$DRMA $MBMA $INCO
馃挧 CUKAI KARBON KENDARAAN DIUSULKAN GANTIKAN PPN 12 %. 馃挧
馃挧 BERBAGAI SITUS INTERNET SEDANG MEMBERITAKAN HAL INI. 馃挧
馃挧 BISA MEMBUAT HARGA JUAL MOTOR LISTRIK LEBIH MURAH. 馃挧
馃挧 BISA MEMBUAT HARGA MOBIL LISTRIK BISA LEBIH MURAH LAGI, TURUN RATUSAN JUTA RUPIAH. 馃挧
馃挧 CUKAI KARBON JADI OPSI YANG LEBIH MENGUNTUNGKAN DARIPADA PPN 12 % 馃挧
馃挧 ANDAI CUKAI KARBON KENDARAAN BERMOTOR BERLAKU, PEMERINTAH BISA DAPAT Rp 92 T PER TAHUN. 馃挧
馃挧 LEBIH BESAR DARI KENAIKAN PPN 1% YAITU 67 TRILIUN. 馃挧
馃挧 APALAGI JIKA KEBIJAKAN TERSEBUT DITERAPKAN DI SELURUH SEKTOR PEMBANGUNAN DAN INDUSTRI, MAKA SANGAT BESAR CUKAI YANG DI PEROLEH. 馃挧
馃挧 CUKAI KARBON BISA MEMBUAT INDONESIA MENJADI BAGIAN PENTING PASOK GLOBAL BATERAI KENDARAAN LISTRIK. 馃挧
馃挧DI MANA INDONESIA ADALAH PUSAT NIKEL DUNIA. NEGARA DENGAN KANDUNGAN NIKEL TERBESAR DUNIA. SALAH SATU BAHAN UTAMA BATERAI KENDARAAN LISTRIK. 馃挧
馃挧DAN PERUSAHAAN BATERAI SERTA
EMITEN TAMBANG NIKEL NASIONAL MENDAPAT KEUNTUNGAN BESAR. DAN SEMAKIN MEMPERBESAR PENERIMAAN NEGARA.馃挧
Penerapan cukai karbon untuk kendaraan bermotor masih menjadi wacana di Indonesia. Padahal, jika pemerintah benar-benar serius memberlakukan kebijakan tersebut, pemerintah bisa mendapatkan setoran pajak hingga Rp 92 triliun setiap tahunnya.
Sebelumnya pemerintah telah menerapkan pajak kendaraan bermotor berdasarkan karbon sejak Oktober 2021 lalu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 tahun 2019 mengenai peralihan penerapan pajak barang mewah kendaraan bermotor (PPnBM) dari yang semula berdasar bentuk kendaraan dan besaran mesin, menjadi berdasarkan tingkat emisi gas buang, serta efisiensi penggunaan bahan bakarnya.
Menyusul kebijakan tersebut, pemerintah juga diharapkan bisa menerapkan kebijakan susulan berupa cukai karbon untuk kendaraan bermotor. Cukai karbon diklaim bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi buat pemerintah pusat yang saat ini sedang gencar-gencarnya meningkatkan pemasukan. Saat ini, cukai karbon untuk kendaraan bermotor masih dalam tahap wacana di internal pemerintahan.
Menurut Direktur Eksekutif KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbel) Ahmad Safrudin, pemerintah bisa mengoptimalkan pemasukan dari sektor otomotif lewat cukai karbon. Pungutan yang dihasilkan cukai karbon bahkan diklaim bisa lebih besar daripada pungutan pajak lainnya.
"Terkait potensi cukai karbon, jika kita ingin memperoleh ruang fiskal baru, dalam konteks ini adanya ruang baru bagi pendapatan negara atau pendapatan pemerintah. Kan sekarang isunya pemerintah akan mencari income baru, sumber pendapatan baru.
Setelah dicari berbagai cara, tidak menemukan solusi. Maka diambil cara-cara kuno yaitu dengan cara menaikkan pajak (PPN)," bilang Safrudin dalam diskusi Opsi Laen PPN12%: Cukai Carbon Kendaraan Catatan Mitigasi Emisi Kendaraan Tahun 2024, di Jakarta, Senin (30/12/2024).
Lanjut Safrudin menjelaskan, cukai karbon bisa menjadi solusi atau jalan tengah selain PPN 12%. Pemerintah bisa menerapkan tax feebate dan tax rebate untuk kendaraan bermotor. "Tax feebate adalah pajak tambahan yang harus dipungut terhadap benda yang akan digunakan atau dibeli masyarakat. Sebaliknya, rebate, adalah insentif yang diberikan ke masyarakat,jika memenuhi persyaratan tertentu dalam mengonsumsi barang tertentu. Nah, persyaratan yang digunakan adalah standar (emisi) karbon," kata Safrudin lagi.
Berdasarkan riset KPBB, Safrudin mengatakan pemerintah bisa menghasilkan puluhan triliun rupiah tiap tahunnya dari penerapan cukai karbon. Itu bisa dihasilkan dari rata-rata penjualan satu juta unit mobil setiap tahunnya dan sekitar enam juta unit sepeda motor setiap tahunnya di Indonesia.
"Kami menghitung, sebenarnya pemerintah punya peluang pendapatan sekitar Rp 92 triliun dari cukai karbon kendaraan bermotor, jadi angkanya besar sekali. Coba dibanding dengan kenaikan PPN 1% (dari 11% menjadi 12%), itu paling tidak hanya Rp 67 triliun. Jadi (cukai karbon) lebih besar Rp 25 triliun (dari PPN 12%). Jadi kenapa pemerintah tidak memilih opsi (cukai karbon) seperti ini?," tanya Safrudin.
Pemerintah Indonesia disarankan memberlakukan cukai karbon untuk kendaraan bermotor. Selain bisa meningkatkan penerimaan negara, kebijakan tersebut dinilai mampu menurunkan harga jual mobil listrik, hingga ratusan juta rupiah.
"Terkait potensi cukai karbon, jika kita ingin memperoleh ruang fiskal baru, dalam konteks ini adanya ruang baru bagi pendapatan negara atau pendapatan pemerintah. Kan sekarang isunya pemerintah akan mencari income baru, sumber pendapatan baru," buka Direktur Eksekutif KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbel) Ahmad Safrudin dalam diskusi Opsi Laen PPN12%: Cukai Carbon Kendaraan Catatan Mitigasi Emisi Kendaraan Tahun 2024, di Jakarta (30/12/2024).
Lanjut Safrudin menjelaskan, cukai karbon bisa jadi solusi atau jalan tengah yang lebih adil. Kebijakan tersebut langsung memiliki dua dampak,
Pertama penerimaan negara bakal meningkat,
Kedua harga jual mobil listrik bisa lebih murah sehingga bisa meningkatkan daya tarik buat konsumen. Kebijakan cukai karbon bisa dituangkan lewat skema tax feebate dan tax rebate.
"Tax feebate adalah pajak tambahan yang harus dipungut terhadap benda yang akan digunakan atau dibeli masyarakat. Sebaliknya, rebate, adalah insentif yang diberikan ke masyarakat, jika memenuhi persyaratan tertentu dalam mengonsumsi barang tertentu. Nah, persyaratan yang digunakan adalah standar (emisi) karbon," sambung Safrudin.
Dikatakan Safrudin, pemerintah bisa menentukan standar ukuran untuk emisi gas buang kendaraan bermotor. Contohnya, pemerintah menerapkan standar karbon 118 g/km untuk kendaraan roda empat
penumpang atau light duty vehicle seperti sedan, MPV, dan sebagainya. Jadi kendaraan yang karbonnya melebihi standar ketentuan bisa dikenakan cukai per gramnya.
"Hitungan kami sekitar Rp 2.250.000 ribu pergramnya. Jika dikalikan, misalnya kendaraan MPV yang di Indonesia saat ini rata-rata karbonnya adalah 200 g/km, berarti ada kelebihan karbon sekitar 82 g. 82 g dikalikan Rp 2.250.000, maka kurang lebih sekitar Rp 180 juta cukai karbon yang harus dibayar. Angka ini yang akan menambah harga penjualan dari kendaraan tadi," ungkap Safrudin.
Safrudin mencontohkan, sebuah kendaraan MPV yang dijual dengan harga Rp 460 juta. Lalu setelah dikenakan cukai karbon, maka harganya akan ditambah sebesar Rp 180 juta, sehingga harganya di pasaran totalnya menjadi sekitar Rp 640 juta.
Sebaliknya, kendaraan rendah karbon yang gas buangnya di bawah standar yang ditetapkan, maka berhak mendapatkan insentif. "Misalnya, Battery Electric Vehicle harganya Rp 700 jutaan dengan rata-rata
emisi karbonnya hanya kisaran 50-60 g/km, sehingga di sana ada angka sekitar 58 g emisi karbon di bawah standar. Jadi jika 58 g dikalikan dengan Rp 2.250.000, maka ada sekitar Rp 135 juta yang bisa mengurangi harga mobil listrik itu. Jadi awalnya harga Rp 700 juta, dikurangi Rp 135 juta, jadi harganya hanya tinggal Rp 565 juta. Dengan demikian di pasar menjadi kelihatan, harga mobil dengan karbon rendah punya harga lebih murah," jelas Safrudin.
"Potensi cukai ini sebesar Rp92 triliun/tahun (netto), jauh lebih besar ketimbang tambahan 1 persen dari kenaikan PPN yang hanya Rp67 triliun/tahun," ujar Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis
Selain meningkatkan pendapatan negara, Ahmad menegaskan bahwa penerapan cukai karbon juga dapat berkontribusi pada mitigasi krisis iklim global yang semakin mengkhawatirkan.
Menurutnya cukai karbon Rp92 triliun per tahun dari kendaraan bermotor akan diperoleh oleh pemerintah apalagi jika kebijakan tersebut diterapkan di seluruh sektor pembangunan dan industri, maka sangat besar cukai yang diperoleh.
Jumlah tersebut, lanjutnya, adalah netto setelah dikurangi insentif fiskal yang dialokasikan sebagai reward bagi kendaraan emisi karbon rendah (net-zero emission vehicle/NZE).
Net-ZEV adalah trenglobal saat ini yang mengandalkan power-train (tenaga penggerak) berupa motor listrik berbasis battery (battery electric vehicle/BEV).
Ahmad juga menekankan bahwa BEV sebagai net-ZEV memberikan keunggulan kompetitif bagi Indonesia. Negara ini memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah untuk komponen utama BEV, seperti nikel (Ni), kobalt (Co), dan rare earth, yang mendukung pengembangan baterai. Selain itu, prototipe BEV yang telah berhasil dikembangkan oleh talenta dalam negeri menunjukkan peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi bagian penting dari rantai pasok global BEV.
"Efisiensi energi adalah sebuah keniscayaan demi ketahanan energi nasional sekaligus mencegah menyusutnya pendapatan negara akibat tingginya beban penyediaan pasokan energi (BBM) nasional," tambah Ahmad. Ahmad juga menegaskan bahwa mitigasi emisi karbon merupakan amanat global sebagaimana tercantum dalam Paris Agreement, yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016. "Komitmen ini bertujuan untuk menjaga kenaikan suhu global agar tidak melebihi 1,5 derajat Celsius pada tahun 2100," pungkasnya.