Teodore Pan Garmindo (TPG) ini awalnya dimiliki 51% oleh $PBRX dan 49% oleh PT Selaras Dua Tiga (SDT)
PBRX menempatkan Dirut sedangkan SDT menempatkan Direktur II di TPG.
Tapi dalam prakteknya (menurut versi cerita dari SDT), PBRX ini mengendalikan TPG secara penuh tanpa melibatkan SDT.
TPG supply produk ke anak usaha PBRX yakni Pancaprima, namun PBRX juga "menyusupkan" manajemen Pancaprima ke dalam TPG juga, mengecilkan pengaruh dari SDT.
Masalah makin memuncak ketika ada proyek gedung baru untuk ekspansi TPG. Semua hal diurus oleh PBRX sampai kontraktor gedungnya juga dari afiliasi PBRX sendiri yakni $MTPS
SDT menilai gedung baru yang dibangun tidak sesuai spesifikasi dan menggugat perbuatan melawan hukum ke Dirut, Komut, dan kontraktor MTPS yang dimenangkan oleh pengadilan.
SDT juga menggugat perbuatan melawan hukum atas tindakan PBRX membiarkan intervensi pihak ketiga (anak usaha PBRX yaitu Pancaprima) di dalam manajemen TPG.
SDT pun akhirnya "menganeksasi" kendali dari manajemen dan operasional TPG, dengan dalih untuk mengakhiri intervensi pihak ketiga, dan bermaksud mengembalikan manajemen TPG secara mandiri dan independen.
Nah itu versi dari SDT, sementara versi dari PBRX perbuatan SDT lewat Direktur II TPG yaitu Deden ini juga tidak dibenarkan karena tidak mau beritikad baik menyelesaikan lewat jalur panggilan rapat diskusi dan RUPS yang sah.
Alhasil, pakaian jadi siap ekspor punya brand pihak ketiga jadi tertahan tidak bisa dikirim, dan gaji karyawan juga tertunggak, karena tidak ada yang mau bereskan masalah.
Seperti diketahui TPG selama ini mayoritas ambil bahan baku dan dapat sokongan dari Pancaprima (PBRX) juga, setelah selesai produksi lalu dijual balik pakaian jadi-nya lewat Pancaprima, baru kemudian diekspor ke pihak ketiga.
Jadi, kalau SDT menganeksasi kendali TPG dan tidak boleh PBRX masuk, lantas produksi dan jualannya TPG mau kemana? Ruwet.
Alhasil karyawan yang jadi korban gak dibayar upahnya.
https://cutt.ly/jeyuGupV