Karakteristik saham yang harganya naik dalam jangka panjang (hasil backtracking 10 tahun)
Salah satu hal yang biasanya saya lakukan adalah melakukan semacam backtrack terhadap saham-saham yang harganya naik secara konsisten. Walaupun memang backtracking ini memiliki beberapa kelemahan, namun secara umum bisa menjadi semacam referensi saat melakukan pemilihan saham.
Kali ini kita akan melihat saham-saham yang harganya tumbuh secara konsisten selama 10 tahun terakhir dengan persyaratan sebagai berikut. Saham yang akan kita backtrack adalah saham dengan CAGR > 10% selama 10 tahun terakhir dan sudah IPO pada tahun 2013. Pengamatan dilakukan selama kurun waktu 10 tahun (2013-2023).
Berdasarkan screening awal tersebut, terdapat 76 saham yang sesuai dengan kriteria tersebut yang memiliki median CAGR harga saham 16,7%. Sebagai perbandingan, IHSG dalam kurun waktu yang sama memiliki CAGR 5,5%. Artinya, secara keseluruhan saham-saham tersebut memberikan return yang secara signifikan jauh di atas market. Tentu akan menarik jika kita melihat bagaimana karakteristik umum saham-saham tersebut.
Sebagai pembanding, kita akan menggunakan keseluruhan saham yang sudah IPO pada tahun 2013 (456 saham) yang selanjutnya akan kita sebut sebagai ‘market’.
Ada beberapa parameter yang akan kita perhatikan, yaitu:
1. Pertumbuhan laba bersih
2. Pertumbuhan ekuitas
3. Return on equity
4. Initial P/E ratio (tahun 2013)
5. Initial PBV ratio (tahun 2013)
6. Konsistensi pembagian dividen
Ayo kita mulai.
Kriteria #1 - Pertumbuhan laba bersih
CAGR laba bersih ke-76 saham -->13,0%
CAGR laba bersih market --> 4,5%
Laju pertumbuhan laba bersih saham-saham yang harganya tumbuh tinggi secara signifikan mengalahkan market secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan perkiraan awal bahwa kenaikan harga saham dalam jangka panjang akan didorong oleh kenaikan laba bersihnya.
Kriteria #2 – Return on equity (ROE)
Median ROE ke-76 saham --> 12,4%
Median ROE market --> 11,8%
Hasil ini agak di luar perkiraan saya. Tidak terdapat perbedaan ROE yang cukup besar antara high growth stocks dengan market. Dugaan sementara saya adalah bahwa banyak saham yang profitable (ROE yang tinggi) namun pertumbuhan laba bersihnya tidak terlalu tinggi.
Mari coba kita gali lebih dalam tentang ini.
Terdapat 141 saham (dari 456 saham) dengan median ROE 10 tahun > 12% namun hanya 28% (40 saham) yang CAGR laba bersihnya > 10% selama kurun waktu tersebut.
Terlihat memang bahwa perusahaan bisa saja memiliki ROE yang tinggi namun laba bersihnya tidak terlalu tinggi pertumbuhannya.
Mengapa bisa begitu?
Untuk penjelasannya kita bisa mengambil sebuah contoh, yaitu $ROTI yang selama 10 tahun terakhir memiliki median ROE 13,1% namun CAGR laba bersihnya hanya 7,7%. Berdasarkan ROE memang terlihat bahwa emiten ini profitable. Namun jika kita lihat lebih dalam, ekuitasnya selama beberapa tahun terakhir cenderung terus menurun karena besarnya dividen yang dibagikan. Pada tahun 2023 bahkan membagikan dividen sebesar 608 miliar atau sekitar 141% dari laba bersih tahun 2022 (432 miliar). Pertumbuhan ekuitas yang rendah dan cenderung negatif akan membuat ROE meningkat walaupun laba bersihnya hanya tumbuh sedikit.
Fenomena seperti ini biasanya juga terjadi pada beberapa emiten yang bisnisnya sudah mulai mature dan tidak banyak memiliki ruang untuk tumbuh. Mereka cenderung akan membagikan sebagian besar labanya sebagai dividen dan tidak menyediakan dana yang cukup besar untuk berekspansi.
Lanjut lagi ke kriteria berikutnya, ya.
Kriteria #3 – Pertumbuhan ekuitas
CAGR ekuitas ke-76 saham --> 11,8%
CAGR ekuitas market --> 7,2%
Terlihat bahwa saham-saham yang harganya tumbuh secara konsisten memiliki laju pertumbuhan ekuitas rata-rata yang jauh lebih tinggi daripada market secara keseluruhan.
Jika dikombinasikan denga kriteria ROE, bisa kita simpulkan bahwa profitabilitas yang tinggi juga harus diiringi oleh pertumbuhan ekuitas yang konsisten dalam jangka panjang. Dengan demikian, bisnisnya akan memiliki bahan bakar yang cukup untuk terus tumbuh dan naik labanya sehingga diikuti juga oleh kenaikan harga sahamnya.
Kriteria #4 – Initial P/E ratio (2013)
Median P/E ratio tahun 2013 untuk 76 saham --> 9,8x
Median P/E ratio market tahun 2013 --> 14,1x
Hasil ini mungkin bisa menjadi justifikasi bahwa dengan membeli saham-saham bagus yang harganya murah akan bisa memberikan return yang memuaskan. Saham-saham yang pertumbuhan harganya ke depan cukup tinggi ternyata pada awalnya memiliki P/E ratio yang secara signifikan lebih rendah (9,8x) daripada market (14,1x).
Kriteria #5 – Initial PBV ratio (2013)
Median PBV ratio tahun tahun 2013 untuk 76 saham --> 1,1x
Median PBV ratio market tahun 2013 --> 1,9x
Ada 2 hal yang menarik perhatian saya setelah melihat hasil tersebut:
Yang pertama, sama halnya dengan analisis P/E ratio sebelumnya, terlihat bahwa saham-saham yang ke depannya akan memberikan return baik, memiliki PBV ratio awal (tahun 2013 dalam hal ini) yang relatif lebih rendah daripada market.
Yang kedua, PBV ratio awal saham-saham tersebut ternyata tidak terlalu rendah juga (1,1x). Dari 76 saham, hanya 35 saham (46%) yang memiliki PBV ratio awal < 1. Jika kita menerapkan batasan yang lebih rendah lagi (PBV ratio < 0,5x), hanya ada 20% saham (15 dari 76) yang memenuhi kriteria tersebut.
Hal ini membuat saya sampai pada satu kesimpulan, yaitu walaupun memang benar PBV ratio yang rendah biasanya mengindikasikan harga yang murah, namun bukan berarti saham dengan PBV ratio yang lebih tinggi tidak bisa memberikan return yang memuaskan dalam jangka panjang. Tentu saja akan sangat menarik jika ada saham bagus dengan PBV ratio yang sangat rendah. Namun bagi saya, PBV yang rendah tidak menjadi syarat mutlak dalam pemilihan saham.
Kriteria #6 – Konsistensi pembagian dividen
Persentase emiten yang selalu membagikan dividen pada ke-76 saham --> 31,6%
Persentase emiten yang selalu membagikan dividen secara keseluruhan market --> 18,6%
Kalau masih ada yang bingung, maksudnya adalah bahwa dari ke-76 saham terdapat 24 saham (31,6%) yang tidak pernah putus membagikan dividen. Sementara pada market secara keseluruhan, hanya terdapat 85 dari 456 saham (18,6%) yang tidak perah putus membagikan dividen setiap tahunnya.
Hasil ini terkait dengan tingginya pertumbuhan laba bersih pada saham-saham yang naik harganya. Jadi memang wajar saja jika perusahaan yang keuntungannya besar bisa membagikan dividen.
Kesimpulan:
- Backtracking bisa memberikan kita referensi seperti apakah ciri-ciri perusahaan yang harga sahamnya berpotensi untuk memberikan return memuaskan.
- Kita harus bisa memberikan konteks terhadap hasil backtracking agar lebih bermakna. Jika tidak, penafsiran kita akan misleading.
Sebelum saya tutup, ada catatan yang tidak kalah pentingnya terkait dengan backtracking ini.
Yang pertama, seiring dengan waktu sangat mungkin ambang batas dari parameter-parameter tersebut berubah. Mungkin tidak dalam waktu yang singkat ya. Namun ada baiknya kita melakukan backtracking ulang secara berkala (beberapa tahun sekali) untuk fine tuning.
Yang kedua, selalu ada kemungkinan kinerja di masa depan bisa jadi berbeda dengan hasil backtracking. Oleh karenanya, hasil backtracking ini bagi saya lebih seperti referensi tambahan dan bukan menjadi penentu pengambilan keputusan untuk jual atau beli.
Semoga kita semua bisa menjadi investor yang lebih baik 😀
Disclaimer: Tulisan ini adalah media edukasi dan bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Segala kerugian sebagai akibat dari penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis.
$IHSG