@danusubagio70 Sebenarnya permasalahan di emiten pakan ternak dan unggas yg terjadi selama ini terjadi bukanlah terkait bahan bakunya, Melainkan overproduksi ayam shg menyebabkan harga jual yg rendah.
Baik Itu $MAIN, $CFIN, dan $JPFA utk bisnis pakan ternaknya selalu menghasilkan laba positif meskipun bahan baku jagung dan kedelai naik, apalagi bila harga jagung dan kedelai turun bisnis pakan ternak bisa menghasilkan GPM yg lebih tinggi. Sebaliknya bisnis ayam pedaging dan DOC selalu flutktuatif tergantung dari harga DOC dan ayam pedaging.
Dengan adanya program bergizi gratis yg menyasar kurang lebih 20jt siswa SD/SMP/SMA di Indonesia., yg mana semisal kita asumsikan dlm seminggu minimal ada dua kali menyajikan menu dgn lauk pauk telur & ayam, maka otomatis permintaan telur dan ayam nanti akan mengalami peningkatan, begitu juga dng harganya.
Apabila harga ayam di tingkat produsen bisa kembali menyentuh harga kisaran 24.000 - 26.000, maka estimasi labanya yg dihasilakn minimal bisa seperti laba Q2 2024 (ini belum memperhitungkan tambahan volume permintaan dari program makan bergizi gratis). Sayangnya saat ini sampai November Q4 harga ayam di tingkat produsen baru kembali ke level harga kisaran 22.000, meskipun lebih baik ketimbang di Q3 yg anjlog ke harga 18.000 akibat deflasi berturut-turut/lemahnya daya beli masyarakat.