Selalu ada banyak strategi bisnis dan kepemilikan yang diimplementasikan oleh pelaku usaha.
Salah satunya adalah restrukturisasi kepemilikan menggunakan entitas luar negeri. Simpelnya, kepemilikan perusahaan di Indonesia, oleh WNI atau penduduk Indonesia maupun warga asing namun berketurunan Indonesia, tapi melalui perusahaan luar negeri. Biasanya mereka membangun entitas atau perusahaan di Singapura atau Hongkong, namun bisa juga di negara lain seperti di negara negara “tax haven” (Cayman Island, British Virgin Island dsb).
Kepemilikan seperti ini tentu ada alasannya. Kali ini, saya akan kupas mengapa hal ini dilakukan.
=======
Alasan pertama, faktor masalah dan “trauma”. Faktor ini umumnya mempengaruhi reputasi mereka dan bisnis mereka, yang menjadi resiko yang diperhitungkan. Situasi ini dialami oleh sebagian pengusaha yang habis habisan bisnisnya (banyak yang tutup, banyak yang dijual dsb) setelah krisis 1998. Mereka mereka ini, yang namanya pernah tercemar akibat kasus kasus pada periode ini - misalnya kasus BLBi (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), merasa “trauma” jika mereka terkenal. Apalagi jika kasus kasus ini masih terus diselidiki oleh pemerintah, misalnya BLBI yang masih dikejar penyelesaiannya oleh pemerintah. Tentu nama mereka akan disangkutpautkan, meski mereka sudah bersih atau telah selesai masalahnya.
Sebagai upaya mengatasi resiko, mereka kemudian memilih untuk berbisnis secara tak langsung di Indonesia. Mereka membentuk perusahaan perusahaan cangkang sebagai pemilik dari bisnis bisnis mereka di Indonesia, termasuk bisnis masa lalu mereka yang berhasil dipertahankan atau diambil alih kembali oleh mereka (seperti dari tangan pemerintah/BPPN - Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Ada triknya bagaimana mereka bisa menguasai sebagian bisnis mereka kembali. Salah satunya, menguasai secara tidak langsung perusahaan lain yang dianggap “tidak berelasi/teraffiliasi”.
Dengan mempertahankan bisnis mereka disini, mereka sebenarnya masih mengakui peluang bisnis di Indonesia besar. Sektor sektornya pun relatif bagus di Indonesia. Namun, karena situasi politik dan ekonomi yang nampaknya masih belum berubah sejak 26 tahun reformasi (misalnya korupsi merajalela, bahkan seperti semua level pemerintahan ada aja “tikusnya” dan peraturan yang birokratis + berubah ubah), hal ini juga membuat mereka berpikir ulang lagi. Ini ada hubungannya dengan alasan kedua, yaitu……
Negara negara tempat mereka membangun perusahaan itu sangat akomodatif, sangat mendukung dari segi investasi dan keuangan. Insentif perpajakan, kemudahan berusaha dan regulasi yang lebih jelas hingga akses permodalan dan kredit yang lebih besar - termasuk potensi dari pasar modal yang memungkinkan mereka lebih mudah mengundang investor masuk.
Apalagi dengan kenyataan negara negara atau wilayah seperti Singapura dan Hongkong memiliki banyak institusi dengan pengalaman kuat dalam keuangan dan investasi. Banyak institusi Investasi internasional yang juga menjadikan kedua wilayah ini sebagai hub investasi mereka di Asia Pasifik, sehingga tentu akan lebih mudah mengakses dengan membangun entitas di sana dibandingkan di Indonesia. Banyak skema skema pendanaan dan permodalan yang bisa dimaksimalkan. Ini juga yang jadi alasan mengapa banyak dana dana perusahaan besar - mis batubara - yang diparkir di negara negara itu dan mengapa ada penerbitan obligasi dengan mata uang USD dan SGD di bursa efek negara tersebut.
Alasan ketiga, bentuk kemudahan dalam konsolidasi warisan. Ini ada hubungannya dengan family trust dan family office yang baru hari Selasa kemarin saya bahas. Karena regulasi di Indonesia belum memungkinkan pengaturan seperti ini, maka mereka membangun di negara lain yang sudah lazim dengan praktek praktek seperti ini. Institusi atau firma advisor yang membantu pun juga ada. Sudah lebih matanglah.
Alasan keempat, bagian dari ekspansi bisnis ke Asia Pasifik atau pasar lain secara internasional. Tentu ekspansi internasional akan lebih mudah jika membangun entitas di negara lain, dan bisa jadi akan diperlukan entitas induk di luar Indonesia. Selain adanya kesepakatan kerja sama antar negara yang bisa dimanfaatkan, juga karena memungkinkan mendapatkan lebih banyak potensi investor, yang salah satunya didorong oleh tempat dimana perusahaan induk ini berdiri. Mereka akan “respect” dan tidak memandang sebelah mata terhadap peluang investasi tersebut. Sebuah ironi sebenarnya.
Alasan kelima, sesimpel bagian dari money laundering dan penghindaran pajak? Eh? Dengan adanya status negara negara tax haven, membuat berbagai cara bisa dilakukan oleh pelaku bisnis. Nah, induk di luar negeri ini menjadi kunci utama mempertahankan penguasaan, sambil mengakali aturan hukum yang ada. Meski sekarang ini sudah mulai diperketat hal seperti ini, seperti kewajiban pengungkapan Ultimate Beneficial Owner atau Beneficial Owner (UBO/BO), namun namanya akal bulus selalu akan ada.
Begitu ~
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$IHSG $INDF $GJTL $OMRE $MAPI
1/2