imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Divergence Antara Laba Naik + Harga Saham Anjlok

Divergence laba dan harga saham terjadi ketika ada perbedaan arah antara pertumbuhan laba perusahaan dan pergerakan harga sahamnya. Artinya, meskipun laba perusahaan naik (pertumbuhan laba positif), harga saham justru turun, atau sebaliknya. Fenomena ini bisa membingungkan karena biasanya orang menganggap bahwa jika laba perusahaan meningkat, harga saham seharusnya ikut naik, dan jika laba menurun, harga saham seharusnya turun. Pak Toto bilang, santai saja https://bit.ly/45FDAJu

Divergence ini bisa terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya adalah sentimen pasar yang lebih kuat dari fundamental perusahaan. Misalnya, saham dengan pertumbuhan laba yang bagus seperti DMAS dengan laba Rp1.12 triliun dan pertumbuhan 84.70% (✅), namun return harga tetap turun -4.14% (❌). Ini bisa terjadi karena faktor eksternal seperti bandarnya memang dodol bin lemah dan perlu upgrade Skill. https://bit.ly/3YGX6Dc

Beberapa contoh saham yang menunjukkan divergence antara laba dan harga saham antara lain:

1. $DMAS: Harga Rp162, laba Rp1,123.17 miliar, laba naik 84.70% ✅, return harga 1 tahun -4.14% ❌, dividend yield 13.58% ✅, PBV 1.12 ✅.

2. $DVLA: Harga Rp1,660, laba Rp147.39 miliar, laba naik 47.66% ✅, return harga 1 tahun -10.99% ❌, dividend yield 6.51% ✅, PBV 1.26 ❌.

3. $CNMA: Harga Rp180, laba Rp529.77 miliar, laba naik 36.57% ✅, return harga 1 tahun -34.78% ❌, dividend yield 7.22% ✅, PBV 3.26 ❌.

4. ASGR: Harga Rp875, laba Rp150.56 miliar, laba naik 21.06% ✅, return harga 1 tahun -4.89% ❌, dividend yield 6.06% ✅, PBV 0.62 ✅.

5. TBLA: Harga Rp680, laba Rp500.91 miliar, laba naik 14.98% ✅, return harga 1 tahun -13.92% ❌, dividend yield 5.88% ✅, PBV 0.48 ✅.

6. MLBI: Harga Rp6,450, laba Rp762.57 miliar, laba naik 10.08% ✅, return harga 1 tahun -20.86% ❌, dividend yield 7.84% ✅, PBV 10.30 ❌.

7. EPMT: Harga Rp2,480, laba Rp587.63 miliar, laba naik 8.74% ✅, return harga 1 tahun -4.62% ❌, dividend yield 6.69% ✅, PBV 0.91 ✅.

8. ROTI: Harga Rp980, laba Rp248.78 miliar, laba naik 8.20% ✅, return harga 1 tahun -24.62% ❌, dividend yield 8.95% ✅, PBV 2.83 ❌.

9. SMSM: Harga Rp1,885, laba Rp719.37 miliar, laba naik 3.53% ✅, return harga 1 tahun -4.07% ❌, dividend yield 5.31% ✅, PBV 1.08 ✅.

10. $BBRI: Harga Rp4,550, laba Rp45,064.75 miliar, laba naik 2.44% ✅, return harga 1 tahun -13.33% ❌, dividend yield 7.01% ✅, PBV 2.13 ❌.

11. IPCM: Harga Rp270, laba Rp121.10 miliar, laba naik 1.10% ✅, return harga 1 tahun -2.88% ❌, dividend yield 8.30% ✅, PBV 1.13 ✅.

12. $ASII: Harga Rp5,000, laba Rp25,854.00 miliar, laba naik 0.63% ✅, return harga 1 tahun -14.16% ❌, dividend yield 10.38% ✅, PBV 0.98 ✅.

Saham-saham seperti DMAS, DVLA, dan CNMA menarik perhatian karena mereka punya kombinasi yang jarang ditemui: pertumbuhan laba yang tinggi dan dividend yield yang menggiurkan. DMAS misalnya, dengan laba Rp1.12 triliun dan pertumbuhan laba 84.70%, bisa bikin investor tersenyum (✅). Ditambah lagi, dividend yield 13.58% itu cukup tinggi (✅). Sayangnya, return harga mereka masih -4.14% dalam setahun (❌), jadi ada pertanyaan: kenapa harga saham malah turun padahal performa perusahaan baik? Di sinilah peran bandar atau pelaku besar di pasar mulai terlihat. https://bit.ly/3YGX6Dc

Bandar saham, alias pemain besar seperti institusi keuangan, punya pengaruh besar dalam pergerakan harga. Mereka bisa jual dalam jumlah besar, yang bikin harga saham anjlok karena tekanan jual yang besar. Misalnya, CNMA yang punya laba Rp529.77 miliar dan pertumbuhan 36.57% (✅) tapi return harga anjlok -34.78% (❌). Aneh, kan? Dividend yield-nya 7.22% juga cukup oke (✅), tapi PBV-nya 3.26 cukup tinggi (❌). Penurunan harga seperti ini bisa jadi bukan karena kinerja buruk, tapi lebih karena strategi bandar yang ingin menggoyang pasar.

Kenapa bandar bikin harga turun? Sederhana, mereka bisa jual besar-besaran untuk bikin sentimen negatif dan membuat investor ritel panik dan ikut jualan. Ini bisa dilihat pada ASGR, yang laba Rp150.56 miliar dengan pertumbuhan 21.06% (✅), tapi return harga masih -4.89% (❌). Dividend yield 6.06% cukup lumayan (✅), dan PBV 0.62 bikin saham ini terlihat undervalued (✅). Jadi, ketika harga turun dan investor ritel panik, bandar bisa beli lagi di harga rendah, kemudian menaikkan harga untuk mengambil untung. https://bit.ly/3YGX6Dc

Contoh lain yang menarik adalah BBRI dan ASII, yang masing-masing mencatat laba besar Rp45.06 triliun dan Rp25.85 triliun, namun return harga mereka juga turun -13.33% (❌) dan -14.16% (❌). Dividend yield BBRI 7.01% (✅) dan ASII 10.38% (✅) bikin saham ini layak dilirik oleh investor dividen. Tapi kenapa harga mereka bisa turun? Lagi-lagi, peran bandar besar yang mungkin sedang menjual untuk membangun posisi di harga lebih rendah.

Jadi, kesimpulannya, saham-saham ini menarik karena di atas kertas punya fundamental yang baik—laba naik dan dividend yield tinggi, seperti EPMT yang punya laba Rp587.63 miliar dengan return harga -4.62% (❌) dan dividend yield 6.69% (✅). Tapi peran bandar bisa bikin harga anjlok meski fundamentalnya baik. Mereka menggunakan strategi jual besar-besaran untuk mempengaruhi sentimen pasar, membuat harga turun, dan kemudian masuk lagi di harga rendah. Ini bisa jadi peluang buat investor jeli yang tahu cara membaca situasi ini.

Memang ada kemungkinan kalau bandar saham, yang biasanya punya peran besar dalam menggerakkan harga, sedang dalam posisi lemah atau kekurangan modal untuk "menggoreng" saham. Misalnya, kalau pasar lagi lesu atau banyak ketidakpastian global, bisa saja modal mereka terkuras atau mereka memilih untuk tidak terlalu agresif. Ini bisa jadi salah satu alasan kenapa saham seperti ROTI, dengan laba Rp248.78 miliar dan pertumbuhan laba 8.20% (✅), justru punya return harga -24.62% (❌). Meskipun dividend yield 8.95% cukup tinggi (✅), harga sahamnya tetap turun karena mungkin bandarnya memang sedang menahan diri atau tidak punya cukup modal untuk intervensi besar-besaran. https://bit.ly/3YGX6Dc

Ada juga skenario di mana bandar terlihat "lemah" karena strategi mereka berubah atau karena ada tekanan eksternal. Contohnya, MLBI yang mencatat laba Rp762.57 miliar dan pertumbuhan laba 10.08% (✅) tapi tetap punya return harga -20.86% (❌), bisa jadi karena bandarnya lagi fokus ke aset lain atau dana mereka terbatas. Di sisi lain, regulasi pasar modal yang ketat juga bisa membatasi gerak mereka, jadi walaupun fundamental perusahaan cukup baik dan dividend yield-nya 7.84% menarik (✅), harga sahamnya tetap tertekan. Ini bisa jadi kesempatan buat investor yang paham situasi dan berani ambil risiko di saham yang harganya tertekan tapi fundamentalnya masih oke.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
(caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Dan jangan lupa kunjungi  Pintarsaham di sini  
https://bit.ly/3QtahWa

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://bit.ly/3YGX6Dc

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
https://bit.ly/44osZSV
https://bit.ly/47hnUgG
https://bit.ly/47eBu4b
https://bit.ly/3LsxlQJ

Read more...

1/2

testes
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy