Mari kita lanjut topik postingan minggu lalu, soal pos pos laporan keuangan yang “jujur” dan “kurang jujur”.
Yang belum baca postingan “jujur”, bisa baca di s. id/posjujurplbk
Kali ini giliran yang “kurang jujur”. Pos pos atau bagian dari laporan keuangan yang kita bahas kali ini bisa dibilang cukup menyajikan hal hal yang bisa dibilang berpotensi “kurang jujur” yang jika disalahgunakan, berpotensi menjadi tipu tipu atau fraud. Hal ini disebabkan karena pos pos “kurang jujur” ini banyak mengandung apa yang disebut sebagai asumsi internal, angka angkanya bersifat accrual basis yang membuatnya harus berpedoman ketat pada standar akuntansi, dan dalam banyak kasus di kehidupan nyata, pos pos ini biasanya selalu “dipermainkan”.
Markipas, mari kita kupas lebih lanjut ~
======
Seperti yang sudah saya sibggung sebelumnya, ada 3 alasan kenapa pos pos dalam laporan keuangan ini saya sebut sebagai “kurang jujur”. Alasan pertama, karena pos pos ini isinya “asumsi internal”. Pertinyiinyi (pertanyaannya), asumsi internal ini seberapa kita mampu ketahui asumsinya wajar atau ngga, ketika kita sebagai investor publik ngga 100% bisa mengakses informasi lebih dalam? Kecuali jika bro and sis adalah orang dalam emiten atau perusahaan, ya.
Kedua, pos pos ini punya ketergantungan pada standar akuntansi. Ketergantungan ini menyebabkan mereka harus menyesuaikan angka angka pada standar yang berlaku, yang bisa menjadi dua sisi mata uang : “jujur” atau “kurang jujur”. Meski keberadaan standar akuntansi menjadi penting untuk standarisasi dan menjaga keandalan serta kepercayaan pada laporan keuangan, namun ketika bertemu dengan poin pertama tadi, maka kita tidak sepenuhnya bisa menjamin angka angka ini mendekati “jujur”. Yang terakhir, karena pos pos inilah yang dalam berbagai kejadian nyata sering “dimainkan”.
Saya mengidentifikasi ada 4 pos di laporan keuangan yang “kurang jujur”. Meski disini saya sebut sebagai “kurang jujur”, namun bukan berarti pos pos ini selalu tidak jujur. Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam kasus per kasus kejadiannya. Misalnya dari sisi track record perusahaan, pemilik dan manajemen, kemudian situasi ekonomi dan persaingan, strategi dsb. Ini mempengaruhi seberapa besar potensi “jujur” dan “kurang jujur”.
Pos pertama adalah piutang. Piutang di laporan keuangan ada 2 macam, yaitu piutang usaha dan non usaha. Meski kedua duanya berpotensi “kurang jujur”, mana yang paling “kurang jujur”? Piutang non usaha. Piutang jenis ini, dalam beberapa kasus, biasanya bertujuan untuk menampung sejumlah transaksi transaksi yang memang bukan bertujuan untuk penjualan dan pembelian. Misalnya transaksi meminjamkan uang dengan perusahaan lain atau individu, pengembalian atas uang yang dikeluarkan untuk tujuan tertentu (termasuk pembatalan pembelian aset), hasil penjualan aset atau perusahaan yang belum terbayar hingga laporan keuangan terbuat dan “piutang lain lain”.
Piutang non usaha, yang juga kadang disebut “piutang lain lain” ini, seringkali berisi piutang piutang yang ngga jelas, giliran pencadangan piutang yang paling belakang dibanding piutang usaha, dan di laporan keuangan beberapa perusahaan, catatan piutang ini ngga lengkap. Bahkan di perusahaan atau emiten tertentu yang “terkenal”, pos piutang ini isinya perusahaan atau pihak pihak “offshore” alias pihak luar negeri yang ngga tahu pemiliknya siapa, beneficial ownernya siapa dst. Kesannya, “piutang lain lain” ini jadi tempat perusahaan tersebut “buang duit” dengan berbagai tujuan. Baik “buang duit” beneran atau “buang duit” dengan taktik.
Sementara, piutang usaha lebih bisa diandalkan, karena ini adalah piutang yang muncul karena adanya aktivitas bisnis. Selain itu, piutang ini lebih mudah diverifikasi karena ada pihak lain (lawan transaksi, alias pembeli atau menggunakan jasa) yang juga mencatat adanya hutang disisi mereka terkait hal itu. Pihak lain ini lebih mudah diidentifikasi karena pihak lain ini umumnya adalah bisnis beneran, dan wajar melakukan transaksi dengan perusahaan tersebut, jika mereka memang sepakat dan membutuhkan produk atau jasa dari perusahaan tersebut.
Yang lain, piutang usaha yang menjadi andalan untuk cashflow akan sangat diteliti, ditagih dengan serius dan dievaluasi statusnya secara rutin untuk pencadangan. Karena itulah, manajemen cenderung tidak bermain main dengan hal ini, karena kalau ngga akan menimbulkan masalah. Yah, kecuali jika kasusnya macam manajemen Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) dulu, yang menggunakan piutang usaha sebagai “mainan” untuk menambah limit kredit dari bank.
Kedua, pos uang muka. Pada dasarnya, uang muka ini adalah pos yang wajar. Dalam sejumlah transaksi dan strategi, manajemen menggunakan uang muka sebagai cara untuk mengatur cashflow. Misalnya dalam pembelian aset, uang muka ini biasanya berkaitan dengan metode cicilan. Namun, uang muka ini bisa menjadi rawan. Hal ini karena ada kemungkinan uang muka tidak kembali/macet, yang bisa berdampak pada cashflow jika tidak bisa ditarik dan dalam kondisi yang sama perusahaan menghadapi kondisi sulit.
Jika memang macet karena kondisi supplier atau pihak lain bermasalah yang wajar, tentu akan ditangani selayaknya piutang biasanya. Tapi, bagaimana jika ternyata macet karena ini uang muka “akal akalan”? Biasanya kondisi ini lebih terjadi pada uang muka investasi dan uang muka lain lain, yang berpotensi “buang duit” dan tujuan uang mukanya hanya sekadar karena “kesepakatan”, bukan karena kebutuhan yang real seperti uang muka pembelian aset. Disinilah “kurang jujur” terjadi.
Ketiga, investasi dan aset keuangan. Hampir semua pos terkait hal ini - kecuali investasi di saham dan obligasi publik - berpotensi “kurang jujur”. Hal ini karena ketiadaan quotation/informasi publik terkait investasi tersebut. Namun demikian, pos investasi yang relatif bisa diandalkan adalah investasi entitas asosiasi. Hal ini karena entitas asosiasi akan mempengaruhi laba rugi perusahaan, sehingga investasi entitas asosiasi cenderung lebih dilakukan berhati hati. Lagipula, entitas asosiasi umumnya dilakukan dengan tujuan strategis.
Hanya investasi dan aset keuangan yang sifatnya kurang lancar, misalnya obligasi dan surat sanggup, kepemilikan saham yang tidak memenuhi minimal entitas asosiasi (di bawah 20-50%) dan aset aset lain yang penempatannya di luar entitas berlisensi OJK atau lisensi regulator serupa, adalah aset yang sifatnya “meragukan” dan berpotensi “macet”. Lha wong yang berlisensi legal aja bisa macet, apalagi yang ini, yang entitas investasinya ngga jelas? Jangan jangan jangan jangan nih…
Keempat, bagian laba rugi. Bagian yang paling sering dilihat investor ini juga “kurang jujur”. Hal ini karena prinsip bagian ini yang accrual basis (akrual). Prinsip akrual ini membuat adanya gap atau perbedaan waktu dan jumlah dengan realisasi yang terjadi di cashflow. Misalnya pengakuan pendapatan dan pengenaan beban bunga/keuangan yang tidak sama dengan cashflow, dimana pendapatan yang diakui ada yang masuk ke piutang dan masuk ke pos lain seperti uang muka penjualan atau liabilitas kontrak, serta beban keuangan yang sebagian dimasukkan ke beban akrual. Meski prinsipnya wajar dan biasanya disesuaikan dengan sektor maupun siklus bisnisnya - sehingga menyebabkan perbedaan tadi terjadi, namun potensi “ketidak jujuran” relatif tinggi. Minimal ya “mempercantik”, maksimalnya ya fraud.
Apa yang pernah terjadi di Garuda Indonesia (GIAA) beberapa tahun lalu, dimana ada pengakuan pendapatan yang keliru dan mempengaruhi laba - kentara “mempercantik”-nya, bisa jadi contoh. Pengakuan pendapatannya seakan akan sudah diterima semua di depan, padahal dari sisi pelaksanaan transaksi belum memenuhi syarat untuk bisa diakui.
Jadi, seperti itu pembahasan kali ini soal pos atau bagian laporan keuangan “jujur” dan “kurang jujur”. Inti dari pembahasan ini, adalah mengingatkan saya dan bro and sis semua untuk juga melihat aspek lain di luar laporan keuangan, yang bisa membantu kita menyeleksi investasi dan mengidentifikasi resikonya. Jangan hanya baca laporan keuangan, namun juga melihat informasi dan sumber lain yang membantu kita menyeleksi. Begitu ~
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$IHSG $AISA $GIAA $MLPL $SRTG
1/2