Tulisan ini, sepertinya akan menjadi akhir dari update aksi korporasi menarik yang saya sebut sebagai “penyelamatan” NET TV (NETV). Selanjutnya, mungkin akan situasional melihat adakah perkembangan menarik dari mereka.
“Operasi penyelamatan” alias akuisisi ini akhirnya akan segera dimulai dalam beberapa hari kedepan, melalui penerbitan saham baru dengan metode private placement, dimana MD Entertainment (FILM) dan NETV akan sama sama memperoleh modal baru. Namun demikian, “operasi” ini nampaknya menghadapi kendala. Sementara tujuan penggunaan dana nampaknya sudah fixed, karena hampir keseluruhan dananya akan digunakan untuk “bersih bersih” hutang, yang tentu mana mungkin akan dilakukan pemotongan (tanpa syarat ketentuan berlaku).
Lalu, apa yang dilakukan FILM mengatasi kendala ini? Sekalian saya bahas mengenai mengapa kendala ini diatasi dengan cara demikian, dan bagi teman teman saya yang ngga common dengan tipikal transaksi begini, siapa tahu bisa memperjelas kebingungan setelah membaca berita berita tentang “operasi penyelamatan” ini.
Baca postingan terkait dengan aksi korporasi paling puyeng antara NETV x MD lainnya di s .id/netvxmdplbk
======
Yang lalu, kita masih belum ketemu siapa investor lain selain Samuel Internasional, yang akan memasukkan modal ke FILM. Namun, hingga tenggat waktu yang sudah ditetapkan, hingga manajemen NETV dan anak usahanya sudah resign hampir semuanya dan digantikan oleh manajemen dari Manoj Punjabi, nampaknya mereka menghadapi kebuntuan untuk menemukan investor lain.
Saya menduga, alasan belum ketemunya investor lain disebabkan oleh 2 hal. Pertama, tenggat waktu yang sempit, sehingga kurang memungkinkan untuk melakukan lobi lobi lanjutan. Kedua, karena situasi ekonomi yang kurang favorable untuk melakukan investasi investasi “berisiko” seperti ini. Kondisi NETV yang demikian adanya memang membuat orang juga mikir mikir keras dan mempertimbangkan banyak hal. Apalagi perubahan lanskap media memang membuat orang orang, terutama yang kurang memahami seluk beluknya, menjadi ragu ragu terhadap keberlanjutan televisi dan bisnisnya (saya masih optimis).
Hal inilah yang akhirnya membuat mereka mengambil langkah yang sebenernya agak “berisiko”, yaitu meminjam dalam bentuk kredit dari Bank Mandiri (BMRI). Peminjaman ini untuk menutupi selisih antara dana yang diharapkan diraup dari private placement vs realitasnya, dimana realitasnya hanya memperoleh dana Rp 662 Milyar saja. Mereka meminjam sejumlah Rp 795 Milyar. Artinya dana yang diperoleh secara total adalah Rp 1,45 Triliun. Target private placement secara total sendiri adalah Rp 2,9 Triliun. Artinya, yang bisa didanai hanya sekitar 50% saja dari keseluruhan. Sisanya? Nanti kita bahas di akhir akhir postingan ini.
Nah yang menarik dari pinjaman ini bukan soal pinjamannya. Metode seperti ini adalah hal umum dalam banyak akuisisi perusahaan, dimana ngga selalu sepenuhnya didanai cash and carry, tapi bisa juga digabung dengan pinjaman, terutama pinjaman bank atau obligasi. Meski beresiko, namun metode ini mengharapkan bahwa pinjaman itu bisa dikembalikan melalui dividen dari perusahaan yang diakuisisi, pendapatan si pengakuisisi/induk usaha itu sendiri atau transaksi pinjam meminjam dengan anak usaha. Karena itu, perusahaan yang mengakuisisi harus punya permodalan yang kuat juga.
Yang menjadi menarik dari transaksi pinjaman ini adalah, bahasa gadai yang digunakan oleh media saat memberitakan transaksi ini. Bahasa lengkapnya kira kira, MD Entertainment menggadaikan saham NETV ke BMRI. Istilah gadai saham ini, entah kenapa dianggap negatif oleh sebagian orang, seperti teman teman saya yang mengerti pertelevisian. Padahal, prinsipnya memang seperti gadai, bahwa ada jaminan yang digunakan untuk meminjam. Bedanya, kalau digadai, umumnya barang itu sah milik kita sebelum digadai - biasanya sudah ada tanda kepemilikannya, sementara kredit atau pinjaman kali ini membiayai pembelian saham, yang saat penarikannya si jaminan ini belum ada di tangan kita sepenuhnya secara hukum. Setelah aksi korporasi dan penarikan pinjaman terjadi, baru si jaminan ini jadi milik kita.
Tapi, daripada bikin bingung, saya akan sebutnya tetap pinjaman atau kredit dengan jaminan. Nah, dalam pinjaman FILM ini, mereka ngga hanya menjaminkan saham NETV, namun juga menjaminkan beberapa aset FILM dan anak usahanya. Mungkin hal inilah yang membuat NETV melakukan reverse stock split, yang akan dilaksanakan berdekatan dengan private placement dalam beberapa hari ini. Istilah kata, agak terlihat “cantik” lah gitu.
Dari aksi korporasi mendatang, eksekusi pertama adalah konversi hutang jadi saham yang sudah diperoleh dari kreditur NETV, yang pada saat bersamaan akan juga dikonversi. Konversi ini memastikan ekuitas NETV kembali ke positif dulu, setelah per Juni 2024 mengalami ekuitas negatif Rp 648 Milyar. Setelah itu, FILM akan membeli sebagian besar saham saham dari grup Indika-Teladan (menyisakan sebagian kecil saham mereka disini, belum tahu apakah akan jualan seluruhnya atau ngga) dan mereka akan menambah setoran modal sejumlah Rp 200an Milyar untuk membiayai modal kerja dari NETV di level anak usahanya - NET TV.
Eh bentar? Yakin segitu cukup? Kita bahas kemungkinannya di akhir akhir.
Yang lain, manajemen NETV yang eksisting pun ada yang kemudian dipertahankan. Pada level NETV sebagai induk, ada Surya Hadiwinata yang dipertahankan sebagai direksi. Sementara, di level anak usaha, Lie Halim dipertahankan, namun digeser posisinya di level direksi. Namun, mengingat tanggal 7 November mendatang ada RUPSLB (RUPS Luar Biasa) lagi, nampaknya kita perlu menunggu list manajemen yang fix akan ditetapkan, karena ada informasi di website NETV bahwa Lie Halim ada kemungkinan ditarik di level NETV.
Selain dua nama ini, dan manajemen dari Manoj Punjabi, ada satu nama eksternal yang ditarik. Nama ini adalah Esmal Diansyah. Selama sekitar 10 tahun terakhir, beliau ini berada di lingkungan MNC Media, dimana jabatan terakhirnya selama 5 tahunan terakhir adalah di grup iNews, stasiun TV berita grup ini - yang mengkonsolidasikan juga portal berita dan media pemberitaan lainnya dari grup MNC ini. Posisi Esmal, Lie dan Surya hampir hampir mirip, sama sama berpengalaman di sales dan marketing. Agak unik memang formulasi manajemen ini, karena hampir ngga ada yang main di operasional dan program - di luar manajemennya Manoj Punjabi - yang merupakan jantung dari bisnis media, selain tentunya sales marketing itu sendiri.
Tapi melihat pengalaman masing-masing, agaknya Esmal dan Surya akan sedikit dipetakan berbeda, dimana salah satu dari mereka akan mengelola business development (arahnya lebih strategis), operasional dan program grup NETV, sementara yang lain akan fokus di sales marketing (teknis penjualan dan pendapatan). Lie Halim sendiri, karena paling senior, wajar mendapat posisi direktur utama.
Yang menarik, dan sesuai dugaan saya, adalah salah satu agenda RUPSLB NETV mendatang, yaitu pergantian nama. Ini membuka peluang bahwa NET TV akan berganti nama juga, mengikuti perubahan nama induknya. Jadi penasaran…
Sekarang, kita sudah di bagian akhir. Mari kita melihat apa yang mungkin terjadi setelah aksi korporasi ini, selain pergantian nama yang mungkin terjadi.
Pertama, setelah saya teliti ulang, izin private placement yang akan digelar FILM ini hingga 2 tahun mendatang, sesuai dengan aturan OJK. Artinya, kedepan FILM bisa berpotensi memperoleh investor baru dengan private placement lanjutan, dan perolehan dananya bisa mencapai target maksimal Rp 2,9 Triliun (kalau belum diubah). Meski disebut tujuan dananya untuk kepentingan ekspansi dan investasi FILM yang lain, namun ini bisa berhubungan dengan NETV.
Dengan demikian, ada kemungkinan juga private placement akan berlangsung lagi di NETV, untuk menambah modal mereka. Namun kebutuhannya disesuaikan dengan kinerja NETV setelah akuisisi. Tentu harapannya ada perbaikan kinerja dong. Penambahan modal ini, bisa dilakukan dengan pinjaman standby yang disediakan FILM - kemudian dikonversi jadi modal, bisa juga disetor langsung dalam private placement.
Kedua, apakah Rp 200 milyar-an yang disetor dalam bentuk cash saat ini cukup? Jawabannya ngga. Selain membiayai beban yang ada saat ini, ada kemungkinan bahwa hutang usaha NETV jaman dulu - termasuk kemungkinan hutang eks NETV jaman Wishnutama - masih belum terlunasi semuanya. Asumsinya adalah, pada laporan keuangan 30 Juni 2024, hutang usaha jatuh tempo lebih dari 60 hari (rata rata hutangnya 30-60 hari) jumlahnya Rp 346 Milyar, mencapai 90% dari hutang usaha NETV keseluruhan sejumlah Rp 386 Milyar. Selain itu, dengan adanya speak up satu talent program NET TV era Wishnutama yang sudah sekitar 7-8 tahun lalu, membuktikan asumsi ini.
Yah, mari kita pantau dulu ~
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$IHSG $NETV $SCMA $FILM $RAAM
1/2