Industri rokok di Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar yang cukup kompleks. Kalo kita ngomongin tantangan utama belakangan ini, pasti semua udah tau karena kenaikan harga pita cukai yang lumayan dalam 5 tahun terakhir. Apalagi, tantangan ini diperparah dengan naiknya peredaran rokok ilegal dengan berbagai macam brand yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sebagai gambaran, ada salah satu lembaga survei independen yaitu Indodata yang ngeluarin statement kalo jumlah distribusi rokok ilegal di 2019 itu cuma 2%. Sedangkan, di bulan Maret 2020, angka ini melonjak drastis menjadi sekitar 26%. Surveinya diambil dari kurang lebih 2.500 responden yang merupakan perokok aktif. Dua masalah ini jelas memberikan dampak yang gede banget, apalagi konsumen di Indonesia itu suka banget produk dengan harga murah, meskipun tembakaunya bau anyep, hahaha. Tapi, ada juga kok rokok ilegal yang kualitasnya itu oke banget, harganya murah (pasti), dan menurut gue, ini masalah baru lagi yang lebih besar.
Ngomongin soal cukai di 2025, kabarnya nggak ada kenaikan cukai, tapi ada kenaikan HJE. Otomatis, margin yang diterima perusahaan rokok harusnya akan lebih besar dengan adanya HJE yang disesuaikan ini. Namun, hal ini hanya akan terjadi SELAMA daya beli untuk rokok legal itu masih ada dan BERKURANGnya rokok ilegal. Dengan begitu, kebijakan ini bisa dibilang sebagai "nafas" yang diberikan pemerintah untuk industri rokok.
Lalu, gimana kabarnya rokok ilegal? Coba kita intip dari channel penjualan rokok. Pertama, di modern trade (minimarket, supermarket, dll), rokok ilegal ini gabakal masuk. Kedua, di general trade (warung, pasar, dll), beberapa informasi di warung daerah Jabodetabek udah nggak jual rokok ilegal atau volumenya berkurang. Sepertinya, ini karena pemerintah lagi gencar-gencarnya ngeberantas peredaran rokok ilegal. Ketiga, di e-commerce, buset, ini gampang banget dibeli antara tahun 2020 sampai awal 2024. Tapi, sekarang coba praktekin search beberapa brand rokok ilegal tertentu kayak (smth, dall, luffm*n). Beberapa e-commerce udah strict banget sama ini, dan kebanyakan seller yang jual itu udah pasti dibanned.
Tapi, saya pernah ngobrol sama salah satu petani yang tembakaunya itu dibeli oleh produsen rokok ilegal. Dari info yang didapat, mereka juga beli tembakau sisa dari pabrik besar untuk diolah lagi. Artinya, ada main belakang dari pabrik besar juga. Ditambah lagi, mereka ga pernah numpuk persediaan karena abis produksi langsung LAKU KERAS. Ini jatohnya kayak ngeberantas korupsi, susah deh kayanya, hahaha.
Skenarionya, kalo rokok ilegal itu masih banyak, dari sisi saya sendiri sebagai perokok, downtradingnya itu pilihannya begini:
SKM/SPM golongan I -> SKM/SPM golongan II.
SKM Golongan I/II -> SKT (best sellernya yang ada rasanya).
SKM/SKT/SPM -> Tembakau Iris.
SKM/SKT/SPM, Tembakau Iris -> Rokok Ilegal.
Tapi, untuk konsumen SKM/SPM pindah ke SKT itu agak sulit karena perbedaan selera. Tapi sekarang, ada tuh produk SKT yang rasanya nggak "pahit" karena ada varian rasa yang bermacam-macam, misalnya buah, teh, dll. Jadi, tinggal liat aja perusahaan mana yang punya inovasi seperti ini.
Jadi, kesimpulannya, kita lihat di 2025 apakah ada peningkatan daya beli yang didukung berkurangnya rokok ilegal? Semoga industri rokok bisa pulih kembali dan berkontribusi lebih baik terhadap penerimaan cukai.
$GGRM $HMSP