Siapa Rajanya CPO?
Minyak sawit atau CPO adalah bahan baku banyak produk yang kita pakai sehari hari, mulai dari Minyak goreng, bahan bakar kendaraan B35, mentega, sabun, coklat, detergen, kosmetik, dll.
CPO adalah minyak nabati. Minyak nabati selain CPO contohnya SoyBean oil, Rapeseed Oil, Sunflower Oil, dll. CPO adalah minyak nabati paling efisien 1 hektar lahan CPO bisa menghasilkan 4 ton. Sedangkan di bawahnya, 1 hektar lahan rapeseed menghasilkan 0.7 ton minyak, dan yield tanaman lain dibawahnya. Antar minyak nabati bersifat saling menggantikan. Sebab CPO paling efisien, akibatnya harga CPO yang paling murah. Tidak heran uni eropa mengeluarkan black campaign terhadap CPO kita, isu negative seperti deforestasi, pembakaran hutan, perusakan habitat satwa hingga sangketa tanah penduduk semuanya digoreng menjadi pukulan bagi Indonesia secara umum dan ada bbrp emiten secara khusus.
CPO adalah produk unggulan Indonesia, Kelapa sawit hanya bisa optimal ditanam di negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, Kenya, dan Brazil. Indonesia adalah penghasil TERBESAR didunia, dan memproduksi 45 jt ton (15 jt dikonsumsi sendiri, dan 30 jt diekspor). kedepannya konsumsi dalam negeri ditingkatkan sebesar 5 jt ton untuk kepentingan biodiesel B35.
Pemerintah mendukung sekaligus menekan pengusaha CPO dengan berbagai kebijakan. Kebijakan Biodiesel / B35 saat ini bertujuan meningkatkan demand dalam negeri, yang ujungnya dapat memperbaiki harga, pembatasan konsesi hutan untuk CPO juga membatasi supply dimana saat ini cukup membentuk harga CPO global yang favorable. Harga CPO global yang baik secara tidak langsung akan meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Kebijakan yang merugikan seperti pengenaan pajak ekspor dan juga DMO yang mungkin terlalu tinggi dan perlu dikaji ulang. Program hilirisasi seperti pembuatan refinery untuk minyak goreng dan biodiesel belum didukung insentif yang baik, bahkan biaya investasi untuk hilirisasi tidak ada karena net profit margin turun akibat pajak export dan DMO. Export ban pada mei 2022 juga merugikan semua Perusahaan CPO.
Harga CPO dalam negeri dan index bursa Malaysia akan terkoneksi walaupun perusahaan tidak ekspor langsung. Harga CPO akan ditekan oleh pemain ekspor besar karena ujung2 nya pemain ekspor akan bayar pajak ekspor ke pemerintah. Contoh pada 7 maret harga CPO index setara Rp.13.700 dan harga spot dalam negeri di 12.600. Sehingga profitabilitas ekspor setelah dipotong export tax, dengan jual dalam negeri hampir sama.
El nino Bagai pedang bermata dua, karena El Nino akan menurunkan produksi TBS (Tandan Buah Segar), disisi lain karena supply turun maka harga CPO cenderung naik. Penting untuk mengetahui bagaimana kemampuan Perusahaan untuk memberikan pengairan, bagaimana sistem irigasinya, apakah lokasinya dekat dengan Sungai dan bagaimana infrastrukturnya.
Pupuk terbuat dari Gas alam sehingga Harga pupuk tergantung pada harga gas alam. Pada 2022-2023 COGS Perusahaan sawit tertekan karena pupuk naik 2-3x lipat, sehingga COGS pun naik 40% pada tahun itu. Untungnya tahun akhir 2023 sudah terjadi normalisasi, dan harapanya stabil terus sepanjang 2024.
Saat berinvestasi di Perusahaan sawit , kita perlu mengetahui tipe tipe Perusahaan nya.
1. Apakah punya lahan dan PKS? Seperti TAPG, DSNG, LSIP, CSRA, NSSS, SGRO. SSMS, ANJT
2. Apakah fokus ke produk turunan CPO/ Refinary (migor, biodiesel, dll)? SMAR, CBUT CEKA, JARR, TBLA, AALI, SIMP
Ada beberapa Perusahaan yang focus ke produk turunan CPO, akan tetapi tidak memiliki lahan dan kebun sendiri yang cukup besar untuk mensuply bahan bakunya, sehingga terpaksa mengambil TBS dari pihak ketiga ataupun mengambil CPO dari pihak ketiga. Perusahaan ini akan kurang diuntungkan saat harga CPO tinggi seperti thn 2022-2024 ini.
Pembahasan kali ini akan saya fokuskan kepada Perusahaan yang memiliki lahan dan PKS saja. Dan saya sertakan peforma 2023 seperti di lampiran
Perusahaan Penghasil dan Penjual CPO di IHSG
Bayangkan Anda seorang petani yg memiliki kebun, tentu Anda akan berupaya memanfaatkan luas kebun sebaik mungkin, hingga menghasilkan buah yang banyak dan CPO yang banyak. Usia rata rata tanaman yang disajikan pada keterbukaan informasi menurut saya bukan variable yang bisa dipercaya. Karena TBS yield yang exelent untuk sawit berada pada 8-20 thn (prime), dan usia rata2 tidak menggambarkan produktifitas. Contoh: TAPG, DSNG dan ANJT walaupun memiliki usia rata-rata yang sama, setelah ditilik usia prime TAPG 80%, DSNG 70%, dan ANJT 50% dari total lahan yg dimiliki.
Selain usia tanaman, produksi CPO juga akan dipengaruhi berapa jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dimiliki perusahaan. CSRA adalah emiten yang memiliki tanaman lebih banyak daripada yang bisa diolah PKS miliknya. Sehingga sisa TBS yang tidak terolah dijual ke pihak ketiga dengan margin lebih rendah. Beruntung CSRA menambah 1 lagi PKS di akhir 2023. Kebalikannya SGRO memiliki kapasitas PKS yang lebih besar daripada buah yg dihasilkan di kebun, sehingga Perusahaan terpaksa membeli dari pihak ke 3 dan akibatnya margin juga akan menurun.
2023 bisa dianggap sebagai year of new base, harga sawit terkoreksi, harga pupuk juga terkoreksi, first half ada tekanan kinerja, second half pemulihan kinerja sehingga secara general cocok saya gunakan sebagai true earning emiten. Karena komoditas, ASP akan serupa antar emiten. Berapapun Volume CPO yg dihasilkan tentunya akan menghasilkan laba. Akan tetapi mengapa netprofit Perusahaan bervariasi?
Pertama control beban pokok, bagaimana Perusahaan menghemat pupuk dan air bersamaan dengan meningkatkan volume Tandan Buah Segar (TBS). Perusahaan bisa membuat kompos walaupun tetap saja jumlahnya tidak signifikan dibanding total konsumsi pupuk perusahaan. Perusahaan perlu membuat Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari bahan limbah PKS untuk berhemat. Perusahaan bisa menghemat depresiasi bangunan, mesin, dan infrastruktur. ANJT memiliki kebun di Papua, yg secara umum membutuhkan biaya mahal untuk pengembangan. Selain itu Gross profit ANJT juga digerogoti beban dari segmen sagu dan edamame yg masih merugi.
Kedua control beban operasional dan bunga. Bagaimana Perusahaan menghemat dari sisi gaji manajemen kunci, jasa konsultasi, mengurangi konflik yang berpotensi sengketa perdata dan beban bunga. Perlu diketahui sejak 15 thn terakhir Perusahaan sawit swasta ekspansi besar2an dengan hutang bank juga. Profitabilitas DSNG tertinggal dari TAPG salah satunya karena beban hutang juga.
Dari Pemaparan diatas mengenai makro dan kompetisi, dan profitabilitas sesuai tabel dilampiran, tidak berlebihan kalau TAPG saya nobatkan sebagai Rajanya Sawit. Mari kita bedah TAPG.
TAPG IPO pada 2021, dimiliki oleh Triputra Grup, yang didirikan oleh T.P. Rachmat, Beliau adalah salah satu punggawa yang membesarkan Astra dari nol hingga masa keemasannya. T.P. Rachmat juga membidani secara langsung ataupun tidak langsung pada UNTR, DSNG, DRMA, ADRO, KMTR, dll. Beliau terkenal seorang yang visioner, dapat mencium arah uang dari mana, dan juga tidak segan menggunakan leverage untuk mendapatkannya.
Secara konsolidasi TAPG memiliki 23 kebun sawit seluas 160.000 ha dengan jumlah PKS 18 bh. Selain itu TAPG juga memiliki kebun karet yang memproduksi 1.200 ton dengan 3 pabrik Ribbed Smoked Sheet untuk mengolah getah dari kebun tersebut.
Secara konsolidasi Kebun TAPG sendiri memproduksi 3 jt ton TBS, dan masih membeli 1 jt ton TBS dari pihak ketiga untuk memaksimalkan kapasitas PKS. Kebun TAPG terdiri dari 10% tanaman muda, 82% tanaman prima dan 7% tanaman tua. Oil Extraction Rate (OER) yang dihasilkan adalah 23.3%, artinya setiap 100 ton TBS yang diperas menghasilkan 23.3 ton CPO. ASP TAPG adalah 12.342/kg CPO yang dijual
Selain CPO TAPG juga memproduksi Palm Kernel (PK) sebanyak 210rb ton yang diolah menjadi 6500 Palm Kernel Oil (PKO)
Balance Sheet 2021-2023
Hutang berbunga 4T pada 2021 dilunasi bertahap menyisakan 1 T pada akhir 2023. Jumlah ini bukan masalah karena cash yang ada saat ini 1 T.
Capital allocation cukup baik, Total Aset 14 T. Komposisinya, 20% adalah working capital, 60% asset tetap dan 20% adalah JV. JV ini merupakan Perusahaan CPO bernama Sampoerna Union dan memberikan laba 600 milyar atau BEP 7.5 thn pada 2023. Harga perolehan tanaman menghasilkan sekitar 65 jt/ ha sedikit lebih mahal daripada peersnya di angka 50 jt/ha
Inventory turnover tidak boleh lebih dari 30 hari, karena CPO merupakan barang yang bisa busuk dan akan meningkat Free Fatty Acidnya, Receivable turnover umumnya tidak sampai 30 hari bahkan klien harus DP dahulu. CCC TAPG ada di 42 hari bukan hal yang jelek.
Nature bisnis sawit adalah tanaman yang high capex dan berat fixed asset sehingga Total Aset Turnover (TATO) akan rendah, hal ini sebaiknya dikompensasi dengan NPM yang tinggi sebaiknya diatas 20%. Perlu diingat capex yang dikeluarkan hari ini untuk penanaman, baru akan terasa buahnya maksimal sampai 8 tahun kemudian. Capex yang digunakan untuk membangun PKS dapat segera dinikmati apabila utilisasi PKS tercapai.
Dividen
Dividen yang dibagikan cukup dengan DPR 30%-50% dan telah dibagikan rutin sejak 2021
Unit cost
Hari ini apabila ASP di Rp12.700/kg
Beban pokok Rp.8.000
Gross profit = Rp4.000
Asumsi TAPG menghasilkan 850.000.000 kg cpo
Maka Gross profit = 3.400 Milyar
Operating cost asumsi Rp. 900 Milyar
Maka Operating profit = Rp. 2.500 Milyar
beban bunga = 100 milyar
Laba sebelum pajak = 2400Milyar
pajak 22%= 530 milyar
laba setelah pajak = 1.9 Trilyun
Market cap skr = 11.5T atau BEP 6 thn.
asumsi lain yg bisa dipakai lebih simpel, karena harga CPO berkisar di 10rb an/kg. Maka kalau siklus dibawah NPM harapannya masih sisa 10%, dan apabila siklus diatas NPM bisa naik ke 30%. dari situ bisa diibaratkan untuk true earning Rp 2000/ kg. tinggal dikalikan jumlah CPO TAPG sekitar 850.000.000 kg = 1.6 Trilyun.
Sebenarnya valuasi ini personal dan banyak unsur gambling jadi saya kembalikan pada pribadi masing2, apakah puas atau tidak dengan laba yang dihasilkan.. $TAPG $ANJT $CSRA $LSIP $DSNG