba besar dari modal pemegang saham dan punya margin keuntungan tinggi dari tiap botol bir yang mereka jual. Dengan kondisi seperti ini, MLBI tetap kuat meskipun biaya produksi naik atau daya beli konsumen menurun. Bandingkan dengan ADRO, perusahaan batu bara dengan ROE 21.38% dan NPM 26.82%. Meski angka ini masih bagus, bisnisnya lebih rentan terhadap fluktuasi harga batu bara. Buktinya, meskipun profitabilitasnya solid, laba mereka turun -5.10%, yang akhirnya bikin harga sahamnya juga melemah -4.55% dalam setahun.
Selain itu, ada TLKM yang punya ROE 16.75% dan NPM 15.14%, yang berarti mereka cukup efisien dalam menghasilkan keuntungan dari modalnya, meskipun labanya turun -9.35% YoY. Ini yang bikin sahamnya anjlok -34.09% dalam setahun, karena investor mulai mempertanyakan pertumbuhan jangka panjangnya. Lalu ada DLTA, dengan ROE 17.84% dan NPM 21.28%, tapi sayangnya laba mereka jeblok -35.12%, bikin harga sahamnya turun -34.22%.
Kenapa sih ROE dan NPM tinggi itu penting? Karena kalau perusahaan bisa menghasilkan keuntungan besar dengan modal yang kecil, artinya mereka lebih efisien dan nggak butuh tambahan modal besar buat ekspansi. ROE tinggi juga berarti perusahaan lebih menguntungkan buat pemegang saham karena bisa menghasilkan laba lebih besar dari modal yang ada. Di sisi lain, NPM tinggi nunjukin bahwa bisnisnya bisa bertahan meskipun biaya naik atau harga jual turun, karena masih punya margin laba yang besar.
Tapi hati-hati, ROE dan NPM tinggi nggak selalu berarti sahamnya bakal naik. Kalau labanya turun terus kayak TLKM dan DLTA, investor bisa mulai kehilangan kepercayaan meskipun rasio profitabilitasnya masih oke. Yang lebih penting adalah konsistensi, apakah perusahaan bisa mempertahankan profitabilitasnya dalam jangka panjang. MLBI dan ADRO masih kelihatan menarik karena labanya stabil, meskipun ada tekanan di beberapa sektor.
Jadi, kalau cari saham yang solid buat jangka panjang, pastikan ROE dan NPM-nya tinggi, tapi juga cek tren labanya. Percuma punya profitabilitas tinggi kalau labanya terus turun dan sahamnya nggak kemana-mana. Yang ideal adalah perusahaan dengan ROE dan NPM tinggi yang tetap bisa menjaga pertumbuhan laba secara konsisten.
Contoh Saham ROE dan NPM Gede
$ADRO → Harga Rp2.310, Dividend Yield 72.48% ✅, PBV 0.62 ✅, ROE 21.38% ✅, NPM 26.82% ✅, Net Income Growth -5.10% ❌, 1 Year Price Return -4.55% ❌
$TLKM → Harga Rp2.630, Dividend Yield 6.79% ✅, PBV 1.92 ✅, ROE 16.75% ✅, NPM 15.14% ✅, Net Income Growth -9.35% ❌, 1 Year Price Return -34.09% ❌
DLTA → Harga Rp2.230, Dividend Yield 12.60% ✅, PBV 2.21 ❌, ROE 17.84% ✅, NPM 21.28% ✅, Net Income Growth -35.12% ❌, 1 Year Price Return -34.22% ❌
$MLBI → Harga Rp6.100, Dividend Yield 9.61% ✅, PBV 9.75 ❌, ROE 86.13% ✅, NPM 33.63% ✅, Net Income Growth 10.08% ✅, 1 Year Price Return -13.48% ❌
Banyak investor senang kalau melihat ROE dan NPM tinggi, karena itu artinya perusahaan bisa menghasilkan laba besar dari modal yang digunakan dan punya margin keuntungan yang sehat. Tapi hati-hati, angka tinggi ini bisa jadi jebakan kalau tidak dianalisis dengan benar. Ada beberapa fall trap yang sering bikin investor salah kaprah saat melihat ROE dan NPM yang tinggi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Salah satu jebakan yang sering terjadi adalah ROE tinggi akibat utang besar. ROE dihitung dengan membagi laba bersih dengan ekuitas pemegang saham. Kalau perusahaan punya utang besar, ekuitasnya bisa kecil, sehingga ROE tampak tinggi meskipun sebenarnya perusahaan punya risiko finansial yang besar. Misalnya, perusahaan dengan ROE 40% bisa terlihat sangat efisien, tapi kalau ternyata 80% modalnya berasal dari utang, maka kenaikan bunga atau tekanan keuangan bisa bikin bisnisnya goyah.
Lalu ada jebakan NPM tinggi akibat revenue kecil. NPM dihitung dengan membagi laba bersih dengan pendapatan, jadi kalau pendapatannya kecil tapi labanya masih besar, NPM bisa kelihatan tinggi padahal pertumbuhan bisnisnya stagnan. Misalnya DLTA, punya NPM 21.28% tapi labanya turun -35.12% YoY. Ini menunjukkan bahwa meskipun margin labanya besar, bisnisnya sedang mengalami penurunan yang cukup serius.
Jebakan lain adalah ROE dan NPM tinggi akibat one-time gain atau keuntungan non-operasional. Kadang perusahaan mencetak laba besar karena ada penjualan aset, subsidi pemerintah, atau keuntungan dari investasi jangka pendek. Ini bisa bikin ROE dan NPM naik signifikan di satu tahun, tapi kalau sumber keuntungan ini tidak berulang, maka profitabilitasnya bisa turun tajam tahun berikutnya. Makanya, penting buat cek apakah laba yang dihasilkan berasal dari bisnis inti atau cuma efek dari transaksi sementara.
Selain itu, ada juga jebakan ROE dan NPM tinggi di perusahaan dengan prospek bisnis yang mulai melemah. Contohnya TLKM, yang punya ROE 16.75% dan NPM 15.14%, tapi labanya turun -9.35% dan harga sahamnya turun -34.09% dalam setahun. Artinya, meskipun profitabilitasnya masih oke, investor sudah mulai melihat bahwa pertumbuhan bisnisnya melambat, dan itu bisa bikin harga saham terus tertekan.
Satu lagi jebakan yang sering bikin investor keliru adalah ROE tinggi akibat buyback saham. Kalau perusahaan membeli kembali sahamnya sendiri, maka ekuitas akan berkurang, dan otomatis ROE akan meningkat meskipun laba bersih tidak tumbuh. Ini bisa memberikan ilusi bahwa perusahaan lebih efisien, padahal sebenarnya hanya efek akuntansi dari buyback.
Jadi, ROE dan NPM tinggi memang indikator yang bagus, tapi harus dianalisis lebih dalam. Jangan cuma lihat angka besar, tapi cek juga apakah pertumbuhannya stabil, apakah laba berasal dari bisnis inti, dan apakah ada faktor lain yang membuat angka ini tampak lebih tinggi dari seharusnya. Yang paling penting adalah mencari perusahaan dengan ROE dan NPM tinggi yang tetap bisa mempertahankan pertumbuhan laba dalam jangka panjang, tanpa efek samping dari utang berlebihan, transaksi sementara, atau trik akuntansi.
Warren Buffett dan Peter Lynch punya cara masing-masing dalam menilai saham, tapi mereka berdua sepakat bahwa ROE (Return on Equity) dan NPM (Net Profit Margin) adalah metrik penting dalam mencari perusahaan unggulan. Namun, cara mereka menggunakannya agak berbeda. Buffett lebih fokus pada konsistensi dan daya saing jangka panjang, sementara Lynch lebih fleksibel, tergantung pada jenis perusahaan yang ia analisis.
Buffett selalu mencari perusahaan yang bisa menghasilkan laba besar dari modal kecil dan mempertahankan margin keuntungan tinggi dalam jangka panjang. Baginya, ROE tinggi berarti perusahaan bisa menghasilkan lebih banyak uang dari setiap dolar ekuitas pemegang saham. Kalau sebuah bisnis butuh modal besar untuk berkembang, itu kurang menarik buat Buffett.
Coba lihat MLBI dengan ROE 86.13% dan NPM 33.63%. Ini perusahaan yang pasti menarik perhatian Buffett karena bisa mencetak laba besar tanpa harus banyak ekspansi modal. Mereka juga punya pricing power kuat, yang berarti bisa mempertahankan margin laba tinggi meskipun biaya operasional naik. Buffett lebih suka perusahaan dengan ROE di atas 15% yang stabil bertahun-tahun, dan MLBI jelas memenuhi kriteria itu. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Namun, Buffett juga sadar bahwa ROE tinggi bisa jadi jebakan kalau berasal dari utang besar. Kalau sebuah perusahaan menggunakan leverage tinggi, maka ROE bisa terlihat bagus sementara risikonya sebenarnya meningkat. Inilah sebabnya Buffett lebih suka perusahaan dengan ROE tinggi yang dihasilkan dari profitabilitas murni, bukan karena utang besar atau buyback saham.
Di sisi lain, Buffett juga melihat NPM sebagai tanda keunggulan kompetitif perusahaan. Kalau perusahaan punya NPM tinggi dan stabil, itu berarti mereka punya moat yang kuat, alias keunggulan yang sulit disaingi oleh kompetitor. ADRO dengan NPM 26.82% menunjukkan bahwa mereka bisa tetap untung besar meskipun industri batu bara penuh persaingan. Tapi Buffett mungkin akan lebih hati-hati karena industri komoditas sangat fluktuatif dan tergantung harga pasar.
Peter Lynch punya pendekatan yang sedikit berbeda. Dia terkenal dengan strateginya dalam mencari saham berdasarkan kategori pertumbuhan bisnisnya. Dia tidak hanya melihat ROE dan NPM tinggi, tapi juga melihat apakah angka-angka ini sesuai dengan jenis perusahaan tersebut.
Misalnya, Lynch membagi perusahaan menjadi beberapa kategori seperti slow growers, stalwarts, fast growers, cyclicals, turnarounds, dan asset plays. Dalam kasus fast growers (perusahaan dengan pertumbuhan cepat), dia lebih fokus pada pertumbuhan laba daripada sekadar ROE atau NPM tinggi.
Contohnya, DLTA punya ROE 17.84% dan NPM 21.28%, tapi labanya turun -35.12% dan harga sahamnya anjlok -34.22%. Lynch mungkin melihat ini sebagai perusahaan turnaround, yaitu saham yang mengalami penurunan sementara tapi bisa bangkit lagi jika ada perubahan strategi bisnis. Lynch akan lebih suka saham ini jika ada tanda-tanda pemulihan laba dalam beberapa kuartal ke depan.
Sebaliknya, untuk kategori stalwarts (perusahaan besar yang stabil), dia ingin ROE dan NPM tinggi yang bertahan lama, seperti yang dimiliki oleh MLBI atau TLKM. TLKM dengan ROE 16.75% dan NPM 15.14% bisa menarik bagi Lynch sebagai saham bertahan, meskipun dia mungkin agak khawatir dengan penurunan laba -9.35% dan harga saham turun -34.09% dalam setahun.
Lynch juga lebih fleksibel dalam melihat NPM, karena menurutnya, ada beberapa industri yang secara alami punya margin kecil tapi tetap bisa tumbuh dengan cepat. Contohnya, perusahaan ritel atau maskapai penerbangan yang mungkin hanya punya NPM 5-10%, tapi bisa terus berkembang karena volume penjualan tinggi.
Buffett lebih memilih perusahaan dengan ROE tinggi yang stabil dan NPM besar yang menunjukkan kekuatan bisnis jangka panjang. Dia tidak suka perusahaan yang harus mengeluarkan banyak modal untuk berkembang atau yang punya ROE tinggi karena leverage berlebihan. MLBI kemungkinan besar masuk dalam kriteria Buffett karena memiliki ROE tinggi, NPM kuat, dan bisnisnya tahan banting.
Sementara itu, Lynch lebih fleksibel dan melihat apakah ROE dan NPM cocok dengan tipe pertumbuhan bisnisnya. Dia mungkin lebih tertarik pada perusahaan seperti DLTA yang sedang mengalami penurunan tapi berpotensi bangkit kembali, atau ADRO yang masih memiliki profitabilitas tinggi meskipun industri batu bara sangat siklikal.
Jadi, kalau mau pakai strategi Buffett, cari ROE di atas 15% yang stabil selama bertahun-tahun dan NPM tinggi yang menandakan keunggulan kompetitif. Kalau mau pakai pendekatan Lynch, lihat apakah ROE dan NPM cocok dengan fase pertumbuhan perusahaan dan apakah masih ada peluang ekspansi ke depan.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/3