Menurut "sutradara drama" spin off $AADI dan $ADRO, publik harus senantiasa menunggu cum date agar dividennya bisa menggantikan uang yang keluar akibat pemebelian saham AADI.
Apabila cum date terjadi sebelum IPO/PUPS, maka sisi positifnya adalah para pecinta ADRO tidak perlu keluar duit untuk pembelian saham AADI. Tapi sisi negatifnya adalah banyak pihak yang mungkin akan kabur dengan dividen super jumbo tanpa membeli saham AADI.
Di sisi lain apabila cum date terjadi setelah IPO/PUPS, maka segenap pecinta ADRO akan "dikunci" sahamnya mulai tanggal IPO/PUPS hingga tanggal cum date tersebut. Ini berarti siapa pun yang sudah floating profit, apalagi 23%++ bisa keluar dengan "damai" sebagai langkah untuk memitigasi resiko kejatuhan saham ADRO saat ex-date. Lagipula rasio 100:23 itu setara dengan floating profit 23%. Selisih 11%, kalau dihitung dari dividen yield 34%, tidak layak untuk ditunggu, karena menurut pengalaman selama puluhan tahun, kejatuhan harganya pasti mengeliminasi nilai dividen yield tersebut.
Memang betul para pecinta ADRO tersebut tetap bisa jual sahamnya tanpa menunggu cum date. Tetapi jika demikian, maka mereka telah membeli saham AADI dengan uangnya sendiri. Awalnya punya niat beli saham AADI pakai dividen, tetapi karena panik dan takut kena ARB non-stop selama berhari-hari, akhirnya tidak jadi ambil dividen. Dengan kata lain sang sutradara berhasil memberikan ILUSI TERHEBAT sepanjang masa hidup ADRO via ribuan "iklan" yang terus digembor-gemborkan oleh para influencer terkait.
Ada yang berpendapat bahwa saham AADI akan memberikan profit puluhan persen, atau bahkan 100%++, dengan alasan sahamnya saat ini dijual dengan PER 2,5x - 3x. Masalahnya dari tahun ke tahun, harga saham batubara, termasuk $PTBA dan $ITMG selalu mengikuti tren harga batubara. Tetapi ada beberapa pengecualian, yakni 1-2 bulan menjelang cum-date maupun saat investor strategis masuk, seperti om Salim di $BUMI .
Kita juga perlu menyadari kembali bahwa bursa saham adalah ZERO-SUM GAME. Artinya ketika ada pihak yang profit 100% maka perlu ada pihak lain yang RELA NYANGKUT di 100% tersebut. Biasanya yang begini adalah dermawan yang hobi memberi sedekah kepada trader lain. Jadi pertanyaan paling besar adalah siapakah yang mau menjadi PAHLAWAN BURSA dan menyangkutkan dirinya supaya ribuan trader/investor lainnya profit 100%++ dari saham AADI?
Sementara itu, di sisi lain, ada yang mungkin berpendapat bahwa kejatuhan saham ADRO tidak akan terlalu dalam, meskipun ADRO berpotensi mencatatkan NET LOSS setelah AADI keluar. Bahkan ada yang begitu yakin akan diperlakukan seperti BREN. Tetapi masalahnya adalah apakah ada jaminan 100%? Itu namanya JUDI om-tante sekalian.
Kalau kita perhatikan perkembangan perilaku bursa, maka kita sadari bahwa setelah covid-19 telah terjadi aksi menggoreng saham milik para Billionaire Indonesia. Orang-orang yang namanya terdaftar di Forbes, seperti Salim dan Pagestu. Semua orang tahu bahwa citra mereka sudah dibentuk sedemikian rupa terkait kuat dengan harga saham yang meroket.
Yang jadi pertanyaan adalah apakah para paus ADRO punya sejarah seperti itu?
Apakah citra Boy Tohir juga terkait dengan harga saham yang meroket?
Jadi ide bahwa ADRO akan diapresiasi seperti BREN merupakan ide judi belaka bukan?
Memang betul high-risk high-gain. Tapi masalahnya pasar selalu fokus ke "high gain" ketimbang "high risk". Dan bahkan bagian "high risk" suka diabaikan, terutama oleh kalangan unyu-unyu. Sedangkan di sisi lain, para paus yang sudah puluhan tahun di bursa, selalu fokus ke MANAJEMEN RESIKO ketimbang "high gain". Makanya jangan heran apabila saham ADRO hingga kini kena tekanan jual hebat dari para paus, karena itu merupakan bagian dari manajemen resiko mereka. Di sisi lain, para unyu-unyu yang masih hanyut oleh janji-janji manis (high gain) dari sang sutradara, malah berbangga diri beli di harga tinggi.
Logikanya begini. Kalau kenyataan selalu seindah narasinya, maka kenapa para FM lokal tidak jual masif saham-saham BBCA, BMRI, BBRI dan beralih ke ADRO demi membeli AADI via PUPS? Bukankah sangat menggiurkan bisa profit 100% dari dana 500M - 1T?
Jawabannya itu tadi. JUDI. JUDI. JUDI.
Dan hal ini sudah dibuktikan dengan eksodus masif selama 2 minggu terakhir. Pelaksanaan RUPS bukannya menjadi kabar baik dan memotivasi semua investor untuk borong sahamnya, para paus malah kabur. Lebih baik resiko mendekati nol daripada nyangkut ratusan milyar di harga atas.
Lagipula pada tanggal 11 September 2024, saat drama dimulai, saham ADRO hanya dihargai PER 4,5x. Itu pun sudah naik banyak dari kisaran harga 2400-2600 pada Q4 2023 - Q1 2024. Jadi aslinya pasar hanya menghargai ADRO di kisaran PER 3x - 3,3x. Nilai ini sangat tipis dengan wacana PER AADI yang diestimasi berkisar 2,5x - 3x. Selisihnya tidak sampai 50%.
Bayangkan saja, selama hampir 1 tahun pasar hanya menghargai ADRO di bawah PER 4,5x, meskipun banyak yang koar-koar nilai rata-rata PER di industrinya sudah 6x lebih.
Apakah masuk akal AADI dihargai 5x - 6x kalau ADRO sendiri selama ini hanya dihargai kurang dari PER 4,5x?
Bukankah kinerja AAI akan sangat mirip dengan kinerja Adaro, sebelum drama dimulai?
Bukankah pasar akan memperlakukan AADI seperti ITMG dan PTBA yang harganya mengikuti tren harga batubara?
Dengan demikian apakah profit 100%++ dari saham AADI masih realistis?
Siapa pula yang rela mengorbankan dirinya demi profit 100% bagi ribuan trader lainnya?
Jadi saran saya, kalau kalian sudah punya saham ADRO dari sejak sebelum drama dimulai, maka masih layak untuk mengikuti skenario sang sutradara. Tetapi apabila kalian belinya setelah itu, apalagi di 4000++, lebih baik kabur atau trading harian saja, tanpa peduli "skenario dramanya". Alasan utamanya adalah RESIKONYA LEBIH BESAR daripada reward-nya.
Kalau ada yang masih koar-koar promosi ADRO dengan berbagai narasi indah, coba paksa dia buka portofolio dan kasih lihat harga beli dia sendiri. Buktikan dia RELA NYANGKUT demi AADI. Tanpa bukti itu, maka itu berarti dia sudah koleksi jauh di bawah dan kalian para follower dia hanyalah TUMBAL BELAKA!
Pesan terakhir saya adalah apabila harganya semakin turun saat "iklannya" semakin masif di media massa maupun di grup-grup saham, maka itu berarti banyak pihak yang sedang mencari "tempat sampah", untuk buru-buru membuang saham ADRO sebelum IPO/PUPS.
Dengan semakin gencarnya aksi buang saham ADRO setelah RUPS kemarin, membuktikan bahwa REALITA tidak seindah DONGENG dari sang sutradara.