Ketahanan Indonesia Dalam Upaya Menjaga Stabilitas Ekonomi
[[ Mencatat Defisit 6 Kuartal Berturut-turut ]]
Transaksi berjalan Indonesia sedang menghadapi tekanan, dimana mencatat defisit selama enam kuartal berturut-turut hingga kuartal III 2024.
Defisit ini melebar menjadi USD 2,15 miliar (0,6% dari PDB), naik signifikan dari USD 1,16 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Tren ini mencerminkan prioritas ekonomi yang berubah dan adanya ketidakpastian global, saat Indonesia menghadapi peningkatan permintaan dan dinamika perdagangan yang terus berkembang.
[[ Defisit Akibat Faktor Eksternal Harga Komoditas dan Ketegangan Global ]]
== Defisit Akun Jasa naik menjadi USD 4,15 miliar dari USD 3,90 miliar tahun lalu
== Defisit Pendapatan Primer Sedikit meningkat menjadi USD 8,86 miliar dari USD 8,67 miliar tahun sebelumnya, hal ini didorong oleh tingginya pengembalian investasi yang harus dibayarkan kepada pemodal asing.
== Surplus Perdagangan Menyempit Sebesar USD 9,29 miliar, turun dari USD 10,16 miliar pada kuartal III 2023. Penyempitan ini menunjukkan lonjakan impor, seiring dengan meningkatnya permintaan domestik yang didorong oleh konsumsi rumah tangga dan aktivitas industri.
== Pendapatan Sekunder meningkat menjadi USD 1,58 miliar dari USD 1,25 miliar, didukung oleh aliran remitansi yang kuat dari pekerja migran Indonesia di luar negeri.
Angka defisit transaksi berjalan ini menggambarkan bagaimana tekanan eksternal—fluktuasi harga komoditas, ketegangan perdagangan global, dan meningkatnya biaya mempengaruhi keseimbangan eksternal Indonesia. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit tetap terkendali dalam kisaran 0,1%-0,9% dari PDB, menunjukkan keyakinan pada disiplin fiskal negara.
[[ Suku Bunga Tetap, Fokus Utama pada Nilai Tukar ]]
Suku Bunga BI Tetap di 6,00% Di tengah tantangan global, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6,00% setelah Rapat Dewan Gubernur pada November 2024.
Keputusan ini sejalan dengan upaya mengendalikan inflasi dalam target 2,5±1% sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Hal ini didasari oleh:
- Nilai tukar Rupiah melemah
- Tingkat inflasi tahunan Indonesia melandai
- Memperhatikan investasi jangka panjang bagi proyek-proyek pemerintah
[[ Arus Modal Asing dan Nilai Tukar Rupiah, Alasan Utama Tetap di 6% ]]
BI menetapkan 6% dengan mempertimbangkan,
- Nilai tukar Rupiah melemah sebesar 0,84% secara bulanan, dipicu oleh penguatan signifikan dolar AS dan pergeseran preferensi investor global menuju aset-aset Amerika Serikat pasca pemilu di negara tersebut.
- Tingkat inflasi tahunan Indonesia melandai ke 1,71% pada Oktober 2024, turun dari 1,84% di bulan sebelumnya. Ini menjadi angka terendah sejak Oktober 2021 dan tetap berada di dalam target BI sebesar 2,5±1% untuk 2024 dan 2025.
- Suku bunga fasilitas simpanan overnight tetap di angka 5,25%, sementara suku bunga fasilitas pinjaman overnight dipertahankan di level 6,75%.
Kebijakan ini berfokus untuk menstabilkan Rupiah di tengah ketegangan geopolitik dan perubahan ekonomi di AS & Eropa. Bank sentral mengoptimalkan instrumen moneter berbasis pasar seperti Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk menarik arus modal asing, mendukung nilai tukar, dan meningkatkan efektivitas kebijakan moneter.
Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah tekanan eksternal yang terus meningkat, seperti fluktuasi harga komoditas, ketegangan perdagangan global, dan pergeseran arus investasi internasional. Defisit transaksi berjalan yang melebar menjadi USD 2,15 miliar pada kuartal III 2024 mencerminkan dinamika secara menyeluruh.
📕Buat kamu yang mau perdalem materi Investasi khususnya analisa fundamental dan pelajarin lebih dalam karakteristik untuk memilih saham kamu bisa cek e-book kami di https://cutt.ly/JeYgyuyT
Jangan lupa juga follow socmed kita untuk dapetin info lebih lanjut biar kamu ga ketinggalan!!!
Think - Create - Share 😉 😉 😉
Random Tag : $BBCA $BMRI $BBNI $BBRI $TLKM
1/6