Kesalahan paling pemula di pasar modal : menawar lombok
Kalo kita pergi ke pasar, nanya lombok satu ons berapa?
Penjualnya bilang 3000. Lalu kita bilang kok mahal amat, 2000 aja. Masih dikasih.
Tapi jumlahnya berkurang, gak sampai satu ons
Pasar modal juga seperti itu.
Di pasar modal kita itu tidak sendiri. Ada jutaan investor lain. Dan jutaan investor itu menciptakan kondisi yang namanya "parity". Parity maksudnya, kalo $BBRI hari ini dihargain di PBV 3.07, maka perusahaan2 lain di sektor perbankan, akan dihargain dengan membandingkan dengan BRI.
Kalo rasionya lebih bagus dari BRI, ya PBV nya di atas itu, kalo lebih buruk, ya di bawah itu.
Permasalahannya di sini, pelaku pasar masih banyak yang berpikir bahwa murah = bagus
Semakin murah, maka semakin bagus. Padahal yang terjadi adalah seperti waktu kita menawar lombok itu.
Kalo kita beli perbankan lain yang PBV nya 2, maka rasio2 keuangannya dipastikan akan lebih buruk drpd BRI.
Kalo misalnya $BMRI diperjual belikan di PBV 2, kalo pelaku pasar lain merasa diskon 1.07 ini terlalu besar karena Mandiri hanya selisih dikit dengan BRI maka mereka akan berbondong2 borong saham BMRI.
Hasilnya keluarlah PBV Mandiri 2.57
Semakin murah kita nawar, maka ada yang semakin berkurang
Bisa itu market sharenya, atau moatnya, atau return on equitynya, ato NPL nya, atau profit marginnya
Ironisnya, ada pelaku pasar yang ekstrem, bahkan keterlaluan.
Maunya perusahaan perbankan yang bagus, kalo bisa sebagus BRI Mandiri bahkan sebagus $BBCA, tapi valuasinya PBV nol koma.
Walaupun nawarnya keterlaluan, tetep dapet.
Tapi dapetnya lombok yang busuk. Terbelinya $BABP.
Beli BABP di PBV 0.6, ibarat kayak pacaran sama cowok, cowoknya putus sekolah (no moat), gak punya pekerjaan tetap (market share gak jelas), suka morotin org tua (tiap taon rights issue), gak hormat sama org tua (RUPS dikasih 1 potong LOL bakery), suka nilep (di perusahaan lain HT pindahin aset2 bagus dia ke MSIN supaya repo MSIN laku).
Kalo kita punya pacar kayak gini, apakah mungkin cowok seperti ini tiba2 besok jadi juara kelas, pekerjaannya jadi direktur, bahkan menang hadiah nobel?
Jawabannya ya gak mungkin. That's why, murah dan bagus itu 2 hal yang sangat bertentangan. Ada harga, ada rupa.
Kenapa kok begitu? Ya karena ini pasar. Anda tidak sendiri di sini. Ada jutaan pelaku pasar lain.
Kalo harga yang Anda minta keterlaluan murah, ya sampe kapanpun gak bakalan dapet. Banyak yang memberikan penawaran lebih baik.
Kecuali belinya waktu krisis covid. Ketika semua org takut, dan butuh uang.
Itu alasan kenapa saya merasa ilmunya Pak Joeliardi Surendar lebih lengkap dari pada ilmunya Engkong Lo Kheng Hong. Walaupun LKH lebih terkenal.
Karena Pak JS memperkenalkan prinsip BOLT (buying opportunity of a life time) alias kesempatan beli sekali seumur hidup. Bahwa kita tidak sendiri. Orang lain juga mau beli perusahaan bagus di harga murah. Dan itu kesempatan itu hanya ada ketika krisis terjadi
Yang murah belom tentu bagus
Dengan adanya @stockbit ini untuk kita belajar bersama moga2 follower saya menjadi cerdas dan tidak berbuat bodoh melihat harga kopi segelas di pasaran 3000, tapi maunya beli yang harganya 500.
Memang dapet, tapi ternyata itu bukan kopi, tapi air sirop. Lalu sangkut. Lalu marah. Padahal masih mending itu air sirop, kalo air kencing gimana coba? 馃槀馃槀馃槀
Selamat pagi tetap semangat beraktivitas 馃檹馃徎馃檹馃徎馃檹馃徎