imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$INAI Anak Maspion yang Sakit, Menghitung Jumat

Cintailah produk - produk Indonesia. Begitu slogan Maspion. Tapi apa yang bisa dicintai dari perusahaan yang laporan keuangannya rugi? Kalau ADMR mau beli, apa bisa cetak laba? Biar bisa bisnis aluminium dari hulu ke hilir. Apa mungkin? Rasanya tidak mungkin kalau menurut External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

PT Indal Aluminium Industry Tbk (INAI) adalah salah satu produsen aluminium terkemuka di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1971. Berbasis di Surabaya, Jawa Timur, perusahaan ini memproduksi berbagai produk aluminium ekstrusi yang digunakan dalam berbagai sektor, termasuk konstruksi, transportasi, dan energi. Sebagai bagian dari grup besar PT Maspion, INAI memiliki keunggulan dari sisi akses sumber daya dan dukungan jaringan bisnis yang luas.

Fokus Bisnis

INAI berfokus pada produksi dan distribusi aluminium ekstrusi dengan berbagai aplikasi, mulai dari struktur bangunan hingga komponen industri. Produk andalan perusahaan meliputi profil aluminium untuk konstruksi dan bingkai panel surya, yang menjadi bagian penting dari tren energi baru terbarukan. Diversifikasi produk ini menunjukkan kemampuan INAI untuk beradaptasi dengan kebutuhan pasar yang terus berkembang.

Pasar

Perusahaan melayani pasar domestik dan internasional. Di pasar domestik, INAI adalah salah satu penyedia utama aluminium untuk kebutuhan infrastruktur dan manufaktur. Di pasar internasional, INAI telah memperluas jangkauannya ke Australia, Asia, dan Eropa. Penetrasi pasar ekspor ini menjadi bukti bahwa kualitas produk INAI memenuhi standar global. Upgrade skill via ekspor https://bit.ly/3YGX6Dc

Kepemilikan dan Struktur Perusahaan

Sebagai bagian dari grup Maspion, INAI memiliki dukungan kuat dari salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia. Maspion Group dikenal memiliki basis yang kokoh di berbagai sektor, termasuk manufaktur, properti, dan perdagangan. INAI juga merupakan perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), memberikan akses ke modal publik untuk mendukung pertumbuhan dan ekspansi bisnisnya.

Karyawan dan Operasional

INAI memiliki rata-rata 1.751 karyawan per 30 September 2024, turun dari 1.965 karyawan pada akhir 2023. Sebagian besar tenaga kerja perusahaan terlibat dalam proses produksi, sementara sisanya bekerja di bidang administrasi dan manajemen. Penurunan jumlah karyawan sebesar 10,89% mencerminkan strategi efisiensi perusahaan, yang tetap menjaga produktivitas tinggi dengan sumber daya manusia yang lebih ramping. Pak Toto jualan bakso saja https://bit.ly/406gYAY

Strategi dan Inovasi

Untuk menghadapi tantangan di industri aluminium, INAI mengembangkan strategi yang fokus pada diversifikasi produk, terutama untuk sektor energi baru terbarukan. Produksi bingkai panel surya menjadi salah satu langkah strategis perusahaan untuk memasuki pasar energi hijau yang sedang berkembang pesat. Selain itu, perusahaan terus meningkatkan efisiensi operasional untuk mengurangi dampak dari fluktuasi harga bahan baku.

Pencapaian dan Tantangan

INAI telah berhasil mempertahankan posisinya sebagai salah satu produsen aluminium terkemuka di Indonesia. Namun, perusahaan juga menghadapi tantangan signifikan, terutama dari fluktuasi harga bahan baku aluminium global dan persaingan ketat dari produsen besar seperti Tiongkok. Meskipun demikian, penetrasi pasar ekspor dan diversifikasi produk memberikan peluang besar bagi INAI untuk memperkuat posisinya di industri.

Laporan Keuangan Jebol

INAI adalah salah satu pemain penting di industri aluminium domestik, namun laporan keuangan per 30 September 2024 menunjukkan tantangan besar yang sedang dihadapi perusahaan ini. Pendapatan INAI tercatat sebesar Rp828,15 miliar, turun 13,19% dibandingkan Rp953,96 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, beban pokok penjualan mencapai Rp763,03 miliar, yang menyerap 92,11% dari pendapatan, menyisakan laba kotor yang hanya Rp65,13 miliar atau 7,87% dari total pendapatan. Dengan beban usaha sebesar Rp83,48 miliar, INAI mencatat rugi operasi sebesar Rp18,35 miliar, yang berlanjut menjadi rugi bersih Rp75,42 miliar setelah memperhitungkan beban pajak dan elemen lain. Ini namanya kerja amal Pak Toto https://bit.ly/406gYAY

Angka-angka ini mencerminkan tekanan besar pada margin laba INAI, yang sebagian besar disebabkan oleh tingginya biaya bahan baku. Fluktuasi harga aluminium global, yang menjadi salah satu komponen utama biaya produksi, memberikan dampak signifikan. Pada Oktober 2024, harga aluminium di London Metal Exchange (LME) berada di kisaran USD 2.521–2.617 per ton, sementara harga alumina, bahan baku utama aluminium, melonjak dari USD 350 menjadi USD 700 per ton. Lonjakan harga ini langsung membebani beban pokok penjualan INAI, sehingga mengurangi kemampuan perusahaan untuk mencatatkan margin yang sehat.

Di sisi lain, pasar aluminium global menawarkan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh INAI. Defisit pasokan aluminium, yang diperkirakan akan berlanjut hingga 2025, menciptakan permintaan yang tinggi di pasar internasional. Pasar ekspor INAI ke Australia, Asia, dan Eropa memberikan potensi pertumbuhan yang signifikan, terutama dengan strategi diversifikasi produk seperti bingkai panel surya untuk sektor energi baru terbarukan. Diversifikasi ini menjadi langkah strategis, mengingat permintaan aluminium dari sektor energi sedang meningkat, khususnya di Eropa yang tengah mendorong transisi energi hijau.

Namun, tantangan tetap ada. Tiongkok, sebagai produsen aluminium terbesar dunia, menguasai lebih dari 57% produksi global dan menjadi pesaing berat bagi INAI. Selain itu, gangguan pasokan dari Ukraina dan kendala logistik di beberapa negara membuka peluang ekspor, tetapi INAI perlu memastikan produknya kompetitif dari segi harga dan kualitas. Jika perusahaan mampu menjaga efisiensi operasional, meningkatkan penetrasi pasar ekspor, dan memanfaatkan defisit pasokan global, ada peluang signifikan untuk membalikkan kinerja keuangan yang saat ini mengalami tekanan.

Dengan situasi seperti ini, laporan keuangan INAI tidak hanya mencerminkan tantangan internal, tetapi juga menggambarkan dampak besar dari kondisi pasar aluminium global. Fluktuasi harga bahan baku, dominasi pasar oleh Tiongkok, dan tekanan biaya semuanya menjadi faktor eksternal yang memengaruhi kinerja INAI. Namun, peluang dari defisit pasokan dan diversifikasi produk menawarkan jalan keluar bagi perusahaan untuk mengimbangi tekanan domestik dan memanfaatkan dinamika global. Dengan strategi yang tepat, INAI dapat memperkuat posisinya di pasar dan mengatasi tekanan pada laporan keuangan di masa mendatang.

Aset Terbesar Persediaan

Persediaan adalah salah satu elemen penting dalam operasional PT Indal Aluminium Industry Tbk (INAI), mengingat perusahaan ini bergerak di sektor manufaktur aluminium. Per 30 September 2024, total persediaan INAI tercatat sebesar Rp457,95 miliar, turun 10,22% dari Rp510,07 miliar pada akhir 2023. Penurunan ini tampaknya merupakan langkah strategis untuk efisiensi, terutama di tengah tekanan harga bahan baku global yang melonjak. Persediaan ini menyumbang 31,69% dari total aset perusahaan yang mencapai Rp1,45 triliun.

Persediaan INAI terdiri dari empat komponen utama. Pertama, bahan baku yang mencakup 44,60% dari total persediaan, atau sebesar Rp204,35 miliar. Angka ini turun signifikan sebesar 12,97% dari Rp234,82 miliar di akhir 2023. Penurunan ini kemungkinan mencerminkan langkah INAI untuk mengurangi pembelian bahan baku akibat tingginya harga alumina, yang naik dari USD 350 menjadi USD 700 per ton di pasar global.

Kedua, barang dalam proses, yang menyumbang 24,14% dari total persediaan atau senilai Rp110,59 miliar. Ini juga mengalami penurunan sebesar 13,23% dari Rp127,45 miliar sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan bahwa INAI mungkin mengelola produksinya secara lebih konservatif, mengantisipasi penurunan permintaan atau upaya untuk menghindari kelebihan stok. Stok bakso Pak Toto lebih laris https://bit.ly/406gYAY

Ketiga, barang jadi yang siap dijual tercatat sebesar Rp132,91 miliar, atau 29,01% dari total persediaan. Angka ini turun lebih kecil, yaitu sebesar 3,55% dari Rp137,80 miliar. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tetap menjaga tingkat stok barang jadi untuk memenuhi permintaan pelanggan, meskipun aktivitas produksi cenderung menurun.

Terakhir, bahan pembantu dan lain-lain yang berjumlah Rp10,10 miliar, naik tipis 1,10% dari Rp9,99 miliar. Stabilitas pada kategori ini mengindikasikan bahwa INAI tetap menjaga pasokan bahan-bahan penunjang untuk memastikan kelancaran produksi dan kualitas produk yang konsisten.

Strategi pengelolaan persediaan ini menunjukkan bahwa INAI berusaha keras menjaga keseimbangan antara efisiensi biaya dan kesiapan operasional. Dengan menurunkan persediaan bahan baku dan barang dalam proses, perusahaan dapat mengurangi kebutuhan modal kerja. Namun, langkah ini juga membawa risiko jika permintaan tiba-tiba meningkat, terutama di pasar ekspor seperti Australia, Asia, dan Eropa, yang menjadi fokus utama perusahaan.

Revenue Anjlok

Pendapatan INAI per 30 September 2024 tercatat sebesar Rp828,15 miliar, turun 13,19% dari Rp953,96 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini cukup signifikan dan mencerminkan tantangan yang dihadapi perusahaan, baik di pasar domestik maupun ekspor. Pendapatan dari pasar domestik masih menjadi kontributor utama, sebesar Rp528,50 miliar atau 63,83% dari total revenue. Namun, angka ini turun 10,57% dibandingkan Rp591,00 miliar pada 2023. Sementara itu, pasar ekspor menyumbang Rp299,65 miliar atau 36,17% dari total pendapatan, turun lebih tajam sebesar 17,44% dari Rp362,96 miliar pada tahun sebelumnya.

Penurunan di pasar domestik kemungkinan disebabkan oleh melemahnya permintaan di sektor konstruksi dan manufaktur di dalam negeri. Sebagai produsen aluminium, INAI banyak bergantung pada industri-industri ini, dan perlambatan di sektor tersebut langsung berdampak pada penjualan. Di sisi lain, penurunan pendapatan ekspor yang lebih besar mencerminkan persaingan ketat di pasar global. Dominasi Tiongkok sebagai produsen aluminium terbesar di dunia, dengan harga yang sangat kompetitif, menjadi tantangan berat bagi INAI. Selain itu, fluktuasi harga aluminium global, yang pada Oktober 2024 berada di kisaran USD 2.521–2.617 per ton, juga memengaruhi daya saing produk INAI di pasar ekspor.

Meskipun pasar domestik memberikan kontribusi lebih besar, pasar ekspor tetap menjadi bagian penting dari pendapatan INAI, dengan porsi lebih dari 36%. Penetrasi INAI di pasar luar negeri, seperti Australia, Asia, dan Eropa, menunjukkan potensi besar untuk pertumbuhan, terutama dengan produk seperti bingkai panel surya yang mendukung tren energi baru terbarukan. Namun, penurunan pendapatan ekspor sebesar 17,44% menunjukkan perlunya strategi yang lebih agresif untuk menghadapi persaingan global dan memanfaatkan peluang dari defisit pasokan aluminium global yang diproyeksikan berlanjut hingga 2025.

Dampak dari penurunan pendapatan ini terlihat jelas pada margin laba kotor perusahaan. Dengan pendapatan yang berkurang, laba kotor hanya mencapai Rp65,13 miliar, atau 7,87% dari total pendapatan, tertekan oleh beban pokok penjualan yang mencapai Rp763,03 miliar. Hal ini menandakan bahwa tekanan pada biaya bahan baku dan operasional masih menjadi tantangan utama bagi INAI.

Pendapatan INAI mencerminkan kondisi pasar yang kompleks, baik domestik maupun global. Penurunan permintaan di pasar lokal, fluktuasi harga bahan baku, dan persaingan ketat di pasar ekspor menjadi faktor utama yang memengaruhi kinerja perusahaan. Untuk ke depan, INAI perlu memperkuat daya saing di pasar ekspor, mengembangkan produk-produk inovatif, dan meningkatkan efisiensi operasional guna menghadapi tantangan yang ada. Dengan strategi yang tepat, potensi pasar, terutama di sektor energi baru terbarukan, dapat menjadi pendorong pertumbuhan pendapatan di masa mendatang.

Pelanggan Mulai Susah Bayar

Piutang usaha INAI per 30 September 2024 tercatat sebesar Rp211,53 miliar, naik 11,90% dari Rp189,03 miliar pada akhir 2023. Peningkatan sebesar Rp22,50 miliar ini menjadikan piutang usaha menyumbang 14,64% dari total aset perusahaan yang mencapai Rp1,45 triliun. Kenaikan ini mencerminkan adanya perlambatan pembayaran dari pelanggan, yang perlu dikelola dengan baik agar tidak membebani arus kas perusahaan.

Menariknya, seluruh piutang usaha INAI berasal dari pihak ketiga, tanpa adanya piutang dari pihak berelasi. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan perusahaan sebagian besar berasal dari transaksi dengan pelanggan eksternal. Namun, laporan keuangan tidak merinci umur piutang—misalnya, apakah piutang masih dalam kategori lancar atau telah jatuh tempo. Hal ini menjadi perhatian penting karena piutang yang menunggak dapat menekan likuiditas. Pelanggan Pak Toto selalu bayar kas. https://bit.ly/406gYAY

Dengan pendapatan sebesar Rp828,15 miliar hingga September 2024, rasio piutang terhadap revenue mencapai 25,54%. Artinya, sekitar seperempat dari pendapatan INAI masih dalam bentuk piutang yang belum tertagih. Rasio ini tergolong tinggi dan menunjukkan pentingnya pengelolaan piutang yang lebih efisien untuk menjaga stabilitas arus kas operasional. Pada periode yang sama, arus kas operasional INAI mencatatkan nilai negatif Rp11,21 miliar. Dengan kondisi ini, peningkatan piutang dapat memperburuk tekanan likuiditas jika tidak segera tertagih.

Dari sisi risiko, piutang usaha yang meningkat dapat memperbesar risiko kredit, terutama jika pelanggan menghadapi kesulitan keuangan. Namun, laporan keuangan INAI tidak mencatat adanya cadangan untuk penurunan nilai piutang, yang menunjukkan bahwa perusahaan yakin dengan kualitas piutangnya saat ini.

Sebagai langkah mitigasi, INAI perlu menerapkan kebijakan kredit yang ketat, seperti melakukan analisis kelayakan kredit pelanggan sebelum memberikan fasilitas pembayaran. Selain itu, percepatan penagihan dan negosiasi ulang dengan pelanggan dapat membantu meningkatkan arus kas masuk. Diversifikasi pelanggan juga dapat mengurangi risiko jika sebagian besar piutang berasal dari pelanggan tertentu.

Pengelolaan piutang menjadi elemen penting dalam menjaga kesehatan finansial INAI. Dengan memastikan piutang tertagih tepat waktu, perusahaan dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi tekanan pada arus kas operasional yang saat ini berada di zona negatif. Pengawasan yang lebih ketat terhadap piutang juga menjadi langkah penting di tengah tantangan pasar aluminium global.

Masalah INAI

INAI menghadapi sejumlah tantangan besar yang membuatnya sulit mencetak laba. Masalah utama perusahaan terletak pada beban pokok penjualan (COGS) yang sangat tinggi, mencapai Rp763,03 miliar atau 92,11% dari total pendapatan Rp828,15 miliar per 30 September 2024. Dengan margin laba kotor yang hanya Rp65,13 miliar (7,87%), ruang untuk menutupi biaya operasional seperti beban administrasi dan umum sebesar Rp71,33 miliar menjadi sangat terbatas. Akibatnya, perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp75,42 miliar pada periode ini.

Penurunan pendapatan juga menjadi masalah serius bagi INAI. Pendapatan perusahaan turun 13,19% dibandingkan tahun sebelumnya, dari Rp953,96 miliar menjadi Rp828,15 miliar. Pasar domestik, yang biasanya menjadi andalan dengan kontribusi 63,83% dari pendapatan, mengalami penurunan 10,57% menjadi Rp528,50 miliar. Sementara itu, pendapatan dari pasar ekspor turun lebih tajam, sebesar 17,44%, menjadi Rp299,65 miliar. Penurunan ini mencerminkan lemahnya permintaan di sektor konstruksi domestik dan tekanan persaingan di pasar ekspor, terutama dari produsen besar seperti Tiongkok.

Dari sisi likuiditas, perusahaan juga menghadapi tekanan. Arus kas operasional tercatat negatif Rp11,21 miliar, sementara kas dan setara kas turun dari Rp29,52 miliar pada akhir 2023 menjadi Rp20,41 miliar pada 30 September 2024. Piutang usaha meningkat 11,90% menjadi Rp211,53 miliar, yang menyerap arus kas masuk dan menambah tekanan pada likuiditas perusahaan. Ketergantungan pada bahan baku impor seperti aluminium dan alumina, yang harganya fluktuatif di pasar global, juga menambah tantangan. Harga aluminium di pasar internasional pada Oktober 2024 berada di kisaran USD 2.521–2.617 per ton, sementara harga alumina melonjak dari USD 350 menjadi USD 700 per ton, memberikan tekanan besar pada biaya produksi. Berat beli tepung bakso Pak Toto https://bit.ly/406gYAY

Selain itu, beban bunga dari utang berbunga jangka pendek dan panjang yang masing-masing tercatat sebesar Rp440,86 miliar dan Rp300 miliar menjadi faktor tambahan yang membebani keuangan perusahaan. Ketergantungan pada pinjaman untuk mendukung operasional menunjukkan bahwa perusahaan perlu memperbaiki arus kas agar tidak semakin terjebak dalam tekanan utang.

Meski menghadapi banyak tantangan, INAI belum berada di ambang kebangkrutan. Aset lancar perusahaan sebesar Rp1.054,63 miliar masih lebih besar dibandingkan liabilitas jangka pendek Rp935,93 miliar, memberikan ruang bagi perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Dukungan dari Maspion Group sebagai induk usaha juga memberikan stabilitas tambahan bagi perusahaan. Namun, jika masalah seperti tingginya COGS, penurunan pendapatan, dan tekanan likuiditas tidak segera diatasi, risiko kesulitan keuangan di masa depan tetap ada.

Untuk memperbaiki situasi, INAI perlu fokus pada efisiensi operasional, seperti menekan biaya produksi dan overhead. Diversifikasi produk bernilai tambah, seperti komponen energi terbarukan, juga menjadi peluang untuk meningkatkan pendapatan. Selain itu, percepatan penagihan piutang dan pengelolaan utang yang lebih baik dapat membantu memperbaiki likuiditas. Dengan strategi yang tepat, INAI memiliki peluang untuk bangkit dan kembali mencetak laba di masa depan.

🌟 Profil INAI

PT Indal Aluminium Industry Tbk (INAI) adalah produsen aluminium yang berdiri sejak 1971 di Surabaya, Jawa Timur.

Bagian dari Maspion Group, memiliki akses ke sumber daya besar dan jaringan bisnis luas.

Fokus pada produksi aluminium ekstrusi untuk konstruksi, transportasi, dan energi, termasuk produk seperti bingkai panel surya.


💡 Pencapaian dan Pasar

Melayani pasar domestik (63,83% dari pendapatan) dan ekspor (36,17%) ke Australia, Asia, dan Eropa.

Di pasar domestik, INAI adalah salah satu penyedia utama untuk sektor konstruksi dan manufaktur.

Ekspor mendukung penetrasi di pasar internasional dengan standar kualitas global.


📉 Masalah Utama INAI

COGS yang Sangat Tinggi Rp763,03 miliar (92,11% dari pendapatan), menyisakan margin laba kotor hanya Rp65,13 miliar (7,87%).

Penurunan Pendapatan Total pendapatan turun 13,19% menjadi Rp828,15 miliar, dengan pasar domestik turun 10,57% dan ekspor turun 17,44%.

Tekanan Likuiditas Arus kas operasional negatif Rp11,21 miliar, dengan kas turun menjadi Rp20,41 miliar (turun dari Rp29,52 miliar). https://bit.ly/406gYAY


🌍 Peluang di Pasar Aluminium Global

Defisit Pasokan Global Membuka peluang untuk meningkatkan ekspor, khususnya di sektor energi terbarukan.

Diversifikasi Produk Bingkai panel surya menjadi produk strategis untuk memenuhi permintaan pasar hijau, khususnya di Eropa.


🚨 Tantangan Utama

Fluktuasi Harga Bahan Baku Aluminium di kisaran USD 2.521–2.617 per ton, alumina melonjak ke USD 700 per ton.

Persaingan dari Tiongkok Produsen terbesar dunia dengan dominasi 57% dari pasar global.

Peningkatan Piutang Usaha Naik 11,90% menjadi Rp211,53 miliar, menyerap likuiditas.

🔧 Strategi Perbaikan

1. Mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor dan meningkatkan efisiensi produksi.

2. Fokus pada produk bernilai tambah untuk meningkatkan margin laba.

3. Percepatan penagihan piutang dan pengendalian utang untuk memperbaiki arus kas.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Dan jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://bit.ly/3YGX6Dc

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/2

testes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy