imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

(BAGIAN 3-1 ) 2025- Year of opportunity, Volatility, Cautious but Long Bullish Ahead ?
========================================================================
Sebelum masuk ke pembahasan Sektor potensial 2025, sebaiknya kita harus pahami dulu kondisi yang terjadi di dunia saat ini, karena mau tidak mau ini berhubungan erat. Saya akan membagi pembahasan ini menjadi 2 bagian dikarenakan cukup panjang.
Balik lagi semua yang disajikan ini hanya opini pribadi, belum tentu benar dan sebaiknya teman2 juga menelaah kembali. Segala resiko semua ditanggung masing2.

PART 3-1 : Sektor Potensial 2025

> Dunia Yang semakin Terfragmentasi

Globalisasi yang sebelumnya telah berjalan sejak tahun 1990-an, membuat dunia mulai menjadi lebih saling terhubung. Pelonggaran pembatasan arus barang, jasa, dan orang telah mendorong pertumbuhan, mengembangkan beberapa pasar negara berkembang (EM). Di negara-negara maju, model ini menghasilkan harga yang lebih rendah, yang merupakan manfaat khusus bagi konsumen berpenghasilan rendah.

Meskipun manfaatnya baik, ketidakpuasan terhadap model globalisasi tersebut terus meningkat. Seiring berkembangnya China dan negara-negara ekonomi berkembang lainnya, mereka berupaya untuk menulis ulang aturan yang mengatur perdagangan dunia. Melihat ancaman yang nyata tersebut negara Barat terutama Amerika yang awalnya pendukung globalisasi, tengah berevolusi ke arah sikap proteksionisme.

Proteksionisme ini dipicu salah satunya di era Donald Trump 1.0 dengan "Trade War"-nya dengan China, bertambah parah ketika Covid terjadi dikarenakan semua Negara lebih memprioritaskan keadaannya masing2 dan bahkan menganggap negara lain tersebut musuh. Kondisi inilah yang dinamakan De-globalisasi.

Saya coba kutip dari artikel northern trust :
"Pemulihan yang lambat dan tidak merata dari krisis keuangan 2008, meningkatnya ketimpangan pendapatan, ketegangan AS-Tiongkok, COVID, dan perang Ukraina, semuanya telah menambah skeptisisme tentang manfaat orientasi global. Hal ini telah memicu persaingan geopolitik, pemisahan teknologi, dan hambatan perdagangan. Dengan geopolitik menjadi kekuatan pendorong di balik rencana ekonomi, era integrasi global memberi jalan bagi fragmentasi geoekonomi

Setelah periode meningkatnya globalisasi dalam perdagangan, investasi, dan imigrasi, ekonomi global menjadi semakin terdesentralisasi. Ukuran keterbukaan perdagangan terus menurun seiring meningkatnya pembatasan pergerakan barang. Teknologi telah menjadi pusat fragmentasi yang terus berkembang. Kontrol ekspor pada bahan baku penting telah mengalami peningkatan tajam, terutama di tengah ketegangan AS-Tiongkok saat ini, dengan meningkatnya jumlah pembatasan yang terkait dengan keamanan nasional atau persaingan strategis.

Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah memberlakukan serangkaian kontrol ekspor yang ketat untuk menghentikan Tiongkok dalam pengadaan teknologi canggih yang bertujuan untuk memperlambat kemajuan teknologi dan militer Beijing. Jepang dan negara-negara ekonomi yang berpihak pada politik lainnya mengikuti langkah AS dalam membatasi akses Beijing ke teknologi canggih. Pemerintah Jepang baru-baru ini mengumumkan peraturan yang lebih ketat tentang ekspor peralatan semikonduktor ke Tiongkok.

Tiongkok berupaya untuk muncul sebagai pemimpin era globalisasi berikutnya, tidak tinggal diam. Beijing memandang langkah-langkah pengendalian ekspor sebagai pelanggaran terhadap peraturan-peraturan Organisasi Perdagangan Dunia; pemerintah Tiongkok sebagai balasan meluncurkan tinjauannya sendiri atas impor-impor dari pembuat chip terbesar di Amerika . Faktor-faktor geopolitik telah membebani ekspor Tiongkok, yang merupakan pilar penting pertumbuhan.

Tren ini mulai mengubah lanskap bisnis. Minat perusahaan dalam menyelaraskan kembali rantai pasokan telah meningkat. Perusahaan semakin fokus pada pembangunan ketahanan untuk meminimalkan risiko keamanan dan logistik dengan mengalihkan produksi ke pasar yang selaras secara geopolitik. Tidak seperti siklus globalisasi, keputusan manufaktur lebih banyak dipandu oleh kebijakan pemerintah daripada pertimbangan efisiensi. Dan strategi ini mengandung risikonya sendiri: selain biaya yang lebih tinggi, reshoring atau friend-shoring akan mengurangi diversifikasi, membuat ekonomi lebih rentan terhadap guncangan ekonomi.

Fragmentasi mulai terlihat dalam investasi asing dan arus keuangan. Seiring meningkatnya tarif dan ketegangan perdagangan, hubungan keuangan juga terganggu. Negara-negara Eropa mendorong penyaringan investasi asing yang lebih ketat. Negara-negara seperti Kanada dan Australia telah memblokir tawaran perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk perusahaan-perusahaan domestik. Dalam beberapa tahun terakhir, India telah meningkatkan pengawasan terhadap investasi langsung dan portofolio asing Tiongkok untuk menghindari pengambilalihan perusahaan-perusahaan domestik. Investasi langsung asing (FDI) telah menjadi korban dari meningkatnya fragmentasi, dengan arus yang lebih terkonsentrasi di antara negara-negara yang memiliki kepentingan geopolitik dan sektor-sektor strategis"

Kurang lebih begitu gambaran Dunia saat ini . semakin terfragmentasi atau dengan kata lain semakin terpolarisasi terbagi menjadi blok2 regional.

Nah oleh karena itu saya coba membagi pembahasan menjadi beberapa sudut pandang untuk posisi Indonesia sendiri saat ini

A. BRICS sebagai kekuatan ekonomi Dunia Baru
Belum lama ini Indonesia secara mengejutkan menjadi salah satu anggota resmi BRICS . Langkah ini menurut saya adalah langkah yang cukup berani dilakukan oleh Bpk. Prabowo, padahal Donald Trump sudah memberikan peringatan yang cukup keras.

Sebagai gambaran dengan bergabungnya Indonesia maka Kekuatan Ekonomi BRICS+ menjadi Tembus Rp 464.000T, mencakup sekitar 29% PDB global, 20% perdagangan barang dunia. BRICS+ juga mendominasi sekitar 40% produksi dan ekspor minyak mentah global, sekaligus menguasai cadangan bahan mentah strategis untuk transisi energi hijau, seperti logam dan mineral langka

Adapun potensi keuntungan yang bisa didapat oleh Indonesia :
1. Akses ke pasar yang lebih luas dengan total populasi negara anggota sekitar 3,5 miliar orang atau 42 persen populasi dunia
2. Mengurangi ketergantungan pada ekonomi Barat terutama dolar AS
3. Alternatif pendanaan melalui New Development Bank (NDB) yang bisa mendukung proyek infrastruktur Indonesia
4. Posisi tawar yang lebih kuat dalam tata kelola ekonomi global
5. Transfer Teknologi terutama dari China dan India, apalagi dengan masifnya perkembangan AI ke depan dan China yang sudah mulai tidak kalah dengan Amerika dalam pengembangan inovasi di teknologi dan mulai bisa mandiri dengan salah satunya pengembangan chips sendiri.

Potensi dari kerugiannya pun ada seperti ada kemungkinan rusaknya hubungan dengan negara Barat terutama Amerika, yang otomatis secara tidak langsung menimbulkan potensi terganggunya keamanan nasional, perdagangan dengan negara Barat dsb.

Memang kesan potensi kerugiannya menakutkan , Indonesia ditakutkan hilang akses pasar salah satunya ke Amerika yang saat ini sebagai Negara pengimpor terbesar di dunia. Sedangkan ekspor Indonesia ke Amerika sendiri mencapai U$2,34Milyar perbulan.

Menurut saya potensi tersebut kita tidak perlu kuatirkan lebih dalam, sebab kalau kita jeli melihat salah satu anggota bahkan pendiri BRICS yaitu India, justru selama periode kepemimpinan TRUMP 1.0 masih berhasil meningkatkan ekspornya ke Amerika dari yang tadinya U$3 Milyar perbulan menjadi saat ini U$6,5Milyar perbulan , meningkat sebanyak 2 kali lipat. (Sebagai info BRICS sudah ada sejak 2009) (Gbr 2)

Di sini Indonesia bisa belajar banyak dari India, yang satu sisi kerjasama dengan negara2 BRICS, di satu sisi juga mereka bisa menjaga hubungan baik dengan negara2 Barat.

B. Genderang Perang Dagang yang ditabuhkan Donald Trump
Ini yang menjadi trending topic saat ini, seluruh dunia khawatir karena potensi terganggunya perdagangan dunia. Banyak ketakutan Indonesia juga akan terkena tarif tersebut kelak oleh Amerika. Saya coba sajikan data2 agar2 teman2 tahu posisi Indonesia sendiri dimana di Amerika.

10 Pengekspor terbesar ke Amerika (Gbr 3)
1. Meksiko
2. Uni Eropa
3. China
4. Kanada
5. Jerman
6. Jepang
7. Korea Selatan
8. Vietnam
9. Taiwan
10. Irlandia
sedangkan Indonesia sendiri berada jauh di urutan ke 24

10 Negara yang memberikan Neraca Dagang Defisit terbesar untuk Amerika (Gbr 4)
1. China
2. Meksiko
3. Uni Eropa
4. Vietnam
5. Jerman
6. Irlandia
7. Taiwan
8. Korea Selatan
9. Kanada
10. Jepang
sedangkan Indonesia sendiri berada di urutan ke-17

Note :
1. Indonesia harusnya tidak berada di dalam radar pantauan Amerika secara khusus untuk tarif.
2. Negara2 yang diuntungkan di Perang Dagang 1.0 seperti Vietnam, Meksiko , Kanada berada dalam radar utama
3. Indonesia berpotensi meningkatkan neraca dagangnya dengan Amerika, biarpun persaingan tetap ada yaitu di India, Thailand dan Malaysia

Dengan mempertimbangkan 2 hal di atas (poin A & B) , maka menurut saya Indonesia berpotensi menjadi salah satu tujuan Investasi Asing ke depan . Hal ini sejalan dengan pernyataan Bpk Prabowo di acara pembukaan Munas Kadin akhir2 ini yang mengatakan " Akan ada Investasi besar2-an masuk Indonesia" (Gbr 5)

Nah dengan dasar inilah saya mulai mencoba memperhitungkan sektor2 yang berpotensi di Indonesia , yu kita bahas

> Sektor2 Yang Potensial

1. Sektor sebagai daya dukung masuknya Investor Asing

India yang berhati2 dan meningkatkan pengawasan terhadap investasi langsung dan portofolio asing China , akhirnya China lebih mendorong salah satunya berinvestasi lebih agresif ke Indonesia. Makanya dirasakan saat ini banyak backdoor listing yang terjadi bursa. Ambilah contoh : PACK , LABA, RONY, dsb yang diambil alih oleh perusahaan2 China, ataupun ada yang kerjasama dan pengambilan lahan perusahaan China seperti MMIX, ERAL, SSIA,dsb.

Menurut saya ada beberapa pertimbangan banyaknya investor China masuk :
- Sebagai Hub perdagangan ke Barat , dengan lokasi Indonesia yang strategis , untuk mensiasati salah satunya perang dagang
- Sumber daya Alam yang mendukung, salah satunya Nikel
- Tenaga kerja yang murah
- Potensi Domestik Indonesia besar

Jelas Investor Asing terutama China yang masuk ke Indonesia dalam melakukan transaksi disini membutuhkan bantuan pihak Bank dan apalagi Bank2 tersebut yang sebelumnya sudah mengenal track record yang dibawa dari negeri sendiri.

Apakah ini jadi momentum pertumbuhan Bank2 Asing terutama China?

Untuk segmen otomotif, semakin derasnya masuk mobil2 EV merk China ke Indonesia dari BYD, Wuling, DFSK, Chery, Neta, GAC Aion, yang terakhir Xpeng , jelas membutuhkan infrastruktur dari pabrik perakitan, lahan industri ,transportasi atau logistik, Sedangkan merk2 yang masuk dari China ini masih segelintir saja, masih banyak merk2 yang belum masuk dan disinyalir jumlahnya mencapai ratusan.

Apakah ini menjadi katalis untuk lahan industri, pergudangan dan kontraktor swasta ke depan ?

Apakah ini juga menjadi katalis untuk pabrik2 spare part Indonesia, mengingat adanya komponen TKDN yang wajib diberlakukan?

Watchlist :
a. Lahan Industri & Pergudangan
b. Transportasi & Logistik
c. Kontraktor Swasta
d. Bank2 Asing terutama China
e. Nikel & turunan
f. Industri Manufaktur Sparepart otomotif

2. Sektor sebagai daya dukung perkembangan AI

Seperti yang kita rasakan saat ini mulai mewabahnya perkembangan AI dari berbagai hal. Dengan beragam manfaat yang diberikan ternyata AI ini membutuhkan dukungan yang tidak main2, seperti kebutuhan Energi Listrik yang banyak, Kapasitas Data Center yang besar.

Negara tetangga yang sudah mulai berkembang terlebih dahulu untuk industri data center , jelas membutuhkan banyak sekali listrik. Indonesia yang beruntungnya diberkati banyak sumber daya alam sehingga yang Listrik yang diciptakan bisa bermacam2 seperti dari Hydro, Geothermal, Solar , dll, sehingga salah satu komoditas ke depan yang mempunyai peluang untuk dijual ke negara2 tetangga tersebut adalah Ekspor Listrik Hijau. (Gbr 6&7)

Belum lagi peluang untuk mendirikan Data center di Indonesia tetap terbuka lebar, dikarenakan Aturan data center di Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Peraturan ini mewajibkan penyedia layanan untuk menempatkan data center di Indonesia. (Gbr 8)

Watchlist :
a. Supporting, konsulting infastruktur digital & cybersecurity
b. Lahan industri Khusus Data Center
c. Distribusi Hardware TIK
d. Energy Baru Terbarukan

Berlanjut pembahasannya ke artikel berikutnya.

Saya akan lanjutkan pembahasannya apabila Like tembus 250 ke atas, teman2 bantu follow dan share ya.

$IHSG $WIFI $BBRI

Read more...

1/8

testestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy