Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum yang Memaksa Akulaku Jual Saham $BBYB Padahal Lagi Nyangkut
POJK ini sudah sempat saya singgung di postingan sebelumnya. https://cutt.ly/veKzDKeL
Akulaku dipaksa OJK jual BBYB karena melanggar POJK Nomor 56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum. Pak Toto merasa kasihan sama Akulaku padahal mereka sudah berjuang besarkan BBYB https://bit.ly/45FDAJu
Inti aturan POJK tersebut adalah:
1. Batas Maksimum Kepemilikan (Pasal 2):
⛔Lembaga keuangan (bank atau non-bank): Maksimum 40% dari modal bank.
⛔Badan hukum bukan lembaga keuangan: Maksimum 30% dari modal bank.
⛔Perorangan: Maksimum 20% dari modal bank.
⛔Perorangan di bank syariah: Maksimum 25%.
Ini aturan normalnya ya. Akulaku itu kena di poin 2, karena Akulaku bukan lembaga keuangan. https://bit.ly/45FDAJu
Nanti kita lihat pengecualian di pasal selanjutnya.
2. Keterkaitan Pemegang Saham (Pasal 4):
Hubungan keluarga (hingga derajat kedua), kepemilikan bersama, atau acting in concert (dengan atau tanpa perjanjian) dihitung sebagai satu pihak. https://bit.ly/45FDAJu
Kepemilikan gabungan tidak boleh melebihi batas maksimum tertinggi di antara kategori yang berlaku.
3. Ketentuan Tambahan untuk Pemegang Saham Pengendali (Pasal 5):
Pemegang saham pengendali harus memenuhi persyaratan terkait tata kelola, termasuk penilaian tingkat kesehatan bank dan izin dari otoritas terkait.
⛔Pengecualian terhadap Batas Maksimum (Pasal 3):
1. Pemerintah Pusat. Bebas dari batas maksimum kepemilikan saham untuk mendukung kesejahteraan umum dan stabilitas sistem keuangan. Contoh $BBRI $BMRI
2. Lembaga Penanganan Bank Bermasalah:
Lembaga seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat memiliki saham melebihi batas maksimum untuk tujuan penanganan atau penyelamatan bank.
⛔3. Kondisi Khusus (Pasal 11 dan 12):
Bank dalam pengawasan khusus atau intensif. Contoh yang masuk kategori ini $BBKP yang nyaris kolaps dan diselamatkan Kookmin
Bank hasil merger atau spin-off unit usaha syariah, dengan masa penyesuaian tertentu. Contoh yang masuk kriteria ini $BRIS BNGA yang merger sama LPBN
⛔Syarat Pengecualian (Pasal 6 dan 7):
1. Persetujuan OJK:
Untuk lembaga keuangan bank yang ingin memiliki saham lebih dari 40%, diperlukan izin dari OJK.
Bank luar negeri seperti OCBC, Sumitomo, Maybank, Mitsubishi bisa punya saham bank di Indonesia dengan kepemilikan >90% karena sudah dapat izin dari OJK. https://bit.ly/45FDAJu
Ingat lembaga keuangan bank bisa memiliki saham bank > 40% yang penting dapat izin OJK.
⛔Syaratnya meliputi:
Penilaian kesehatan bank yang baik (Peringkat 1 atau 2).
Modal inti minimum 6%.
Komitmen mendukung perekonomian nasional.
Bank yang dimiliki harus go public dalam waktu lima tahun.
BDMN yang dimiliki Mitsubishi sudah Go Public. NISP yang dimiliki OCBC sudah go public. BNLI yang dimiliki Bangkok Bank sudah Go Public jadi mereka sudah memenuhi syarat.
2. Pengecualian untuk Bank Bermasalah:
Bank dalam pengawasan khusus/intensif atau yang diselamatkan oleh LPS dapat melebihi batas kepemilikan selama jangka waktu tertentu (hingga 15-20 tahun). Bisa lihat case BBKP.
3. Bank Merger atau Spin-off Syariah:
Pemegang saham dapat melebihi batas maksimum dalam masa transisi, tetapi harus menyesuaikan dalam waktu tertentu (10-20 tahun). Bisa lihat case BRIS.
Aturan POJK ini tidak berlaku surut.
Pasal 24 menyatakan peraturan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan (9 Desember 2016).
Namun, ada ketentuan peralihan (Pasal 22) yang mewajibkan penyesuaian bagi pemegang saham yang melebihi batas sebelum peraturan ini berlaku. Masa penyesuaian ditetapkan hingga 1 Januari 2019 atau lima tahun setelah perubahan kondisi bank (misalnya, penurunan peringkat kesehatan).
BBCA SDRA AMAR harusnya lolos karena aturan tersebut tidak berlaku surut.
Pasal-Pasal Terkait:
1. Rincian Kepemilikan: Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5.
2. Pengecualian: Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12.
3. Syarat Pengecualian: Pasal 6, Pasal 7.
4. Berlaku Surut: Pasal 22 (ketentuan peralihan), Pasal 24 (ketentuan berlaku).
🗿Contoh Kasus
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 56/POJK.03/2016 mengatur batas maksimum kepemilikan saham di bank umum sebagai berikut:
Lembaga keuangan (bank atau non-bank): Maksimum 40% dari modal bank.
Badan hukum bukan lembaga keuangan: Maksimum 30% dari modal bank.
Perorangan: Maksimum 20% dari modal bank.
1. Akulaku di Bank Neo Commerce (BBYB):
Akulaku, melalui PT Akulaku Silvrr Indonesia, merupakan perusahaan teknologi finansial (fintech) yang bukan lembaga keuangan. Oleh karena itu, sesuai POJK 56/POJK.03/2016, Akulaku termasuk dalam kategori badan hukum bukan lembaga keuangan dengan batas maksimum kepemilikan saham sebesar 30%. https://bit.ly/45FDAJu
Namun, per 19 Juli 2024, Akulaku telah meningkatkan kepemilikan sahamnya di BBYB menjadi 34,45% melalui aksi korporasi rights issue.
Untuk menyesuaikan dengan ketentuan POJK, pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) BBYB tanggal 15 November 2024, disetujui rencana Akulaku untuk melakukan penyesuaian kepemilikan saham. Penyesuaian ini dilakukan melalui divestasi saham secara bertahap minimal 2% per tahun selama maksimal 5 tahun, sehingga kepemilikan saham Akulaku di BBYB akan menjadi maksimal 30%.
2. Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) di Bank Danamon (BDMN):
MUFG adalah lembaga keuangan bank yang berbasis di Jepang. Sesuai POJK 56/POJK.03/2016, lembaga keuangan bank dapat memiliki saham di bank umum hingga 40%.
Pada April 2019, MUFG meningkatkan kepemilikan sahamnya di BDMN menjadi 94,1% melalui serangkaian transaksi akuisisi.
POJK 56/POJK.03/2016 memberikan pengecualian bagi lembaga keuangan bank untuk memiliki saham lebih dari 40%, dengan syarat mendapatkan persetujuan dari OJK dan memenuhi persyaratan tertentu, seperti penilaian kesehatan bank yang baik dan komitmen mendukung perekonomian nasional. https://bit.ly/45FDAJu
Dengan demikian, kepemilikan MUFG di BDMN yang melebihi 40% sesuai dengan ketentuan POJK, karena telah mendapatkan persetujuan OJK dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
3. Kasus BBCA
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memiliki struktur kepemilikan saham sebagai berikut:
PT Dwimuria Investama Andalan: 54,94%
Masyarakat (Publik): 45,06%
PT Dwimuria Investama Andalan adalah pemegang saham pengendali BBCA dengan kepemilikan 54,94%. Perusahaan ini dimiliki oleh Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono, sehingga mereka merupakan pengendali terakhir BBCA.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum, batas maksimum kepemilikan saham di bank umum adalah:
Lembaga keuangan (bank atau non-bank): Maksimum 40% dari modal bank.
Badan hukum bukan lembaga keuangan: Maksimum 30% dari modal bank.
Perorangan: Maksimum 20% dari modal bank.
Namun, peraturan ini juga memberikan pengecualian, salah satunya untuk pemegang saham yang telah memiliki kepemilikan melebihi batas maksimum sebelum peraturan ini berlaku. Mereka diberikan waktu untuk menyesuaikan kepemilikan sesuai ketentuan baru.
Dalam kasus BBCA, PT Dwimuria Investama Andalan telah menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan 54,94% sebelum peraturan ini diberlakukan. Oleh karena itu, mereka termasuk dalam kategori yang diberikan pengecualian dan waktu untuk menyesuaikan kepemilikan saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Kasus NISP
PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memiliki struktur kepemilikan saham sebagai berikut:
OCBC Overseas Investments Pte. Ltd: 85,08%
Pemegang saham lainnya (masing-masing di bawah 5%): 14,91%
OCBC Overseas Investments Pte. Ltd adalah anak perusahaan dari Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC) yang berbasis di Singapura. Dengan demikian, OCBC merupakan pemegang saham pengendali NISP dengan kepemilikan mayoritas.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum, batas maksimum kepemilikan saham di bank umum adalah:
Lembaga keuangan (bank atau non-bank): Maksimum 40% dari modal bank.
Badan hukum bukan lembaga keuangan: Maksimum 30% dari modal bank.
Perorangan: Maksimum 20% dari modal bank.
Namun, peraturan ini juga memberikan pengecualian bagi lembaga keuangan bank yang ingin memiliki saham lebih dari 40%, dengan syarat mendapatkan persetujuan dari OJK dan memenuhi persyaratan tertentu, seperti penilaian kesehatan bank yang baik dan komitmen mendukung perekonomian nasional.
Dalam kasus NISP, OCBC telah meningkatkan kepemilikan sahamnya secara bertahap sejak tahun 2004 dan menjadi pemegang saham mayoritas sebelum peraturan ini diberlakukan. Oleh karena itu, kepemilikan OCBC di NISP yang melebihi 40% sesuai dengan ketentuan POJK, karena telah mendapatkan persetujuan OJK dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
(caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Dan jangan lupa kunjungi Pintarsaham di sini
https://bit.ly/3QtahWa
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://bit.ly/3YGX6Dc
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
https://bit.ly/44osZSV
https://bit.ly/47hnUgG
https://bit.ly/47eBu4b
https://bit.ly/3LsxlQJ
1/2