imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Kondisi ekonomi dan bisnis yang menantang saat saat ini, selayaknya dua sisi koin.

Ada masalah yang muncul dan menyebabkan ada yang menjadi the losers (yang kalah). Namun, juga menyajikan banyak peluang peluang. Bukan hanya peluang dari mereka yang tetap growing di masa sulit, tapi juga peluang peluang yang muncul dari bisnis atau perusahaan yang sedang dalam proses turnaround, sedang bangkit dari posisi the losers menjadi pemain berpengaruh, bahkan bisa kembali ke tingkatan yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Peluang terbesar biasanya ada di yang ini - wajar karena yang losers ini paling banyak dan yang losers ini paling menonjol kalau terjadi kebangkitan atau growth.

Namun demikian, turnaround memiliki level yang berbeda beda dengan resiko yang berbeda beda juga. Saya membaginya dalam 5 level turnaround berbeda, dan akan saya bagi di postingan kali ini.

======

Oke, prinsip turnaround pada dasarnya adalah perbaikan. Perbaikan paling jelas biasanya terlihat dari kinerja keuangan, yang merupakan penggabungan dari faktor internal (improvement operasional, perubahan strategi, manajemen yang lebih jeli dsb) dan faktor eksternal (perbaikan ekonomi dan outlook sektor, perubahan regulasi dan dukungan pemerintah, pengembangan yang dilakukan oleh pemain pemain di sektor yang sama dsb), dan kedua faktor ini harus ada untuk bisa memunculkan efek turnaround. Ngga bisa salah satunya saja, karena ada pihak pihak eksternal yang mempengaruhi persepsi, kepercayaan diri dan tawaran tawaran yang masuk. Sementara, kesiapan internal menyambut peluang juga menjadi penting, dengan penguatan modal kerja dan cashflow serta standar operasional yang lebih baik.

Yah, sama seperti rumus bisa viral di media sosial sekarang dan rumus menangkap peluang peluang pada umumnya, kesiapan diri harus bertemu dengan faktor eksternal (lucky/keberuntungan, perubahan tren dan kondisi yang memungkinkan lainnya).

Saya mengkategorikan ada 5 level turnaround, dari yang terendah resiko hingga yang tertinggi. Tentu resiko disini berbanding lurus dengan peluang keuntungan yang diperoleh.

Level turnaround pertama adalah : bisnisnya sama, tapi terjadi perbaikan kinerja yang kelihatan. Biasanya di level ini, perusahaan atau bisnis berada di situasi yang sebenernya sehat, struktur keuangannya relatif oke dan wajar, tapi situasi eksternal umumnya menekan mereka sehingga mereka menghadapi penurunan kinerja. Ada juga sih potensi situasi internal mereka menekan, tapi biasanya bersifat mudah diperbaiki. Misalnya karena kesalahan strategi atau ada improvement operasional yang membuat mereka bisa lebih baik kedepannya.

Resiko dari turnaround ini rendah, karena tidak ada perubahan yang signifikan yang sampai membuat ketidakpastian dalam melihat prospeknya. Selain itu, dengan bisnis yang sama persis, berarti manajemen dan pengendali masih pede bahwa bisnisnya masih bagus, serta mereka masih melihat bahwa posisi bisnis mereka masih yang teratas atau masih bisa bersaing. Namun demikian, karena relatif “mudah ditebak” prospeknya serta cukup mengharapkan kondisi eksternal yang lebih baik, maka peluang turnaround menghasilkan keuntungan signifikan juga lebih rendah.

Yang berikut : bisnisnya sama, tapi karena perubahan perubahan tertentu, ada hal yang berbeda pada kinerjanya. Maksudnya, secara garis besar bisnisnya sih sama, tapi ada improvement, efisiensi hingga aksi penjualan terhadap aset atau bisnis secara signifikan (jumlahnya cukup besar) yang dilakukan sehingga membuat ada perubahan, yang sifatnya bisa sementara, bisa juga tetap pada kinerja. Situasi ini biasanya cukup seimbang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, yang membuat mereka melakukan perubahan perubahan itu.

Level resiko turnaround ini ringan-menengah (low medium). Disebut ringan, karena masih ada bisnis eksisting yang dipertahankan - biasanya bisnisnya masih bagus atau berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan. Artinya, prospeknya masih memungkinkan untuk mudah dilihat dan masih berkontribusi positif - minimal masih bisa diperbaiki. Namun demikian, akibat perubahan perubahan tersebut, misalnya PHK/layoff, efisiensi dan penjualan penjualan, ada asumsi yang berubah. Asumsi ini bisa penurunan pendapatan sementara, perbaikan kinerja yang one time (satu kali) dan adanya perubahan strategi yang sifatnya eksperimental, sedikit atau banyak mempengaruhi kinerja. Dari sisi peluang keuntungan, juga akan mirip.

Ketiga : bisnisnya sama, tapi pemilik dan manajemennya ada perbedaan. Yang ini level turnaroundnya unik. Bisnisnya ngga ada perubahan, kinerjanya pun mengikuti peluang yang muncul dari eksternal dan internal. Namun, dengan perubahan pemilik dan/atau manajemen baru, mereka memiliki strategi dan keputusan yang berbeda dibandingkan pemilik dan manajemen sebelumnya. Termasuk, keputusan atas strategi yang sudah sukses dijalankan atau menghasilkan perbaikan yang berarti. Perbedaan ini tentu menghasilkan perubahan prospek dan ketidakpastian hasil dari kinerja yang muncul kedepannya.

Level resikonya, medium. Posisinya di tengah banget. Satu sisi, bisnis yang sama menopang keberlanjutan peluang dan prospek, serta kinerja yang sudah dicapai. Namun, karena belum tentu mereka akan tetap mempertahankan apa yang sudah sekarang, perubahan kinerja bisa terjadi. Jika mempengaruhi secara positif, oke aja. Malah prestasi tersendiri karena keberhasilan integrasi tim internal lama dengan tim baru yang membentuk strategi bagus. Tapi jika ternyata berdampak negatif? Gagal itu turnaround dan peluang keuntungannya.

Level keempat, alias sudah mulai hangat, adalah bisnisnya sudah berbeda (minimal ada diversifikasi saat bisnis lama yang dipertahankan) dengan pemilik dan manajemen yang sama. Biasanya turnaround ini terjadi lebih karena kebutuhan internal, misalnya bisnis lama yang sudah kurang prospek atau mereka yang menghadapi tantangan untuk bisa relevan di bisnis lamanya. Akhirnya mereka coba coba bisnis lain yang bisa jadi berkaitan dengan bisnis lama, tapi versinya sudah lebih baik atau relevan. Atau, mereka bener bener berubah total bisnisnya 100%, tapi tim manajemen dan pemiliknya sama sama aja.

Pada kondisi ini, level resikonya meningkat ke menengah tinggi (medium high). Tim manajemen dan pemilik yang sama adalah pelindung dari turnaround ini, karena memungkinkan gejolak internal yang lebih rendah dalam proses perubahan ini. Istilah kata, manajemen yang lama cenderung lebih mudah diterima oleh level manager ke bawah yang sudah lama bersama, sehingga perubahan yang dilakukan tidak mendapat resistensi (penolakan) yang signifikan. Bahkan, bisa jadi manager ke bawah (staff) akan gotong royong mendukung proses ini. Selain itu, tim manajemen dan pemilik yang sama juga bisa jadi membawa expertise (pengalaman) yang tetap berkaitan dengan bisnis baru, sehingga tidak ada masalah adaptasi yang signifikan dan bisa memicu peluang positif.

Saya kemudian teringat proses turnaround ini dengan apa yang terjadi di Modern Internasional (MDRN), ketika mereka mau mengubah bisnis mereka dari kamera dan studio foto Fuji Film ke Sevel (7 Eleven). Cerita turnaround mereka, bisa dibaca di s. id/ceritasevelplbk. Dalam proses turnaround ke Sevel ini, level manager dan staff ke bawah juga ikut serta membantu proses ini. Mereka kemudian ikut proses untuk bisa relevan dengan format ritel baru yang berbeda dari sebelumnya. Sejumlah karyawan Sevel saat itu adalah mereka yang dulunya pernah bekerja di operasional Fuji Filmnya MDRN.

Namun demikian, perubahan dengan metode ini tentu punya tantangan, karena ada kecenderungan mempertahankan zona nyaman. Hal ini bisa terlihat dari konsep Sevel yang kelihatan serba dar der dor dan royal banget, ditambah ekspansi gila gilaan seakan akan seperti jaman Fuji Film dulu - yang penting ada dimana mana. Hasilnya, ya tentu yang sudah kita ketahui sekarang (baca : gagal). Meski resikonya mayan tinggi, misalnya pada apa yang terjadi di Sevel dan MDRN dulu, peluang pertumbuhan dan keuntungannya juga sepadan.

Yang terakhir dan level resiko maupun keuntungannya paling tinggi adalah : bisnis berbeda, manajemen dan pemilik juga berbeda. Kalau yang ini ngga perlu dijelaskan detail ya. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah aksi korporasi yang menghasilkan turnaround seperti ini banyak terjadi. Misalnya apa yang terjadi di Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), yang berubah dari bisnis pengolahan ikan menjadi bisnis properti, dengan pemilik yang berubah juga. Sebuah turnaround yang bukan maen dan spektakuler.

Dengan perubahan drastis tersebut, dimana bisnis, manajemen dan pemilik berubah, maka penilaian prospek kedepannya menjadi lebih “ngeblur” sehingga terasa penuh dengan janji janji. Sementara, perubahan kinerja yang terjadi dibanding periode sebelumnya menjadi tidak relevan dibicarakan karena sudah menjalani sebuah langkah baru yang bener bener dari nol. Artinya, resiko menjadi lebih tinggi dan hanya bergantung pada apa yang dibawa (plus track record) pemilik barunya yang membawa manajemen dan bisnis baru. Namun, keuntungannya to the maxxx, karena perubahan signifikan dan perbaikan kinerja yang potensial. Tapi, kerugiannya juga maxxx sih. Jadi perlu hati hati dan teliti sebelum membeli.

Begitulah 5 level turnaround bisnis versi saya. Bisa dipilih mana yang lebih sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman. Yang jelas, makin tinggi resiko dan peluang, makin banyak godaan dan tantangan yang bisa dihadapi selama memegang sahamnya. Karena itu, saham turnaround tidak untuk semua orang. Bisa saja rejekinya cuma di saham saham yang pasti pasti kinerjanya atau sektornya. It's OK Untuk Hal Itu. Tapi, sebagai pengalaman, mencoba turnaround yang level terendah pun juga bisa dilakukan.

Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.

$IHSG $MDRN $PANI $ARTO $BIRD

Read more...

1/2

testes
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy