imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Hidden P/E 2x?
Author: Arnold Rafael

Dalam mencari saham menarik di bursa saham, banyak pelaku pasar menggunakan screening tools berbagai rasio untuk menghemat waktu dan mengerucutkan pilihan saham. Biasanya setiap pelaku pasar memiliki parameter rasionya sendiri untuk mencari saham murah. Salah satu rasio yang sering digunakan kebanyakan orang adalah P/E Ratio. P/E Ratio digunakan untuk mengukur berapa lama investor akan balik modal dengan membandingkan harga & laba pada saat itu. Tentunya, seorang pelaku pasar tidak akan melakukan screening dengan P/E Ratio negatif, karena artinya mereka seperti mencari perusahaan yang merugi.

Namun, rasio adalah hasil akhir dari kinerja masa lalu yang telah dicapai perusahaan, dan apa yang telah terjadi di masa lalu belum tentu akan berulang kembali di masa depan. Oleh karena itu, rasio bisa jadi tidak menggambarkan kondisi perusahaan sebenarnya, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai basis dalam pengambilan keputusan. Seseorang bisa dikatakan sebagai investor jika melakukan analisa perusahaan secara menyeluruh dan lengkap. Dengan begitu, investor dapat memiliki conviction dan menemukan harta karun tersembunyi di pasar saham.

Pada artikel ini, kami akan membahas saham PT Indorama Synthetics Tbk (INDR). Pada kasus INDR, perusahaan terus mengalami kerugian pada tahun 2023 dan 6M 2024 sehingga P/E Ratio menjadi negatif. Untuk mengetahui sebab INDR bisa mengalami kerugian, kita perlu mempelajari bisnis perusahaan terlebih dahulu.

Untuk memberikan gambaran sekilas terkait INDR, perusahaan adalah produsen bahan baku tekstil terintegrasi yang dimiliki oleh Sri Prakash Lohia & keluarga, yaitu orang terkaya nomor 6 di Indonesia. Pada tahun 2022, revenue perusahaan disumbang dengan komposisi produk polyester (41%), spun yarn atau benang pintal (55%), dan fabrics atau kain (4%). Pada level operating profit, komposisinya adalah spun yarn (79%), polyester (24%), dan fabrics (-3%). Dari sini terlihat bahwa produk spun yarn memiliki margin paling baik dibanding produk lainnya.

Untuk memproduksi produk perusahaan, biaya terbesar datang dari biaya bahan baku yang setara dengan 66% revenue (2022). Bahan baku yang dibeli perusahaan antara lain PTA & MEG, katun, dan bahan baku lainnya. PTA & MEG adalah bahan baku turunan minyak bumi yang digunakan untuk memproduksi produk polyester. Polyester yang diproduksi INDR dicampurkan dengan katun untuk membuat spun yarn. Karena PTA & MEG adalah produk turunan minyak bumi, harga beli PTA & MEG dipengaruhi oleh harga minyak bumi atau crude oil. Sedangkan untuk katun, harga belinya dipengaruhi oleh harga cotton.

Karena bahan baku INDR adalah komoditas, biasanya INDR melakukan penumpukan persediaan kurang lebih selama 3 bulan sebelum produk berhasil terjual. Pada tahun 2022, volume produksi perusahaan secara keseluruhan mencapai 500.000 ton dan kemudian dijual kepada produsen tekstil dan brand-brand baju ternama dunia seperti H&M, UNIQLO, dan ZARA. Karena produk perusahaan tetaplah komoditas, sehingga harga jualnya juga terpengaruh oleh harga komoditas. Dari segmen spun yarn, karena bahan spun yarn menggunakan campuran cotton, harga jualnya mengikuti harga cotton. Sedangkan, untuk polyester merupakan substitusi cotton, harga jualnya juga mengikuti harga cotton. Secara keseluruhan, harga jual produk perusahaan dipengaruhi oleh harga cotton. Ini membuat bisnis INDR menjadi siklikal karena kinerjanya sangat dipengaruhi oleh harga komoditas yang naik turun. Untuk catatan, biaya bahan baku lebih dipengaruhi oleh harga crude oil, sedangkan harga jual dipengaruhi oleh harga cotton.

Pada tahun 2023, INDR mengalami kerugian mencapai $40 juta atau setara Rp 600 miliar. Hal ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan penumpukan bahan baku di kala harga crude oil yang sedang tinggi di tahun 2022. Di satu sisi, harga acuan jual perusahaan yaitu cotton justru menurun di tahun 2023. Ini membuat perusahaan terpaksa menjual produk mereka di harga rendah dengan menggunakan biaya bahan baku yang tinggi. Tak heran, perusahaan mengalami kerugian yang besar. Kerugian ini terus berlanjut sampai pertengahan tahun 2024 karena harga crude oil stabil di level $70-80 / barrel, sedangkan harga cotton telah menurun menjadi $0,6-0,7 / lbs. Karena kondisinya sedang merugi, P/E Ratio INDR menjadi negatif. Penurunan kinerja juga diikuti dengan penurunan harga sahamnya dari Rp 5.500 pada awal tahun 2023 jatuh ke level Rp 2.800 saat artikel ini dibuat.

Menurut kami, kondisi kerugian yang dialami oleh INDR hanyalah kerugian temporer karena manajemen persediaan yang kurang baik, diikuti dengan penurunan harga komoditas katun yang berada di luar kendali manajemen. Untuk mengetahui kapan kinerja INDR akan pulih, kita harus menggunakan kaca spion. Kita harus mengetahui pada kondisi apa INDR mencetak laba besar di masa lalu.

Dalam 10 tahun terakhir, INDR mencetak laba terbesarnya pada tahun 2021. Tahun itu INDR menghasilkan laba sebesar $84 juta atau Rp 1,2 triliun yang setara dengan P/E Ratio 1,5x pada harga saat tulisan ini dibuat. Peningkatan kinerja ini diikuti dengan peningkatan harga sahamnya pada pertengahan tahun 2022, yang menyentuh harga Rp 12.000 atau setara P/E Ratio 6,5x laba puncaknya. Lalu, apa yang terjadi di tahun tersebut sehingga INDR bisa mencetak laba yang sangat besar? Pada tahun 2020, harga crude oil jatuh ke level $40 / barrel akibat terjadinya pandemi COVID 19. Kondisi ini dimanfaatkan oleh INDR dengan melakukan penumpukan bahan baku di harga yang sangat murah. Singkat cerita, harga cotton yang meningkat pada tahun 2021 membuat INDR berhasil menjual produknya di harga tinggi, dengan menggunakan harga bahan baku yang murah. Kebalikan dengan apa yang terjadi tahun 2023.

Selain dari sisi harga jual produk dan harga bahan baku, perlu dicatat tahun 2023 lalu INDR telah meningkatkan kapasitas pabrik spun yarn sebesar 10.000 ton dan utilisasinya telah mencapai 90%. Menurut kami, peningkatan kapasitas ini akan berdampak pada peningkatan volume penjualan sehingga berpotensi meningkatkan kinerja perusahaan di masa depan. Perlu diingat juga kalau segmen spun yarn memiliki profitabilitas paling baik diantara produk lainnya. Peningkatan volume penjualan akan meningkatkan profitability margin perusahaan secara keseluruhan, khususnya ketika harga komoditas sudah favorable untuk INDR.

Lalu kondisi apa yang dapat membuat kinerja INDR akan kembali pulih kedepannya? Terdapat beberapa skenario yang dapat membuat kinerja INDR kembali profitable. Pertama, harga crude oil yang terus stabil, namun terjadi peningkatan harga cotton. Kedua, harga crude oil yang menurun yang dimanfaatkan oleh perusahaan dengan menumpuk bahan baku dan diikuti kenaikan harga cotton. Ketiga, peningkatan harga cotton yang jauh melampaui peningkatan harga crude oil.

Kerugian yang dialami INDR dapat dikatakan wajar, karena kinerja INDR sangat bergantung pada harga komoditas yang pergerakan harganya sulit diprediksi. Jika harga komoditas kembali membaik, tentunya INDR akan menghasilkan keuntungan kembali, meskipun belum tentu akan sebesar 2021 lalu Untuk mengetahui berapa keuntungan yang dapat dihasilkan INDR ketika kondisi kembali normal, kami sarankan kepada member THINK untuk menonton Think Case INDR terlebih dahulu agar mendapatkan gambaran Perusahaan secara menyeluruh.

Jika hanya melihat rasio, sulit bagi investor untuk menemukan harta karun terpendam yang memiliki potensi perbaikan kinerja. Oleh karena itu, investor harus menganalisa banyak perusahaan secara menyeluruh dan mengumpulkan ‘arsip investasi’ agar dapat melihat kesempatan yang tersembunyi.

So, lebih memilih membeli saham perusahaan ketika bad time dan harga sahamnya sedang terpuruk, atau beli ketika sudah ada tanda-tanda perbaikan kinerja tetapi harga sahamnya sudah mulai naik?

------------------------
THINK juga memiliki artikel lain yang dapat kalian akses melalui (https://cutt.ly/5eQO4BQy). Agar tidak ketinggalan notifikasi artikel baru dari THINK, join THINK onboarding group! Disini akan ada pembelajaran mengenai investasi juga. Gabung melalui Telegram dengan cara: search “Think onboarding group” pada bagian channels!

$IHSG

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy