Kapan Jual Saham "Bagus"?
Kalau lihat dari Terry Smith, fund manager UK yang dengan fund nya Fundsmith yang berhasil kalahin index selama bertahun-tahun, ini kurang lebih biasa alasan dia jual saham. Tentunya ini hal yang menarik mengingat moto fund nya yang invest secara long term itu adalah "Buy good companies, don't overpay, do nothing".
1. Kinerja Bisnis yang Buruk atau Tidak Sesuai Ekspektasi
Deskripsi: Penjualan dilakukan karena kinerja operasional perusahaan tidak sejalan dengan valuasi atau gagal memenuhi ekspektasi pertumbuhan.
Contoh:
Kimberly-Clark (2011): Penurunan ROIC yang signifikan menunjukkan melemahnya prospek bisnis, terutama di divisi perawatan pribadi di Eropa.
Walters (2012): Peluang pertumbuhan semakin berkurang, membuat kemampuan reinvestasi diragukan.
McDonald's (2013): Penjualan premium menurun, sementara fokus pada menu murah merusak margin dan citra merek.
Domino's (2015): Pertumbuhan cepat dianggap tidak berkelanjutan meskipun menjadi salah satu saham terbaik.
Johnson & Johnson (2022): Divisi alat kesehatan yang diharapkan kuat ternyata lemah, meskipun portofolio farmasi tetap solid.
Starbucks (2022): Gagal memanfaatkan peluang dari masalah Luckin Coffee di China.
Intercontinental Hotels (2021): FCF stagnan dan pemulihan perjalanan bisnis pasca-pandemi terlalu lambat.
Estee Lauder (2023): Masalah inventaris di China mengurangi daya saing dibandingkan L’Oreal.
2. Manajemen yang Kurang Efektif atau Keputusan Strategis yang Salah
Deskripsi: Kurangnya kepercayaan terhadap manajemen karena keputusan strategis yang dianggap buruk atau tidak relevan dengan kompetensi inti perusahaan.
Contoh:
Serco (2013): Akuisisi bisnis outsourcing India mengubah profil risiko secara negatif.
Sigma-Aldrich (2013): Akuisisi Life Technologies yang terlalu besar untuk inti bisnis, meningkatkan risiko secara signifikan.
Swedish Match (2014): Manajemen gagal merespons perubahan dalam industri tembakau dan regulasi ketat.
Choice Hotels (2015): Investasi dalam sistem reservasi pihak ketiga (Sky Touch) yang menyimpang dari fokus inti.
Amazon (2023): Masuk ke bisnis grocery dianggap sebagai alokasi modal yang buruk.
Intuit (2022): Akuisisi MailChimp mahal dan tidak dalam fokus inti perusahaan.
Starbucks (2022): Masalah internal termasuk pergantian CEO yang sering dan isu serikat pekerja di AS.
Becton Dickinson (2021): Strategi pemasaran bedah yang kurang jelas mengurangi prospek pertumbuhan.
Imperial Brands (2017): Manajemen gagal merespons penurunan volume produk tembakau dan kurangnya inovasi.
3. Perubahan Strategi Bisnis atau Fokus pada Area yang Lebih Menguntungkan
Deskripsi: Penjualan dilakukan untuk memindahkan modal ke sektor atau perusahaan dengan prospek yang lebih baik atau diversifikasi risiko yang lebih efektif.
Contoh:
Schindler (2013): Dijual untuk mengalihkan modal ke Kone, yang memiliki prospek lebih menarik.
Kone ke Otis (2022): Rotasi dari Kone karena ketergantungan besar pada pasar China.
Domino's (2015): Penjualan meskipun perusahaan sukses untuk mendiversifikasi investasi.
Nestle (2018): Fokus pada bisnis strategis setelah akuisisi Starbucks supermarket coffee products.
Intertek ke Waters (2021): Fokus pada manufaktur peralatan yang lebih relevan dibandingkan layanan pengujian.
4. Valuasi Terlalu Tinggi dan Risiko Koreksi Pasar
Deskripsi: Saham dijual ketika valuasi dianggap terlalu tinggi dibandingkan dengan fundamental bisnis, sehingga rentan terhadap koreksi pasar.
Contoh:
SGS (2012): Dijual karena valuasi yang terlalu tinggi.
Schindler (2013): Valuasi tinggi tidak sejalan dengan fundamental bisnis.
McDonald's (2013): Harga saham tetap tinggi meskipun pertumbuhan melambat.
Domino's (2015): Valuasi tinggi dibandingkan dengan asumsi pertumbuhan.
Clorox (2020): Harga saham naik lebih dari kinerja bisnis selama pandemi.
Reckitt Benckiser (2020): Valuasi tidak mendukung fundamental setelah lonjakan permintaan akibat pandemi.
5. Risiko Hukum dan Regulasi
Deskripsi: Potensi risiko hukum atau perubahan regulasi yang merugikan membuat investasi tidak menarik.
Contoh:
3M (2019): Risiko litigasi besar terkait bahan kimia PFAS yang mencemari air minum.
Swedish Match (2014): Ketidakpastian regulasi terhadap produk tembakau dan rokok elektrik.
6. Ketergantungan Berlebih pada Pasar atau Produk Tertentu
Deskripsi: Ketergantungan besar pada pasar tertentu atau produk tertentu membuat perusahaan rentan terhadap perubahan kondisi eksternal.
Contoh:
Kone (2022): Ketergantungan besar pada pasar China yang mengalami tekanan ekonomi.
Serco (2013): Ketergantungan besar pada kontrak pemerintah meningkatkan risiko kehilangan pelanggan utama.
Waters (2013): Fokus besar pada pasar farmasi membatasi peluang pertumbuhan.
7. Akuisisi yang Dipertanyakan atau Tidak Strategis
Deskripsi: Akuisisi besar yang dianggap tidak relevan atau terlalu mahal sering menjadi alasan untuk menjual saham.
Contoh:
Adobe (2023): Akuisisi dengan valuasi 8x pendapatan dinilai terlalu mahal.
Sigma-Aldrich (2013): Akuisisi Life Technologies yang tidak relevan dengan bisnis inti.
Choice Hotels (2015): Investasi dalam sistem reservasi pihak ketiga yang tidak relevan.
Intuit (2022): Akuisisi MailChimp mahal dan berada di luar kompetensi inti.
Dr Pepper Snapple (2018): Akuisisi oleh Keurig Green Mountain dianggap tidak strategis.
8. Perubahan Fundamental yang Tidak Diantisipasi
Deskripsi: Perubahan mendasar dalam bisnis yang membuat profil risiko menjadi tidak sesuai dengan ekspektasi awal.
Contoh:
JM Smucker (2017): Akuisisi Big Heart Pet Brands mengecewakan dalam hal margin dan pengembalian.
Serco (2013): Akuisisi BPO mengubah struktur bisnis menjadi lebih intensif modal.
9. Stagnasi atau Penurunan Pengembalian Modal
Deskripsi: Ketidakmampuan mempertahankan tingkat pengembalian modal yang tinggi menjadi alasan penjualan.
Contoh:
Kimberly-Clark (2011): Penurunan ROIC yang signifikan.
Walters (2012): Peluang pertumbuhan menurun menyebabkan keraguan terhadap kemampuan reinvestasi modal.
List bs diliat di picture di bawah
Random tag saham favorit investor2 $BBRI $CLEO $NISP
Merry christmas and happy new year!
1/2