1. Kinerja Keuangan:
- Hasil 2Q24: Laba bersih INCO melonjak 407,2% QoQ menjadi USD 31,1 juta, meskipun mengalami penurunan sebesar 55,8% YoY. Pendapatan tumbuh 8,2% QoQ menjadi USD 248,8 juta, didorong oleh kenaikan Harga Jual Rata-rata (ASP) nikel. Namun, secara YoY, pendapatan turun 15,9% akibat volume penjualan yang lebih rendah dan peningkatan biaya operasional.
- Kinerja 1H24: Secara kumulatif, INCO melaporkan laba bersih sebesar USD 37,2 juta, turun signifikan sebesar 77,9% YoY. Pendapatan untuk 1H24 mencapai USD 478,8 juta, turun 27,3% dari 1H23, terutama karena penurunan tajam 32,4% pada ASP nikel. Pendapatan operasional juga turun, dengan Margin Laba Kotor (GPM) dan Margin Laba Operasional (OPM) terpengaruh oleh penurunan pendapatan dan peningkatan biaya operasional.
2. Pengembangan Proyek:
- Proyek Morowali: Progres signifikan telah dicapai dengan 44% penyelesaian fisik infrastruktur utama. Proyek ini terus mengevaluasi alternatif hilir untuk mengoptimalkan strategi ekonomi.
- Proyek Pomalaa: Kegiatan konstruksi awal sedang berlangsung, dengan pengiriman bijih pertama diperkirakan pada Q1 2026. Ini mencakup pengembangan jalan akses, pasokan tambang, dan fasilitas akomodasi.
- Proyek Sorowako: Keputusan Investasi Final (FID) untuk proyek tambang telah disetujui, dengan kontraktor stockpile di tambang sudah dimobilisasi. Persiapan untuk konstruksi HPAL juga sedang berlangsung.
3. Pertimbangan ESG (Environmental, Social, Governance):
- Lingkungan: INCO telah mengimplementasikan boiler listrik berbasis energi terbarukan dan mematuhi peraturan pemerintah terkait pengelolaan limbah dan praktik pertambangan yang baik.
- Sosial: Perusahaan menerapkan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko (HIRA) secara komprehensif dan menjaga catatan kesehatan dan keselamatan yang baik. Selain itu, INCO melibatkan keluarga karyawan dalam kampanye sistem manajemen kelelahan untuk mempromosikan keselamatan kerja.
- Tata Kelola: INCO menerapkan prosedur persetujuan ketat untuk interaksi dengan pejabat pemerintah dan pihak ketiga serta telah menunjuk komite audit untuk meningkatkan pengawasan dan kepatuhan.
4. Valuasi dan Posisi Pasar:
- Metode Valuasi: Valuasi INCO menunjukkan tantangan, dengan Rasio Harga terhadap Pendapatan (PER) diproyeksikan sebesar 33,9x untuk tahun 2024, jauh lebih tinggi dari rata-rata historis, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap penurunan profitabilitas.
- Kinerja Pasar: Saham INCO mengalami kinerja yang lebih buruk dibandingkan pasar yang lebih luas, dengan penurunan sebesar 44,1% dalam setahun terakhir, lebih buruk dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (JCI) yang turun 49,2%.
5. Faktor Risiko:
- Volatilitas Harga Nikel: Kesehatan finansial perusahaan sangat bergantung pada harga nikel, membuatnya rentan terhadap fluktuasi pasar.
- Keterlambatan Proyek: Setiap keterlambatan dalam proyek utama dapat berdampak lebih jauh pada kinerja keuangan dan prospek pertumbuhan.
- Risiko Regulasi: Perubahan dalam peraturan pemerintah dapat berdampak negatif pada operasi dan profitabilitas.
Kesimpulan:
Kinerja PT Vale Indonesia pada tahun 2024 mencerminkan tantangan dan potensi. Meskipun perusahaan telah mencapai kemajuan signifikan dalam proyek-proyek utama dan mempertahankan praktik ESG yang kuat, kinerja keuangan terhambat oleh penurunan harga nikel dan peningkatan biaya. Valuasi tetap tinggi, dengan potensi risiko dari volatilitas pasar dan perubahan regulasi. Meskipun demikian, proyek dan inisiatif strategis yang sedang berlangsung dapat memberikan peluang pertumbuhan jangka panjang jika berhasil dijalankan.
Daftar Ticker Saham:
- $INCO
Catatan lainnya: http://bit.ly/4a8K4E1