Ethical Investing
Ethical investing adalah strategi investasi yang mempertimbangkan faktor moral, sosial, dan lingkungan dalam memilih aset, selain aspek keuangan. Investor yang menerapkan pendekatan ini cenderung menghindari perusahaan yang terlibat dalam praktik yang dianggap merugikan, seperti pencemaran lingkungan, eksploitasi tenaga kerja, atau produksi senjata, serta lebih memilih perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik, ramah lingkungan, dan bertanggung jawab secara sosial. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ethical investing kedengarannya kayak konsep yang indah, hampir seperti dongeng yang diciptakan oleh investor berhati emas yang katanya nggak cuma cari cuan, tapi juga peduli sama kemanusiaan, lingkungan, dan masa depan dunia. Seolah-olah ada sekelompok investor yang duduk di atas awan, sambil menilai perusahaan mana yang pantas didukung dan mana yang harus dibuang ke tong sampah moralitas. Tapi tunggu sebentar, ini dunia nyata, bukan dunia peri di mana semua orang baik dan jujur. Kenyataannya, hampir semua perusahaan besar di dunia ini punya sisi gelap. Ada yang terlibat eksploitasi tenaga kerja, ada yang merusak lingkungan, ada yang pakai strategi monopoli buat membunuh bisnis kecil, dan ada juga yang pura-pura hijau tapi di belakang main kotor. Jadi kalau benar-benar mau cari saham yang 100% etis, selamat, pilihan kamu adalah tidak investasi sama sekali atau investasi di jualan cilok organik yang bahkan mungkin masih pakai plastik sekali pakai.
Sekarang pertanyaannya, siapa sebenarnya yang menentukan suatu investasi itu etis atau tidak? Tuhan? Pemerintah? Media? Atau sekumpulan investor yang merasa dirinya paling benar? Jawabannya, tidak ada otoritas tunggal yang bisa kasih cap halal atau haram ke suatu saham. Yang ada hanyalah kumpulan opini dan standar yang berubah-ubah tergantung siapa yang bicara. Kalau kamu merasa industri rokok itu jahat, ya sudah, kamu tinggal menghindari saham-saham seperti GGRM atau HMSP. Tapi kalau ada orang lain yang bilang, "Lah, rokok itu legal kok, dan kalau gue nggak beli sahamnya, perusahaan juga tetap jalan," ya itu juga opini yang valid. Moralitas di pasar modal itu relatif, bro. Ada juga lembaga-lembaga ESG (Environmental, Social, and Governance) yang berperan sebagai polisi moral di dunia investasi. Mereka kasih skor kepada perusahaan berdasarkan seberapa hijau, adil, dan bersih bisnis mereka. Tapi yang lucu, banyak perusahaan yang dapat skor ESG tinggi, padahal aslinya nggak jauh beda dari perusahaan yang dapat skor rendah. Kenapa? Karena ESG ini juga bisnis, dan kalau kamu tahu cara mainnya, kamu bisa bayar "jasa pencitraan" supaya perusahaan kamu kelihatan lebih etis dari yang sebenarnya. Ya, dunia nggak seindah brosur investasi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lalu ada juga pemerintah yang sesekali ikut campur urusan ethical investing. Ada regulasi yang melarang investasi di perusahaan yang terlibat dalam perdagangan manusia, eksploitasi buruh anak, atau industri senjata. Tapi kalau perusahaannya kebetulan punya koneksi politik yang kuat, ya regulasinya bisa jadi sekadar formalitas belaka. Contohnya? Banyak perusahaan raksasa yang kedapatan melanggar aturan lingkungan atau hak asasi manusia, tapi tetap dibiarkan beroperasi karena "terlalu besar untuk gagal." Jadi, apakah regulasi bisa jadi standar mutlak untuk ethical investing? Tentu saja tidak.
Nah, sekarang kita masuk ke kasus yang lebih menarik. Misalkan ada satu saham yang kelihatannya sempurna. Perusahaan ini punya manajemen yang solid, keuangan yang sehat, rajin bagi dividen, tidak pernah ada kasus hukum, dan punya pertumbuhan bisnis yang stabil. Dari sudut pandang fundamental, ini saham yang harusnya masuk kategori "layak koleksi" buat investor jangka panjang. Tapi ada satu masalah kecil. Salah satu pemegang saham pengendali (PSP) di perusahaan ini ternyata punya anak yang terlibat dalam kejahatan yang bikin bulu kuduk berdiri. Bukan sekadar mabuk di jalan atau nyolong motor, tapi pembunuhan anak di bawah umur, pemerkosaan, penggunaan narkoba, memaksa anak lain pakai narkoba, dan kepemilikan senjata ilegal. Ya, ini bukan lagi level preman pasar, tapi lebih ke karakter villain dalam film kartel narkoba.
Pertanyaannya, apakah saham ini masih layak beli kalau dilihat dari sudut pandang ethical investing? Atau kita pura-pura nggak tahu dan tetap fokus ke kinerja keuangan perusahaan?
Di satu sisi, kita bisa pakai logika "uang nggak bau". Artinya, selama perusahaan ini nggak terlibat dalam kasus kriminal anak PSP tersebut, ya urusan pribadi dia nggak ada hubungannya sama bisnis. Kalau kita lihat sejarah, banyak perusahaan besar yang sahamnya tetap diburu investor meskipun pemiliknya terlibat berbagai skandal. Bahkan ada perusahaan yang bosnya dipenjara karena kasus korupsi atau kejahatan finansial, tapi sahamnya tetap naik karena fundamentalnya kuat. Jadi kalau kita pakai pendekatan pragmatis, ya tinggal lihat saja: kalau bisnisnya nggak kena dampaknya, ya nggak ada masalah.
Tapi masalahnya, dunia investasi itu juga banyak drama. Reputasi itu bisa ancur dalam semalam gara-gara satu skandal. Kalau media mulai membahas keterkaitan pemegang saham dengan kasus kriminal anaknya, pasar bisa bereaksi negatif, investor panik, harga saham turun, dan akhirnya perusahaan ikut kena getahnya. Dalam dunia yang semakin sensitif terhadap isu-isu sosial, ada banyak contoh perusahaan yang sahamnya anjlok gara-gara hal-hal di luar bisnis mereka. Ingat kasus Adani Group yang dihajar habis-habisan gara-gara dugaan manipulasi keuangan? Atau kasus Volkswagen yang hancur reputasinya gara-gara skandal emisi diesel? Itu contoh nyata bagaimana skandal bisa merusak citra perusahaan dan bikin investor kabur.
Dari sudut pandang ethical investing, masalah ini jadi dilema besar. Jika ethical investing hanya berfokus pada operasional perusahaan, maka saham ini masih bisa masuk kategori etis. Tapi jika ethical investing juga mempertimbangkan reputasi pemegang saham dan lingkaran sosialnya, maka saham ini sudah pasti dicoret dari daftar. Ini yang bikin ethical investing itu lebih subjektif daripada yang orang kira. Nggak ada aturan baku yang bisa dipakai untuk semua kasus. Setiap investor punya standar etis masing-masing. Ada yang merasa cukup nyaman selama bisnisnya tetap bersih, ada juga yang benar-benar mempertimbangkan latar belakang pemegang sahamnya.
Pada akhirnya, ethical investing itu bukan soal benar atau salah, tapi soal pilihan. Kalau kamu tipe investor yang idealis dan percaya bahwa uang harus datang dari sumber yang benar-benar bersih, mungkin saham ini bakal langsung masuk blacklist kamu. Tapi kalau kamu lebih pragmatis dan percaya bahwa skandal pribadi seseorang nggak seharusnya menghalangi bisnis yang sehat, maka saham ini tetap layak dipertimbangkan.
Satu hal yang pasti, dunia investasi itu penuh dengan abu-abu. Tidak ada perusahaan yang benar-benar suci, dan tidak ada perusahaan yang benar-benar jahat. Duit tetap duit. Moralitas dan keuntungan sering kali berseberangan, dan pada akhirnya, setiap investor harus memutuskan sendiri batasan mereka. Mau pilih yang bersih-bersih tapi potensi untungnya kecil, atau tetap fokus ke cuan dan tutup mata terhadap skandal yang ada di belakang layar? Itu pilihan kamu. Karena di dunia saham, satu-satunya yang pasti adalah semua orang cari untung, entah dengan cara yang bersih atau nggak.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$PRDA $ADRO $BBRI
1/3