Mengapa Orang Kaya Berbuat Jahat?
Orang kaya melakukan kejahatan bukan karena mereka kekurangan, bukan karena mereka terpaksa, dan jelas bukan karena mereka tidak punya pilihan. Mereka melakukannya karena mereka bisa. Hidup mereka penuh kemudahan, penuh akses ke orang-orang berkuasa, dan penuh dengan contoh bahwa hukum itu fleksibel—tergantung siapa yang kamu kenal dan berapa yang bisa kamu bayar. Mereka tumbuh dalam lingkungan di mana masalah sekecil apa pun bisa dibereskan dengan uang. Sekolah jelek? Pindah ke luar negeri. Ketahuan selingkuh? Beli hadiah buat istri. Nabrak orang di jalan? Santunan selesai. Masuk daftar tersangka? Bayar oknum pengacara, bawa koper, keluar bebas. Di dunia mereka, konsekuensi itu cuma ilusi bagi rakyat kecil. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Anggap saja ada seorang pria, usia 48 tahun, seorang pewaris perusahaan besar, anak orang kaya yang sejak kecil tidak pernah merasakan susah. Dari kecil, dia tahu kalau dunia bisa dibeli. Sekolah di tempat terbaik? Bisa. Pekerjaan tanpa usaha? Sudah disiapkan. Salah tapi tetap menang? Itu standar. Usia hampir setengah abad, tapi mentalnya masih kayak bocah yang selalu dapat apa yang dia mau tanpa pernah belajar soal batasan. Dan ini masalahnya: dia bosan.
Bosan karena semuanya terlalu mudah. Hidup sudah tidak punya tantangan lagi. Duit? Nggak habis tujuh turunan. Perusahaan? Jalan sendiri, tinggal terima setoran. Status sosial? Sudah elite. Masalahnya, manusia itu makhluk yang selalu butuh stimulasi baru. Ada orang yang cari tantangan dengan olahraga ekstrem. Ada yang hobi koleksi mobil. Tapi ada juga yang mencari kesenangan dengan cara yang lebih gelap: mengendalikan orang lain, menghancurkan hidup orang, dan melihat sejauh mana mereka bisa melanggar aturan tanpa ada yang bisa menghentikan mereka.
Awalnya mungkin mulai dari narkoba. Iseng pakai di pesta, lalu jadi rutin, lalu mulai jualan ke lingkaran elite. Bukan karena butuh uang, tapi karena bisnis narkoba itu menempatkan dia di posisi penguasa dalam bayangan. Lalu mulai bosan lagi. Kenapa cuma pakai dan jual? Kenapa nggak sekalian bikin orang lain ketergantungan? Maka mulailah dia memaksa anak-anak untuk pakai narkoba. Bukan karena ada untung besar di situ, tapi karena ini permainan. Semakin banyak orang yang hancur karena dia, semakin besar rasa superioritasnya. Dia bukan lagi manusia biasa, dia Tuhan kecil yang bisa menciptakan dan menghancurkan orang sesuka hati.
Lalu naik ke level berikutnya: pemerkosaan anak di bawah umur. Ini bukan soal nafsu. Kalau dia cuma mau seks, ada banyak pilihan legal. Tapi ini bukan soal itu. Ini soal kekuasaan absolut atas tubuh orang lain. Semakin korban tidak berdaya, semakin dia menikmati sensasi itu. Dia tidak melihat anak-anak ini sebagai manusia, tapi sebagai barang, sebagai eksperimen, sebagai tantangan baru. Bisa nggak dia merusak hidup seseorang sejak dini? Bisa nggak dia membuat orang lain jadi budak tanpa harus mengeluarkan uang?
Dan ketika itu sudah tidak cukup, dia naik ke tahap selanjutnya: pembunuhan. Bukan karena dendam, bukan karena emosi, bukan karena keadaan memaksa, tapi karena penasaran. Dia ingin tahu bagaimana rasanya mengambil nyawa seseorang dan tetap hidup seperti biasa. Bisa nggak dia membunuh orang dan tetap bisa makan malam di restoran mahal tanpa ada yang curiga? Bisa nggak dia bikin nyawa orang lain jadi lelucon dan tetap tidur nyenyak?
Dan tentu saja, semua ini tidak akan lengkap tanpa kepemilikan senjata ilegal. Bukan karena dia butuh perlindungan—orang seperti dia sudah punya bodyguard dan koneksi ke oknum polisi. Tapi dia ingin menentukan sendiri siapa yang boleh hidup dan siapa yang mati. Senjata bagi dia bukan alat pertahanan, tapi simbol kekuasaan absolut. Dia ingin punya sesuatu yang membuatnya lebih dari manusia biasa, lebih dari hukum, lebih dari negara.
Sekarang, apa bedanya dengan orang miskin yang melakukan kejahatan? Orang miskin mencuri karena lapar. Orang kaya mencuri karena ingin sensasi. Orang miskin membunuh karena putus asa atau karena konflik langsung. Orang kaya membunuh karena penasaran. Orang miskin yang ketahuan mencuri roti bisa dipukuli massa. Orang kaya yang membunuh anak di bawah umur bisa tetap hidup nyaman dengan fasilitas VIP di dalam penjara, kalaupun masuk.
Dan yang lebih tragis? Sering kali mereka benar-benar lolos. Rakyat kecil yang ketahuan nyolong sandal bisa habis dihajar warga. Orang kaya yang membangun kerajaan narkoba dari balik apartemen mewah masih bisa masuk daftar orang terpandang. Ada pengacara, ada koneksi, ada media yang bisa dikendalikan. Kalau pun dihukum, hukumannya ringan. Kalau pun masuk penjara, penjara mereka bukan sel sempit bau pesing, tapi ruang pribadi dengan AC dan makanan enak. Hukuman bagi mereka bukan penyiksaan tapi liburan.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir) Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$PRDA @PRDA $BBRI $ADRO
1/3