Menanti Kebangkitan BTPS pada Lap Terkahir 2024
Profil Perseroan
Bank BTPN Syariah Tbk. atau dikenal dengan ticker code $BTPS, adalah sebuah anak usaha syariah dari Bank SMBC Indonesia Tbk. (dahulu Bank BTPN). Perseroan berdiri pada tahun 2010 sebagai Unit Bisnis Syariah Bank SMBC lalu kemudian di spin off untuk menjadi sebuah entitas sendiri pada tahun 2014. BTPS telah mengambil kesepakatan dengan induknya bahwa Induk akan menyasar market menengah keatas, sedangkan BTPS akan menyasar market ultra mikro. Per Juli 2020 perseroan telah resmi menjadi Bank BUKU 3 dan KBMI 2 dengan Modal inti lebih dari 6 triliun rupiah pada Oktober 2021
Model Bisnis
BTPS menyasar niche market dengan menjadi satu dari sedikit lembaga keuangan Syariah yang menyasar kelompok masyarakat pra sejahtera (productive poor) yang belum tersentuh oleh lembaga keuangan formal. Perseroan memfokuskan target nasabah pembiayaan kepada para wanita karena perseroan meyakini bahwa jika para wanita berdaya maka keluarganya pun juga akan berdaya. Sebagai sebuah bank, tentu perseroan juga berperan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari orang yang ‘berduit’ untuk disalurkan kepada orang yang ‘butuh duit’. Perseroan menargetkan funding atas kelompok perseorangan pada pendapatan middle, high income & very rich, hingga Large & medium companies untuk kemudian akan disalurkan kepada para wanita productive poor dengan Loan Size sebesar IDR 5 Juta hingga IDR 45 Juta (gambar 2).
Perseroan mengadopsi suatu model bisnis yang sangat unik berbeda dari $BRIS , dimana para Community Officer akan turun langsung ke lapang untuk menghampiri para ibu-ibu untuk ditawari program pembiayaan dari perseroan sekaligus pemberian pelatihan secara intensif dengan memberikan motivasi untuk memulai bisnis, disiplin, kerja keras dan solidaritas. Dari program tersebut para ibu-ibu ini akan dibentuk menjadi suatu kelompok yang beranggotakan 10-15 orang dan akan berkumpul setiap 2 minggu sekali untuk saling berbagi informasi, bertanya jikalau ada kesulitan dalam berusaha dan sekaligus wadah untuk men collect pembayaran bagi perseroan.
Keunggulan Kompetitif
Data Bank Dunia yang dirilis pada tahun 2021 menunjukkan bahwa tingkat unbanked (tidak memiliki rekening bank) di Indonesia mencapai 48% dari populasi orang dewasa atau sekitar 97.74 orang. Dari 97 juta tersebut, manajemen mengungkapkan bahwa perseroan telah memiliki eksposure kepada 13 juta orang di 23 provinsi tanpa harus melebarkan ekspansi pada daerah-daerah lain. Angka ini menunjukkan peluang pasar yang sangat luas dan prospek pembiayaan pada segmen ultra mikro begitu menjanjikan.
Seperti dijelaksan diatas, potensi market ultra mikro masih sangat lah besar. Tentu dimana ada gula di situ ada semut. Salah satu penantang kuat di industri saat ini adalah PNM dengan backup $BBRI dibelakangnya. Bank BRI menjadi satu dari sedikit bank yang telah terbukti selama berpuluh-puluh tahun dapat masuk dan bertahan di pasar mikro sedangkan banyak bank besar lain yang berusaha dan gagal. Di proyeksi PNM dan BTPS akan menjadi duopoly di dalam penyaluran pembiayaan pada market ultra mikro. PNM memiliki keunggulan dari sisi capital, sumber daya, dan data yang kuat dari BRI sedangkan BTPS telah teruji model bisnis komunitasnya dengan profitabilitas yang luar biasa
Semakin rendah sasaran pembiayaan/pinjaman suatu bank semakin beresiko pula kreditnya. Hal ini disadari betul oleh perseroan sehingga perseroan harus berhati-hati dalam hal penyaluran kredit. Hal ini juga meningat bahwa penyaluran kredit perseroan tidak memerlukan agunan apapun dan hanya mengandalkan tingkat kepatuhan kehadiran pertemuan untuk memberikan ‘tekanan sosial’ apabila terjadi gagal bayar. Seluruh risiko bisnis tersebut tentu harus diimbangi dengan reward yang memadai bagi perseroan. Hal ini menimbulkan fenomena blessing in disguise bagi perseroan yang mana akibat risiko bisnis yang dihadapi perseroan, perseroan dapat menerapkan rate bagi hasil (disebut bunga dalam perbankan konvensional) yang tinggi mencapai 25%-30% kepada para debitur nya. Hal tersebut menyebabkan NOM yang tinggi bagi perseroan mencapai 6.11% (gambar 3) lebih tinggi dibanding perbankan syariah lainnya dan bahkan lebih tinggi dibanding industri pada umumnya yang berkisar di angka 4%-6%. Angka ini pun sudah jatuh dibanding NOM BTPS tahun 2021 dan 2022 yang mencapai 12%.
Performa Keuangan
Salah satu matriks yang paling mencerminkan performa dari emiten perbankan adalah Return On Asset. ROA sudah menghitung Cost of credit, Pembentukan CKPN dan Biaya Operasional sebuah emtien. BTPS sendiri menunjukkan performa yang luar biasa dengan ROA sebelum pandemi berkisar di angka 13%, selama periode pandemi masih solid dengan 11% dan menurun drastis hingga di angka 6% pada 2023 dan 2024 (gambar 4). Penurunan ini pun masih lebih tinggi dibanding rerata industri yang berada di angka 3%, dan Bisnis Unit Syariah di 2%. Penurunan ini diakibatkan oleh memburuknya kualitas kredit yang disalurkan oleh BTPS yang mengakibatkan NPF (gambar 5) meningkat dan mengharuskan perseroan untuk melakukan pencadangan secara ekstrim dengan Loan Provision Coverage di angka 363% pada Desember 2023.
Namun di sisi lain BTPS masih sangat kuat dari sisi kecukupan modalnya. Angka CAR BTPS per Q3 2024 adalah 50.18% jauh diatas industri yang berada di 26.2% dan jauh diatas ketentuan OJK di 14%. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun terjadi penurunan kualitas aset tetapi BTPS masih tergolong sehat jika dilihat dari modal inti perusahaannya.
Analisa Kualitatif
Bank BTPN Syariah kini telah existing di 23 Provinsi, lebih dari 2600 Kecamatan, 265 ribu Komunitas dan melayani 3.8 juta nasabah aktif dengan rerata ticket size di IDR 2.5 Juta. Manajemen menyampaikan bahwa perseroan sejatinya masih memiliki ruang untuk meningkatkan ticket size hingga IDR 45 Juta rupiah dan masih dapat merambah pada 13 juta calon nasabah potensial kedepannya. Jika kita berandai-andai bahwa kondisi perekonomian Indonesia akan stagnan, kelas ultra micro akan jalan di tempat dan BTPS tidak mampu untuk menambah ticket size nya lagi. Maka manajemen hanya bisa berharap pertumbuhan pendapatan kedepan melalui volume pembiayaan kepada nasabah-nasabah baru. Dengan skenario pesimis itupun masih terdapat potensi upside lebih dari 250% pendapatan lagi bagi perseroan.
Namun manajemen juga mengatakan bahwa dengan kondisi yang tak menentu seperti dewasa ini, diperlukan adanya perhatian khusus dalam hal penyaluran kredit. Mengingat akan write off FY 2023 sudah mencapai IDR 1.5T, tertinggi sepanjang sejarah perseroan berdiri. Manajemen sendiri juga telah mengambil sikap akan hal tersebut, yang mana penyaluran kredit Murabahah turun 13% YTD, sedangkan penyaluran kredit Musyarakah naik 1905% YTD. Penulis sendiri berpendapat bahwa manajemen mencoba untuk mendiversifikasikan penyaluran kreditnya dimana akad Murabahah yang berupa transaksi jual-beli dengan menerapkan margin dirasa lebih beresiko dibanding akad Musyarakah yang mana kedua belah pihak menanamkan modal dalam suatu usaha dengan pembagian risiko proporsional. Akad Musyarakah lebih menekankan kepada pembagian bagi hasil dan risiko sesuai dengan modal disetor sehingga risiko akan ditanggung secara bersama-sama oleh Bank dan Pelaku Usaha(Debitur). Hal ini akan mengurangi beban risiko di pihak perseroan. Mungkin ini juga yang menjadi alasan manajemen kenapa tidak menerapkan akad Mudharabah yang beban risikonya berada penuh di sisi perseroan.
Kemudian yang menjadi salah satu concern utama bagi para calon investor BTPS adalah begitu kecilnya prosentase CASA dari BTPS. Hal ini mengingat CASA BTPS hanya berkisar di angka 25%-29%. Tentu jika kita hanya melihat dari kacamata tradisional angka ini sedikit menghawatirkan. Namun manajemen mengatakan bahwa sejak pertama kali dibangun, BTPS tidak dalam kapasitas untuk memperebutkan CASA dengan bank-bank besar lainnya. BTPS lebih memilih untuk bersikap konservatif dan meyerahkan keputusan kepada para nasabah apakah akan meletakkan dana nya pada CASA atau Deposito. Manajemen lebih memilih untuk berfokus untuk menjaga cost of fund agar tetap rendah.
Dan demi menjawab tantangan zaman, BTPS juga telah meluncurkan Tepat Mobile, sebuah aplikasi Mbanking yang diharapkan dapat melayani para calon nasabah baru dan meng collect pendanaan murah secara lebih luas. Selain itu perseroan juga meluncurkan pelbagai aplikasi yang dapat membantu para nasabah seperti bestee ku yang berisi pembelajaran gratis, warung tepat untuk para agen bank BTPS serta kita bestee dan learning sharia bagi para pegawai Bank BTPS.
Tantangan
Perseroan menghadapi tantangan yang hebat dari fenomena deflasi dan pelemahan daya beli yang terjadi. Masyarakat target market perseroan adalah kelompok masyarakat yang paling rentan akan perubahan pola konsumsi dan inflasi yang terjadi di Indonesia. Covid-19 telah lama usai namun pemulihan ekonomi pada masyarakat menengah kebawah tidak berjalan secepat pada kelompok menengah keatas.
Keberkahan hadir pada waktu Covid-19 berlangsung selama 2020-2022 yang mana program bantuan dari pemerintah sangat digalakkan yang pada akhirnya dapat memutar roda perekonomian dan debitur dapat membayar angsuran kepada perseroan. Namun situasi berubah sejak pertengah tahun 2023 yang mana status pandemi telah dicabut dan program bantuan kepada masyarakat pada waktu covid juga dicabut. Dari dicabutnya insentif tersebut baru memunculkan masalah sesungguhnya bagi perseroan. Banyak debitur yang gagal bayar menyebabkan angka restrukturisasi yang tinggi, penghapus bukuan terus meningkat, dan pencadangan yang begitu masif pun dirasa masih kurang. Selama tahun 2023 perseroan telah mencadangkan 1.8T yang membuat laba bersih turun 39% YoY dan Cost of Credit di angka 16.4%.
Kondisi Covid-19 juga menimbulkan pembatasan pertemuan bagi para komunitas yang menimbulkan turunnya tingkat kehadiran dan kelak akan menimbulkan permasalahan pada tahun berikutnya. Perseroan terus berusaha untuk mendisiplinkan kembali para anggota komunitas untuk hadir dengan pemberian reward kepada anggota yang disiplin hadir berupa uang tunai dan kemudahan untuk menaikkan ticket size pembiayaannya. Usaha ini cukup berhasil untuk menaikkan rate kehadiran para anggota komunitas yang sebelumnya berada di angka 50-60% pada 2022, yang kemdian meningkat menjadi 75% pada 2023 dan per Q3 2024 sudah mencapai 85%. .
Valuasi
EPS pada 2025 diproyeksi masih akan flat pada range 141/lembar saham dibanding dengan EPS Ann 2024 pada 136/lembar saham. Dengan harga penutupan 915 pada 27-12-2024 mencerminkan untuk tahun 2024 PE 6.72 dan PBV 0.76, dan PE 2025 pada 6.48. Valuasi diatas dirasa cukup atraktif yang mana perseroan cukup pantas dihargai pada PE 12-13. Harga penutupan pada 915 tersebut mencerminkan MOS lebih dari 50%. Namun perlu diperhatikan bahwa faktor growth merupakan salah satu kunci bagi suatu saham untuk dapat diapresiasi oleh pasar. Sehingga kinerja BTPS perlu terus dipantau dari waktu ke waktu mengingat pemulihan kondisi perkenomian Indonesia terkhusus pada kelas menengah ke bawah dirasa masih sulit.
Kesimpulan
Satu pertanyaan penting yang perlu dijawab oleh pemegang saham maupun calon pemegang saham BTPS adalah apakah menurunnya kinerja BTPS selama tahun 2023 dan 2024 adalah temporer atau permanen? Apakah terjadi pemburukan kualitas bisnis atau hanya faktor eksternal temporer?
11M 2024 menunjukan penurunan revenue perseroan -6.14%, Laba Bersih -10.99% dan Pembentukan CKPN -21.12%. Sementara MoM revenue masih flat 0%, laba bersih +31% dan pembentukan CKPN -37.9%. Lalu apakah data diatas menunjukkan pemulihan bagi perseroan? Kita tidak tahu setidaknya kita harus menunggu hingga rilis FY 2024 yang akan keluar di sekitar bulan februari mendatang. Namun yang pasti periode terburuk BTPS telah terlewati dan manajemen harus memanfaatkan kondisi pemulihan ini dengan sebaik-baiknya.
Perbaikan kulitas aset harus menjadi fokus utama perseroan. Diharapkan nantinya akan membuat beban pencadangan menjadi lebih moderat dan akhirnya akan membuat laba bersih BTPS kembali bertumbuh. Namun dengan ketidakpastian ekonomi dan kenaikan PPN pada 2025, perseroan masih akan mengalami tantangan besar pada tahun 2025. Kelihaian manajemen untuk memperbaiki kualitas aset dan menekan angka write off menjadi kunci utama kebangkitan BTPS pada tahun-tahun mendatang.
Disclaimer On
Always Do Your Own Research
Any Request?
1/5