2025 Sektor Apa yang Booming?
Kebiasaan investor ritel dan institusi tiap awal tahun adalah meramal tahun depan sektor apa atau saham apa yang bisa booming dan bikin kaya mendadak dan bisa bikin beli McLaren di sepanjang tahun.
Di tahun 2024 itu nampaknya yang booming adalah saham 9 naga dan kripto. Di 2025, apakah trend yang sama akan berulang? Entah lah. Saya pun tak tahu.
Perlu diingat, di 2025 sudah ada aturan legalisasi bandar saham. Bandar bisa goreng saham yang penting lapor ke BEI dan OJK. Tinggal kita lihat saja nanti efeknya apa. Yang pasti aturan ini ndak ngefek ke dividen investor https://bit.ly/3OZWjZR
Shortsell bisa ✅
Legalisasi bandar saham ✅
Tinggal aturan ARA dan ARB yang harus dihapuskan.❌
Kalau ARA dan ARB dihapuskan, bakalan lebih menarik IHSG. Langsung menjadi bursa negara maju seperti Nasdaq.
Kalau melihat kebijakan pemerintah Prabowo yang katanya mau fokus di program makan siang gratis hingga rela menaikkan pajak, maka menurut saya perusahaan yang bergerak di pick and shovel pangan. Upgrade skill aja https://bit.ly/3YGX6Dc
Program unggulan pemerintahan baru 2025 telah ditampung di belanja K/L sebesar Rp121 triliun. Belanja tersebut mencakup program makan bergizi gratis sebesar Rp71,0 triliun yang akan dikelola oleh Badan Gizi Nasional. Sangat banyak.
Oleh karena itu menurut saya tahun 2025 jadi momen menarik untuk sektor pangan seperti $BISI CPRO dan logistik seperti $GOTO dan $ASSA, terutama dengan program makan siang gratis yang menjadi salah satu fokus besar pemerintah. Dari total belanja negara dalam APBN 2025 sebesar Rp 3.621,3 triliun, alokasi untuk ketahanan pangan mendapat perhatian khusus. Pemerintah mencadangkan anggaran signifikan untuk mendukung program ini, termasuk meningkatkan produksi lokal dan memperbaiki distribusi bahan pangan.
Program makan siang gratis ini tidak hanya sekadar memberi makanan bergizi kepada anak-anak sekolah, tapi juga bertujuan mengatasi masalah gizi buruk yang masih jadi tantangan di beberapa daerah. Dengan anggaran pendidikan sebesar Rp 724,3 triliun, sebagian dana tersebut digunakan untuk mendukung program ini, termasuk pengadaan makanan, pelatihan tenaga dapur, dan pengelolaan logistik. Targetnya, jutaan siswa di seluruh Indonesia dapat menikmati makan siang sehat setiap hari.
Di sektor pangan, pemerintah juga mendorong kemandirian dengan alokasi tambahan untuk infrastruktur irigasi dan bendungan sebesar Rp 60,6 triliun. Proyek ini diharapkan meningkatkan produksi beras dan hasil tani lainnya. Misalnya, daerah seperti Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, yang dikenal sebagai lumbung padi nasional, akan mendapat prioritas dalam pembenahan sistem irigasi.
Tidak hanya itu, program pemberdayaan petani juga mendapat dorongan melalui alokasi khusus untuk subsidi pupuk dan bantuan alat pertanian modern. Anggaran subsidi pupuk dipatok sebesar Rp 25 triliun, diharapkan bisa menekan biaya produksi petani. Selain itu, pemerintah bekerja sama dengan koperasi dan perusahaan agribisnis untuk memastikan distribusi hasil panen berjalan lancar.
Program makan siang gratis ini juga membawa dampak ke industri makanan olahan. Perusahaan seperti BISI CPIN ULTJ CMRY ICBP dan MYOR berpotensi mengambil bagian dalam pengadaan makanan siap saji atau bahan pangan yang digunakan dalam program ini. Selain itu, perusahaan lokal kecil yang memproduksi makanan sehat juga bisa mendapat peluang kerja sama dengan pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga mengintegrasikan program ini dengan upaya mengurangi limbah makanan. Ada rencana mengedukasi masyarakat, termasuk siswa sekolah, tentang pentingnya mengelola sisa makanan. Ini melibatkan kerja sama dengan startup teknologi yang bergerak di bidang logistik pangan untuk memastikan distribusi makanan lebih efisien dan mengurangi pemborosan.
Program ini tak hanya soal konsumsi, tetapi juga soal keberlanjutan. Pemerintah menggandeng petani lokal untuk memasok bahan pangan segar. Dengan begitu, rantai pasok dari petani ke sekolah bisa lebih pendek, menekan biaya distribusi sekaligus meningkatkan pendapatan petani.
Dari segi ekonomi, program makan siang gratis ini bisa menjadi motor penggerak sektor pangan secara keseluruhan. Dengan melibatkan banyak pihak, dari petani, koperasi, hingga industri makanan, roda ekonomi di pedesaan maupun perkotaan bisa berputar lebih cepat. Target pemerintah adalah menciptakan multiplier effect yang nyata dari program ini.
Tantangan tentu ada, mulai dari distribusi makanan ke daerah terpencil hingga memastikan anggaran tepat sasaran. Namun, jika dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi salah satu langkah besar pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Program makan siang gratis di APBN 2025 ini lebih dari sekadar kebijakan sosial. Ini adalah langkah strategis yang dirancang untuk menciptakan ekosistem pangan yang lebih kuat, sehat, dan berkelanjutan, sekaligus mengurangi kesenjangan gizi di Indonesia.
Program besar seperti makan siang gratis dalam APBN 2025 tentu tidak lepas dari risiko korupsi. Dengan anggaran pendidikan sebesar Rp 724,3 triliun, termasuk alokasi untuk makan siang gratis, pengelolaan dana yang besar ini membuka peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran di berbagai tingkat, mulai dari pengadaan bahan makanan hingga distribusinya ke sekolah-sekolah.
Salah satu area rawan korupsi adalah pengadaan bahan makanan. Dalam proses ini, harga bisa digelembungkan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Misalnya, kontrak pengadaan bahan pangan segar atau makanan siap saji bisa diberikan kepada perusahaan tertentu dengan markup harga yang tidak wajar. Hal ini sering terjadi jika tidak ada transparansi dalam proses tender.
Distribusi makanan juga menjadi titik lemah lainnya. Makanan yang seharusnya dikirim ke daerah-daerah terpencil sering kali tidak sampai karena alasan logistik atau sengaja diselewengkan. Misalnya, makanan yang layak konsumsi bisa diganti dengan kualitas yang lebih rendah untuk menghemat biaya, sementara selisih anggaran masuk ke kantong oknum tertentu.
Selain itu, laporan fiktif juga menjadi modus korupsi yang umum. Sekolah atau pihak pengelola program bisa saja melaporkan jumlah penerima manfaat yang lebih besar dari realitas untuk mengklaim anggaran tambahan. Misalnya, satu sekolah melaporkan bahwa mereka memberikan makan siang kepada 500 siswa, padahal siswa yang hadir hanya 300 orang.
Kemudian, ada juga risiko pada level pengelolaan dana operasional. Anggaran untuk pelatihan tenaga dapur, transportasi, atau logistik sering kali menjadi sasaran penyelewengan. Misalnya, anggaran untuk pelatihan di sebuah daerah bisa di-markup dengan biaya tinggi, sementara kegiatan yang dilaporkan tidak benar-benar dilaksanakan.
Korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menghambat manfaat langsung yang seharusnya diterima oleh masyarakat. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan makanan bergizi justru tidak merasakan dampak nyata dari program ini. Di sisi lain, kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa menurun drastis jika skandal korupsi mencuat.
Untuk mencegah hal ini, pengawasan yang ketat dan transparansi adalah kunci. Pemerintah harus memastikan semua proses, mulai dari pengadaan hingga distribusi, dilakukan secara terbuka. Sistem teknologi seperti aplikasi berbasis blockchain bisa digunakan untuk melacak aliran dana dan distribusi makanan agar tidak ada celah untuk korupsi.
Selain itu, melibatkan masyarakat lokal dan lembaga independen sebagai pengawas bisa menjadi langkah penting. Jika masyarakat merasa dilibatkan, mereka cenderung lebih aktif melaporkan jika ada penyimpangan. Lembaga anti-korupsi seperti KPK juga harus diberdayakan untuk mengawasi proyek besar ini sejak awal hingga evaluasi akhir.
Dengan langkah-langkah tersebut, risiko korupsi dalam program makan siang gratis ini bisa diminimalkan, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat, terutama anak-anak yang menjadi target utama.
Korupsi dalam program makan siang gratis bisa terjadi di sepanjang rantai pelaksanaannya, mulai dari perencanaan anggaran hingga distribusi makanan ke sekolah-sekolah. Dengan anggaran pendidikan sebesar Rp 724,3 triliun dan sebagian besar diarahkan untuk program ini, risiko penyelewengan sangat mungkin terjadi jika tidak ada pengawasan ketat. Dari tahap awal hingga akhir, ada banyak celah yang bisa dimanfaatkan oknum untuk mengambil keuntungan pribadi.
Di tahap perencanaan, potensi korupsi muncul melalui penggelembungan anggaran. Misalnya, biaya pengadaan bahan makanan atau logistik dilaporkan lebih tinggi dari kebutuhan sebenarnya. Bayangkan saja, harga bahan makanan seperti beras atau sayuran bisa dinaikkan jauh di atas harga pasar. Jika harga pasar untuk beras premium adalah Rp 12 ribu per kilogram, laporan pengadaan bisa mencatat Rp 15 ribu. Selisihnya? Masuk ke kantong oknum.
Masuk ke tahap tender, masalah lain bisa muncul. Perusahaan tertentu bisa diarahkan untuk memenangkan kontrak pengadaan bahan makanan. Kolusi antara penyedia jasa dan panitia tender menjadi hal lumrah dalam skenario ini. Bahkan, perusahaan yang menang sering kali tidak memiliki kemampuan teknis memadai, sehingga kualitas bahan makanan yang disediakan menjadi rendah.
Distribusi makanan juga tidak luput dari masalah. Makanan yang seharusnya sampai ke daerah terpencil sering kali dilaporkan hilang atau rusak di perjalanan. Akibatnya, anak-anak di sekolah-sekolah tersebut tidak menerima makanan yang mereka butuhkan. Lebih parah lagi, makanan yang seharusnya gratis ini bisa dijual kembali di pasar lokal oleh oknum tertentu.
Di tingkat sekolah, modus lain muncul. Kepala sekolah atau pengelola program bisa melaporkan jumlah siswa yang menerima makanan lebih besar dari kenyataan. Misalnya, laporan menyebutkan 500 siswa menerima makan siang, padahal hanya ada 300 siswa. Selisih anggaran untuk 200 siswa ini sering kali menguap tanpa jejak.
Tidak hanya itu, dana operasional seperti biaya transportasi atau pelatihan tenaga dapur juga bisa menjadi ladang korupsi. Transportasi yang sebenarnya hanya memakan biaya Rp 5 juta, misalnya, bisa dilaporkan Rp 10 juta. Pelatihan yang seharusnya dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas dapur malah hanya dilakukan formalitas, tetapi anggaran tetap dilaporkan penuh.
Masalah berlanjut di tahap pengawasan. Oknum di lembaga pengawas atau auditor bisa saja menerima suap untuk menutupi penyimpangan yang terjadi. Laporan keuangan program mungkin terlihat rapi di atas kertas, padahal realitasnya jauh berbeda. Pengawasan yang lemah hanya memperkuat peluang korupsi berulang di tahun-tahun berikutnya.
Akhirnya, makanan sisa atau makanan yang tidak disalurkan sering kali tidak dibuang begitu saja. Dalam banyak kasus, makanan ini dijual kembali di pasar gelap. Uang hasil penjualan biasanya dibagi di antara oknum di berbagai tingkat, mulai dari distributor hingga pengelola sekolah.
Kalau dibiarkan, dampaknya tentu sangat buruk. Anak-anak yang seharusnya menerima manfaat gizi malah tidak mendapat apa-apa. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga bisa runtuh. Pada akhirnya, program yang bertujuan baik ini malah menjadi beban tambahan bagi negara.
Mencegah korupsi seperti ini memerlukan transparansi dan pengawasan yang kuat. Pemerintah bisa memanfaatkan teknologi, seperti sistem blockchain, untuk melacak aliran dana dan distribusi makanan secara real-time. Selain itu, melibatkan masyarakat dalam pengawasan program bisa menjadi langkah strategis untuk memastikan setiap rupiah digunakan sebagaimana mestinya.
Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% di tahun 2025 menjadi salah satu kebijakan yang menuai perhatian besar. Pemerintah menganggap langkah ini sebagai cara untuk memperkuat penerimaan negara yang ditargetkan mencapai Rp 3.005,1 triliun dalam APBN 2025. Namun, dampaknya terasa di berbagai sektor, termasuk program makan siang gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Reaksi masyarakat terhadap kebijakan ini cukup beragam, dari penerimaan hingga protes, tergantung pada pemahaman dan dampaknya langsung terhadap kehidupan sehari-hari.
Khusus untuk program makan siang gratis, kenaikan PPN bisa memengaruhi biaya pengadaan bahan pangan. Dengan tarif yang lebih tinggi, harga kebutuhan pokok seperti beras, daging, dan sayuran berpotensi naik. Misalnya, harga beras yang awalnya Rp 12 ribu per kilogram bisa meningkat menjadi Rp 12.120. Meski kenaikannya terlihat kecil, dalam skala besar seperti program makan siang nasional, dampaknya bisa signifikan. Biaya tambahan ini bisa membebani anggaran program atau bahkan mengurangi jumlah makanan yang disediakan.
Untuk pembangunan IKN, kenaikan PPN juga berpengaruh pada biaya material konstruksi. Dengan anggaran besar untuk proyek ini, seperti alokasi Rp 60,6 triliun untuk infrastruktur, tarif pajak yang lebih tinggi akan menambah beban pengeluaran. Sebagai contoh, harga semen yang sebelumnya Rp 70 ribu per sak bisa naik menjadi Rp 71.400. Ini bisa memengaruhi target pembangunan, terutama jika anggaran tidak dioptimalkan.
Di sisi lain, pemerintah juga memperkenalkan program Coretax, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem perpajakan melalui digitalisasi dan pengawasan lebih ketat. Coretax diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan mempersempit ruang bagi kebocoran pendapatan negara. Dalam konteks ini, dana tambahan dari kenaikan PPN mungkin bisa lebih efektif dialokasikan untuk mendanai program makan siang gratis dan percepatan pembangunan IKN.
Namun, masyarakat merespons kebijakan ini dengan campuran antara penerimaan dan kekecewaan. Bagi sebagian orang, terutama yang berada di kelas menengah bawah, kenaikan PPN dirasakan langsung dalam bentuk kenaikan harga kebutuhan sehari-hari. Biaya hidup yang semakin tinggi, terutama untuk makanan dan kebutuhan pokok, sering kali memicu rasa frustrasi. Protes dari kelompok ini biasanya muncul karena mereka merasa tidak mendapatkan manfaat langsung dari proyek besar seperti IKN atau program makan siang gratis.
Di sisi lain, ada juga masyarakat yang memahami bahwa kenaikan PPN adalah langkah yang diperlukan untuk mendukung pembangunan nasional. Bagi mereka, kebijakan ini bisa diterima jika pemerintah transparan dalam pengelolaan anggaran dan program yang dibiayai benar-benar membawa manfaat nyata. Keberhasilan program makan siang gratis dan pembangunan IKN menjadi kunci apakah masyarakat akan mendukung atau menolak kebijakan ini dalam jangka panjang.
Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan kenaikan PPN dan implementasi Coretax berjalan efektif dan transparan. Jika masyarakat melihat hasil nyata dari dana yang mereka kontribusikan, seperti meningkatnya gizi anak-anak melalui makan siang gratis atau percepatan pembangunan IKN, kepercayaan terhadap pemerintah bisa meningkat. Sebaliknya, jika pengelolaan dana tidak efisien atau ada isu korupsi, kenaikan PPN ini bisa menjadi pemicu ketidakpuasan yang lebih besar. Dengan komunikasi yang baik dan hasil nyata, dampak negatif dari kebijakan ini dapat diminimalkan, dan masyarakat mungkin lebih menerima perubahan yang ada.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
(caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan
https://stockbit.com/post/13223345
Dan jangan lupa kunjungi Pintarsaham di sini
https://bit.ly/3QtahWa
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://bit.ly/3YGX6Dc
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
https://bit.ly/44osZSV
https://bit.ly/47hnUgG
https://bit.ly/47eBu4b
https://bit.ly/3LsxlQJ
1/3