imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Beberapa waktu terakhir, saya sedang menjual sejumlah barang bekas di rumah yang masih bisa ada nilainya.

Barang barang itu adalah barang elektronik. Minimal dapetlah itu per item 100 rb. Mayan lah. Barang yang saya jual, bisa dalam kondisi mati, bisa dalam kondisi hidup. Asal eksekusi aja pokoknya, karena saya yakin pasti ada aja yang akan membeli. Minimal orang orang tukang servis atau mereka yang tukang korek. Awalnya saya menjual lewat OLX, karena hanya portal ini yang saya tahu buat jualan beraneka barang, dari jaman masih namanya Tokobagus.

Namun, atas usul salah satu pembeli, dia meminta saya untuk membuat akun di e-commerce. Secara spesifik, dia menyebut Tokopedia. Mungkin karena branding Tokopedia yang kuat di urusan gadget dan elektronik, selain tentu Blibli ($BELI) yang pemiliknya (alias Djarum) punya bisnis elektronik juga. Awalnya saya cukup lama berpikir, sampai kemudian saya memutuskan membuka lapak di Tokped.

Ini adalah cerita dan catatan saya dari percobaan jualan online kecil kecilan.

NB : sekalian promo, masih ada barang jualan saya yang belum laku nih, siapa tau bro and sis ada yang minat, bisa ke link ini - > s . id/pojokjualandodo

======

Sebenernya, saya sudah pernah buka toko juga di Tokopedia. Namun karena ngga tahu mau dibuat jualan apa, akhirnya tokonya ditutup otomatis oleh Tokped. Jadi ini percobaan kedua, dan nampaknya saya akan mulai lebih serius kali ini. Hanya memang pertanyaannya masih sama saja, apakah barang yang mau saya jual disini? Apalagi ketika sudah tidak ada barang bekas lagi yang bisa saya jual. Saya sedang mencari jawabannya.

Akhirnya saya memulai pesanan pertama. Pembeli tersebut, yang meminta transaksi lewat Tokped, adalah pembeli pertama toko ini yang saya bawa dari OLX. Saya baru paham mengapa dia meminta untuk buka lapak di Tokped. Karena prinsipnya OLX itu umumnya harus ketemuan dan pembayarannya dilakukan secara COD (meski sekarang bisa transfer, asal di tempat atau bergantung kesepakatan bersama), sementara si pembeli ini justru tinggalnya di Jawa Timur (saya di Jakarta). Saya juga baru memahami alasan lain mengapa Tokped dipilih. Sepertinya, hanya Tokped yang bisa jualan barang bekas. Sementara e-commerce pesaingnya tidak.

Hal ini menjadi aneh, karena pasar barang bekas sebenarnya punya potensi pasar lebar, dengan maraknya pasar barang bekas di sejumlah daerah. Selain itu, dengan adanya pasar seperti ini, sejalan dengan prinsip ESG dan sustainability, dimana barang barang itu bisa diberikan “kesempatan hidup” kembali dan sekaligus mengurangi sampah maupun dampak lingkungan dari barang barang tersebut. Namun nampaknya memang perlu realistis juga, karena semua e-commerce tentu akan lebih berharap nilai penjualan yang naik, dan itu hanya tercapai melalui frekuensi membeli barang baru yang akan lebih tinggi dari membeli barang bekas.

Order pertama, pertama kali juga saya ke tempat kurir pengiriman. Sebelumnya, ketika saya mengirim barang umumnya memakai pickup (jemput) barang di rumah atau kantor. Namun, karena kurir yang dipilih ini tidak menyediakan pickup, serta jikapun memakai pickup ada ketidakpastian dari sisi kapan pickup (karena belakangan sering ngga dipickup), akhirnya saya jalan ke kantornya, setelah sebelumnya saya meriset lokasi kantor mereka. Urusan pengiriman selesai, tinggal tunggu barang sampai.

Satu hal yang jadi perhatian saya saat meriset lokasi mereka, adalah fenomena makin mengerucutnya jumlah kantor kurir pengiriman. Sejumlah kurir pengiriman, seperti SiCepat, Ninja Express, J&T Express dan Anteraja (colek $ASSA - Adi Sarana Armada) sudah banyak menutup kantor kantor mereka. Hal ini terlihat dari ketidaksesuaian data di website mereka dengan realitas yang tertangkap di Google Maps. Sepertinya mereka perlu mengupdate data di website atau bahkan memaintain titik titik di Google Maps, sehingga yang mengupdate seharusnya adalah tim dari kurir tersebut.

Melihat yang tutup adalah kurir kurir tier 2 (nama nama tadi saya golongkan tier 2), dan nampak kurir tier 1 seperti JNE maupun TIKI cenderung lebih strong (meski ada penutupan juga), analisis saya menduga ini terjadi karena situasi tech winter yang sempat melanda pemain bisnis teknologi dan adanya tantangan persaingan antar e-commerce. Hal ini membuat mereka menghadapi tantangan untuk meningkatkan volume transaksi secara agresif, meski dari sisi take rate (Komisi penjualan yang diterima e-commerce) meningkat. Ujungnya, mempengaruhi volume pengiriman paket.

Ini belum ditambah sejak sejumlah e-commerce mulai memiliki kurirnya sendiri (mis Shopee dan Lazada yang banyak berinvestasi disini), yang membuat kebanyakan orderan akan diarahkan menggunakan kurir tersendiri, terutama orderan dari gudang logistik mereka maupun orderan dari kota kota strategis di Indonesia, termasuk Jakarta. Sehingga kantor yang banyak banget akan dianggap tidak efisien dan mungkin manajemen masing-masing kurir terlalu pede dengan asumsi pertumbuhan order pengiriman yang terkesan growth at all cost (yang penting tumbuh).

Yah, memang ini memberi konsekuensi pada proses yang diterima pembeli, misalnya pengiriman lambat (dan ini saya baca komplainnya di semua kurir pengiriman) karena barang numpuk di satu kantor cabang.

Sebenarnya, sejumlah kurir tersebut mencoba mengatasi masalah setelah penutupan kantor kantor cabang tersebut. Salah satunya, mereka membuat kantor pickup gabungan sejumlah kurir pengiriman. Kebetulan, salah satu perusahaan yang mengkoordinir kantor ini, adalah entitas asosiasi perusahaan Tbk (grupnya M Cash Integrasi - $MCAS). Grup MCAS ini sebelumnya dikenal dekat dengan grup SiCepat, dimana ada saham SiCepat di anak usaha MCAS yaitu Digital Mediatama Maxima ($DMMX). Bahkan, pendiri SiCepat, Hartono Francesco menjadi salah satu komisaris DMMX.

Namun, rupanya ini belum mampu meredam komplain yang ada.

Sempat terdengar sejumlah isu tentang perampingan kurir pengiriman yang beroperasi, baik dalam bentuk merger akuisisi maupun pemakaian fasilitas bersama, karena pasar kurir pengiriman yang mulai “normalisasi” dan terdapat persaingan ketat di dalamnya. Yang sudah tutup permanen gagal bersaing ada, namun merger akuisisi belum terlaksana sampai sekarang. Yang terjadi adalah penggunaan fasilitas bersama atau kerja sama.

Kembali ke awal, order pertama selesai, aman ngga ada komplain. Meski pengiriman ke kota lain bukan yang pertama buat saya, namun karena sistem e-commerce yang kaku dengan deadline dan SOP, saya tetep ngerasa deg degan. Pengiriman Jakarta ke Madura cuma 4 hari. Order kedua kemudian masuk, dengan tujuan sama sama ke Jawa Timur, namun ini ke Madiun. Prosesnya mirip dengan orderan pertama, namun kurirnya beda. Ternyata - ajaib juga - barang sudah sampai ke sana hanya dalam 1 hari. Pengiriman Sabtu siang, sampai Minggu siang di Madiun. Seakan akan seperti pengiriman sesama Jakarta. Padahal sama sama ekonomi. Kok bisa ya? Hmm..

(kurirnya beda, order pertama pakai kurir tier 2, order kedua pakai kurir tier 1)

Akhirnya, niat jualan online malah jadi analisis lagi wkwkwk ~

“Bro, karena lu nyinggung Tokped, punya opini soal PHK Tokped yang besar besaran itu ga? “

Saya tidak kaget sebenernya dengan situasi yang terjadi. Sejak Tiktok membeli Tokped dari $GOTO, sebenarnya pertanyaan terpenting setelah integrasi di dalamnya untuk pemenuhan izin Tiktok Shop adalah, ini mau dibiarkan jalan 2 barang nih? Keknya ngga efisien banget gitu ya.

Karena itulah, PHK yang terjadi terasa "wajar" adanya. Meski menyebalkan dan bikin sedih, namun realitas bisnis seringkali tak peduli kekecewaan dan kesedihan yang ada (kapitalis banget sih ini), sehingga kita perlu menyikapi lebih bijak realitasnya. Yang pasti, dengan adanya situasi ini, jalan untuk menyatukan dua apps ini jadi satu akan lebih mudah. Sepertinya Tiktok Shop akan jadi pusatnya.

Kalau sudah begini, saya ngga tahu apakah saya akan ikutan pindah ke Tiktok Shop atau ngga. Selain soal apakah Tiktok Shop bisa barang bekas atau ngga, ada sejumlah isu yang belum selesai dari sisi penjual VS tim Tiktok Shop, misalnya penarikan dana yang belum real time (seperti Tokped) dan harus menunggu beberapa hari. Saya akan lebih wait and see, sambil membandingkan dengan e-commerce lain.

Begitu ~

Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.

Read more...

1/2

testes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy