imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

DILEMA ENERGI BARU-TERBARUKAN (EBT)
$BREN $LABA $ARKO $KEEN $PGEO

Udah ga heran bagi saya melihat emiten EBT ada yang sudah menopang IHSG dan sering kali digaungkan di berita. Mulai dari tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, tenaga biomassa, tenaga biogas, tenaga nuklir, tenaga energi laut, dan tenaga panas bumi, hingga produk hilir seperti electric vehicle (EV).

Tapi menurut saya pribadi ada tantangan tersendiri dalam berbisnis EBT, apa itu? Saat ini produsen listrik terbesar masih diraup oleh PLN dengan PLTU, dimana bersumber dari energi konvensional/konservatif yang bahan bakar utamanya masih batubara (coal). Apalagi dengan adanya skema DMO (domestic market obligation), dengan pengaturan penjualan ke domestik sebanyak 20-25% hasil produksi.

Tujuan ini untuk mempermurah biaya listrik dan mengurangi subsidi dengan melihat kebutuhan listrik yang tiap tahun meningkat. Lantas bagaimana dengan EBT? Walaupun sudah mumpuni, tapi tidak mudah untuk menjual listriknya karena harga jual yang kurang kompetitif, tidak ada subsidi pembelian listrik bersumber dari EBT, bahkan capex tergolong big cost.

Semestinya transisi energi ini didukung oleh pengaturan/kebijakan yang mempermudah pelaku usaha green energy. Misal perusahaan distributor listrik memasok listrik dengan ketentuan 20% bersumber dari EBT. Jangan hanya PLN menerima DMOnya saja, PLN pun tidak mau tentunya karena milik pemerintah juga.

Masyarakat terlalu dimanja dengan subsidi, subsidi, dan subsidi. BBM pun juga masih subsidi, malahan yang dicabut subsidi nya mass-transport, padahal mass-transport untuk mengurangi kemacetan, mestinya mass-transport full subsidi, BBM cabut subsidi dan dialihkan ke mass transport, agar apa? jelas tujuan tercapai, bukan soal tepat sasaran lagi, tapi mengalihkan mereka ke mass transport.

Begitupun EBT, kalau diatur bahwa pendistribusi listrik harus membeli 20% listrik dari sumber EBT, saya yakin ini akan memantik perkembangan EBT besar-besaran di Indonesia, transisi energi bisa lebih cepat, karena ada gap atau demand 20% tadi yang harus dipenuhi.

Tapi yang terjadi, insentif turun ke industri hilir, produsen EV senang semringah, batubara juga senang, karena demand listrik artinya meningkat. Hilir lebih pesat daripada hulu memang terkesan terburu-buru, untungnya kita punya supply, tidak impor. Tapi EV yang dicanangkan sebagai green energy sebenarnya berbalut non-green energy (the green absolutely not green at all).

Sekarang ini sudah muncul kebijakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). Ada target penyediaan listrik melalui PLTS atap, nantinya akan ada insentif juga. Tapi daya minat hanya kepada perusahaan, mereka pemilik hunian residental menganggap ini mahal (kecuali kalangan atas), karena mau tidak mau atau suka tidak suka, cost membuat mereka memilih pembelian listrik subsidi PLN.

Bagaimana harga pembelian listrik dari EBT? Saya tampilkan saja yah pada gambar, supaya kalian bisa menghitung sendiri mana yang cost profitnya menarik untuk berbisnis atau dikembangkan (atau bisa download langsung Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 bagian Lampiran).

Read more...

1/9

testestestestestestestestes
2013-2024 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy