Rusia - Ukraina Damai = Harga Coal Anjlok?
Tidak terasa sudah 997 hari perang Ukraina-Rusia terjadi. Makin banyak orang mati. Di hari ke 966 perang Ukraina - Rusia, Kanselir Jerman Olaf Scholz menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin. Ini momen penting karena mereka tidak pernah ngobrol lagi hampir dua tahun sejak perang di Ukraina pecah. Hubungan Rusia sama negara-negara Barat jadi kayak perang dingin lagi, saling tidak percaya, dan saling menjauh. Di telepon itu Scholz bilang ke Putin, minta Rusia tarik pasukannya dari Ukraina dan mulai pembicaraan damai biar konflik ini bisa selesai. Tapi Putin tidak tinggal diam. Dia bilang kalau perang mau selesai, Rusia ingin realita wilayah yang sekarang ada tetap diakui. Maksudnya, wilayah-wilayah Ukraina yang sekarang dikuasai Rusia harus jadi milik Rusia secara resmi. Kata Ukraina ke Pak Toto Put, enak aja lu Put. https://bit.ly/45FDAJu
Di sisi lain, Putin juga bilang kalau Rusia siap diskusi soal energi lagi kalau Jerman mau. Sebelum perang, Jerman itu sangat bergantung sama gas dari Rusia buat kebutuhan energinya. Tapi semuanya berubah sejak perang pecah, ditambah lagi waktu pipa gas Nord Stream di Laut Baltik meledak. Alhasil, pasokan gas langsung berhenti total. Kalau mereka benar-benar bikin kesepakatan baru, pasokan gas dari Rusia bisa balik lagi ke Jerman dan Eropa. Ini jelas bakal jadi kabar besar.
Kalau bicarakan dampaknya, harga energi bisa jadi turun drastis kalau pasokan gas Rusia balik. Waktu perang Ukraina - Rusia di 2022, semua harga komoditas meroket. Harga coal tembus 400 dollar, gas meroket, oil meroket. 90% perusahaan Coal dan oil cetak laba tertinggi sepanjang masa. Bisa cek laba $ADRO $ITMG $PTBA $ASII $BSSR waktu awal perang Ukraina - Rusia, itu rata-rata laba all time high. Harga coal dan oil meroket karena supply shock awal Perang karena Eropa selama ini harus beli gas alam cair (LNG) dari negara lain yang harganya lebih mahal. Kalau Rusia jual gas lagi ke Eropa, pasokan bakal naik, otomatis harga gas di pasar juga turun. Ini kabar baik buat orang-orang di Eropa, apalagi di musim dingin, di mana kebutuhan gas untuk pemanas itu tinggi banget. Selain itu, harga energi global kayak minyak dan LNG juga bisa ikut turun karena pasar jadi lebih stabil. Upgrade skill https://bit.ly/3YGX6Dc
Jika kita bandingkan harga komoditas energi selama tiga tahun terakhir, perbedaannya cukup mencolok. Tahun 2021, harga mulai naik karena pemulihan ekonomi global setelah pandemi COVID-19. Batu bara misalnya, rata-rata harganya sekitar US$115,35 per ton, minyak mentah Indonesia (ICP) di kisaran US$68,17 per barel, dan gas alam sekitar US$15 per MMBtu. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya permintaan energi, sementara pasokan masih terbatas akibat efek pandemi. Tahun ini bisa dibilang sebagai periode pemulihan yang bikin harga energi mulai naik perlahan.
Masuk 2022, harga komoditas energi meledak. Konflik Rusia-Ukraina jadi penyebab utama, karena pasokan energi, terutama gas Rusia ke Eropa, terganggu. Batu bara melonjak rata-rata ke US$276,58 per ton, bahkan sempat tembus US$323,91 per ton di Juni. Harga minyak juga naik gila-gilaan, rata-rata sekitar US$100 per barel, dengan puncaknya di US$117,62 per barel. Gas alam tidak kalah tinggi, rata-rata di kisaran US$25–30 per MMBtu. Eropa yang kesulitan pasokan gas dari Rusia beralih ke LNG dan batu bara sebagai alternatif, yang bikin harga energi global naik drastis. https://bit.ly/45FDAJu
Tahun 2023, harga mulai turun tapi belum kembali seperti 2021. Batu bara turun ke rata-rata US$220–240 per ton, minyak mentah stabil di US$85–90 per barel, dan gas alam melandai ke US$20 per MMBtu. Penurunan ini terjadi karena pasokan energi global mulai membaik, Eropa berhasil diversifikasi sumber energi, dan permintaan energi global melemah, terutama dari China dan Eropa. Meskipun begitu, harga komoditas ini tetap lebih tinggi dari masa sebelum pandemi, menunjukkan bahwa pasar energi masih dalam fase penyesuaian setelah krisis besar di 2022. Jadi, pergerakan harga ini benar-benar mencerminkan dinamika global, mulai dari pemulihan pandemi, konflik geopolitik, hingga stabilisasi pasar.
Bila kita lihat perbandingan laba bersih dari beberapa perusahaan energi besar di Indonesia, ada pola yang menarik. Tahun 2021, laba mereka sebenarnya sudah cukup solid, tapi belum spektakuler. Misalnya, Adaro Energy (ADRO) mencatat laba US$933 juta, Indo Tambangraya Megah (ITMG) US$475 juta, dan Bukit Asam (PTBA) Rp7,9 triliun. Laba Astra International (ASII), yang juga punya bisnis energi, ada di angka Rp20,2 triliun, sementara Baramulti Suksessarana (BSSR) mencatatkan US$90 juta. Tapi ketika perang Rusia-Ukraina meledak di 2022, harga komoditas seperti batu bara dan minyak naik gila-gilaan. Ini bikin laba mereka juga meroket. Tahun 2022 jadi momen emas, di mana ADRO mencatat laba US$2,49 miliar, ITMG US$1,2 miliar, dan PTBA tembus Rp12,56 triliun. ASII juga ikut untung besar dengan laba Rp28,94 triliun, dan BSSR melejit ke US$239,89 juta. https://bit.ly/45FDAJu
Namun, di 2023 ceritanya mulai berubah. Harga energi global mulai stabil, pasokan lebih terkontrol, dan laba mereka ikut turun dari puncaknya di 2022. ADRO misalnya, labanya turun jadi US$1,64 miliar, ITMG merosot ke US$500 juta, dan PTBA kembali ke Rp6,1 triliun. BSSR juga ikut melandai dengan laba US$162,27 juta. Tapi ada juga yang masih bisa mencetak kenaikan, seperti ASII, yang justru naik jadi Rp33,83 triliun. Jadi, meskipun 2023 terlihat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, angka-angka ini tetap jauh lebih besar dibandingkan 2021. Intinya, perang di 2022 memang sempat bikin cuan besar-besaran, tapi 2023 jadi tahun penyesuaian yang lebih normal untuk pasar energi.
Jadi ketika Rusia dan Ukraina damai, kemungkinan besar harga komoditas energi seperti coal bisa balik lagi ke level pra Covid-19. Perusahaan Coal dan oil dan senjata yang cuan gede dari perang Rusia dan Ukraina bisa berkurang labanya. Pak Toto hanya jualan bakso dan kaos, jadi tidak terlalu ngefek https://bit.ly/45FDAJu
Tapi tidak semua orang optimis kalau Rusia dan Ukraina akan damai. Ada yang bilang ini Scholz telepon Putin cuma basa-basi tanpa tindak lanjut yang jelas. Kalau benar-benar tidak ada kesepakatan, Eropa masih bakal menghadapi krisis energi. Mereka tetap harus impor LNG mahal dari negara lain buat nutup kebutuhan energi mereka. Jadi semuanya sekarang tergantung sama langkah berikutnya dari pembicaraan ini.
Kalau Jerman dan Rusia benar-benar deal, bisa dibilang ini jadi titik balik buat harga energi. Tapi kalau tidak ada apa-apa, krisis energi bakal lanjut, dan orang-orang Eropa tetap harus bayar mahal buat energi mereka. Jadi, semua mata sekarang tertuju ke langkah Scholz dan Putin selanjutnya. Bakal benar-benar ada perubahan, atau cuma angin lalu.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
(caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Dan jangan lupa kunjungi Pintarsaham di sini
https://bit.ly/3QtahWa
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://bit.ly/3YGX6Dc
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
https://bit.ly/44osZSV
https://bit.ly/47hnUgG
https://bit.ly/47eBu4b
https://bit.ly/3LsxlQJ
1/2