$GIAA
Garuda Indonesia (GIAA)
Garuda Indonesia The Airlines of Indonesia.
Dalam industri penerbangan Indonesia, bicara kualitas maskapai, baik itu ketepatan waktu, keamanan, kualitas pelayanan, dan prestise maka yang di benak penumpang moda transportasi udara adalah Garuda Indonesia Group (GIAA). Penumpang kategori ini adalah penumpang yang memposisikan harga di urutan kedua. Pelanggan ini pula yang susah pindah ke lain hati, karena bagi mereka Garuda Indonesia adalah standar yang bisa memenuhi kenyamanan mereka. Inilah kriteria perusahaan yang didambakan banyak pemilik perusahaan, dengan "moat" yang dimiliki maka harga bukan menjadi tolak ukur.
Tetapi kalau di dalam benak penumpang harga menjadi prioritas nomer satu, maka maskapai yang lain akan menjadi pilihan pertama walaupun penumpang tersebut sudah tahu akan konsekuensi layanannya (kemungkinan delay atau jadwal digeser atau dibatalkan).
Bicara tentang pasar transportasi udara, secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan, maka transportasi udara adalah jawaban untuk konektivitas antar daerah. Jadi pangsa pasar penumpang transportasi udara sudah ada dan akan terus bertumbuh seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan ekonomi. Tetapi ironisnya saat ini jumlah armada pesawat yang ada lebih sedikit dibandingkan era sebelum pandemi dengan data yang ada menunjukkan tahun 2018 ada 750 pesawat yang dioperasikan di domestik, tahun 2019 ada 650 pesawat dan per 2023 hanya 450 pesawat (sumber : https://cutt.ly/QwVZyNt5). Jadi ruang untuk pertumbuhan masih akan berlanjut dan didukung dengan mobilitas masyarakat yang sudah kembali normal seperti sebelum era pandemi.
Kemudian bagaimana dengan kondisi perusahaan saat ini? Memang industri penerbangan (industri transportasi) selain industri pariwisata adalah salah satu industri yang paling terhempaskan oleh virus Covid yang berakibat membengkaknya hutang perusahaan sehingga ekuitas pun menjadi negatif. Tetapi dengan kondisi tersebut saya melihat bahwa perusahaan dipaksa untuk belajar menjadi lebih baik. Dan momentum turn around itu ada sewaktu perjanjian perdamaian di PKPU disetujui.
Dengan data LK 30 September 2023, ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik induk senilai $ -1.573.874.189 memang terasa mengerikan. Tetapi kita juga harus lihat data yang lain bahwa GIAA juga mempunyai kas dan setara kas senilai $ 351.815.544 dan Arus Kas dari Aktivitas Operasi positif senilai $ 113.691.251 walaupun revenue per 2023 belum sama dengan periode 2019. Dengan data ini kita bisa menyimpulkan bahwa perusahaan masih bisa terus beroperasi dalam beberapa waktu kedepan. Apakah ekuitas perusahaan bisa menjadi positif? Saya punya keyakinan bisa. Bisa dengan right issue, private placement ataupun dari laba perusahaan. Harus diingat bahwa 64,5% share dari GIAA adalah milik Pemerintah Indonesia, Garuda Indonesia adalah maskapai kebanggaan Indonesia dan pemain transportasi udara saat ini juga semakin sedikit, jadi seharusnya pemerintah punya kepentingan untuk menjaga Garuda Indonesia.
Kalau bicara laba perusahaan, memang selama ini laba perusahaan tidak konsisten dan terkesan bukan yang menjadi prioritas utama. Ada rute-rute yang rugi tetap dijalankan. Tetapi saat ini semangat profitabilitas tersebut sudah menjadi bagian dari Corporate Stategy. Dan ini terus didengungkan oleh Dirut GIAA sendiri Pak Irfan Setiaputra ataupun Direktur of Finance and Risk Management Pak Prasetio melalui buku nya Garuda Inside Story. Profitabilitas yang berkelanjutan. GIAA berusaha menurunkan biaya sewa pesawat, dikarenakan selama ini biaya sewa pesawat GIAA cukup tinggi dan perusahaan juga fokus pada rute-rute yang menguntungkan, serta mengendalikan jumlah dan tipe pesawat sesuai dengan kondisi pasar. Sehingga dengan Cost & Revenue yang bisa dikendalikan diharapkan profitabilitas bisa berkelanjutan.
Dengan jumlah armada yang hanya 103 pesawat dibandingkan per Desember 2019 sebanyak 210 pesawat, maka terjadi pengurangan armada sebesar 50%, tetapi revenue hanya berkurang 40% yaitu $ 2.233.248.974 berbanding $ 3.540.472.599.
GIAA juga fokus melakukan pembenahan pada perusahaan terbukti dengan beberapa data per September 2023 dibandingakan data rata-rata dari tahun 2013-2019.
Dimana Passanger Yield (Usc) 8,5 vs 7,62 mengalami peningkatan.
CASK-excl Fuel (Cost of Available Seat-Kilometre) (Usc) 4,4 vs 4,42 masih di angka rata-rata, tetapi masih ada tantangan yaitu
SLF (Seat Load Factor) 73,8 vs 74,4 yang masih di bawah rata-rata dan tingginya Harga Bahan Bakar (US垄/Liter) 78,7 vs 62,4.
Pada
Q1 2023 dengan Revenue $ 602.991.729 perusahaan mengantongi rugi $ -110.137.598
Q2 2023 dengan Revenue $ 792.785.533 perusahaan mengantongi profit $ 33.636.851
Q3 2023 dengan Revenue $ 837.472.712 perusahaan mengantongi profit $ 4.117.306
Sehingga sampai dengan Q3 2023 total Revenue adalah $ 2.233.248.974 dengan rugi total $-72.383.441 vs Q3 2019 total Revenue adalah $ 3.540.472.599 dengan profit $ 122.424.379
Kemudian bagaimana dengan Q4 2023 ini? Pada Q4 ini harga rata-rata bahan bakar sama dengan harga rata-rata di Q1 yang cukup tinggi. Jadi harapannya peningkatan volume penumpang yang berlibur dan peningkatan harga tiket dapat mengimbangi kenaikan harga bahan bakar tersebut. Sehingga diharapkan FY 2023 bisa memberikan profit yang baik untuk perusahaan.
Saya melihat bahwa tahun 2024 GIAA akan lebih baik dan lebih profit dengan adanya penambahan 8 armada dan peningkatan perjalanan orang menggunakan transportasi udara. Revenue akan meningkat banyak di Q2 2024 dikarenakan ada libur Idul Fitri dan Ibadah Haji di bulan Juni, hal ini diharapkan bisa memberikan profit yang signifikan bagi GIAA.
Bagaimana dengan valuasi perusahaan? Untuk saat ini sulit menilai valuasi perusahaan dari kondisi ekuitas yang negatif. Per 15 February PBV perusahaan adalah -0,27 dan PER (annualised) -4,45. Tetapi sekali lagi ekuitas bisa dijadikan positif apabila perusahaan mempunyai prospek masa depan yang baik. Sekedar mengingatkan bahwa nilai GIAA pernah di puncak di harga 700 dan di akhir Desember 2019 harga GIAA adalah 457. Jadi harga 71 masih layak dipertimbangkan.
Saat ini team yang dipimpin Pak Irfan Setiaputra sepertinya fokus pada tata kelola yang baik dan berkelanjutan. Selain itu tentu saja gaung profitabilitas yang berkelanjutan sepertinya sudah menjadi visi semua team.
Untuk resiko yang harus dicermati adalah kenaikan harga avtur, dikarenakan biaya avtur mencakup 35% dari beban usaha yang ada.
Jadi sekali lagi di saat semua orang sudah berhamburan keluar rumah untuk berpergian dan bandara sudah dipenuhi manusia, masih ada satu yang ketinggalan yaitu apresiasi pasar untuk harga emiten GIAA. Semoga dengan profitabilitas yang berkelanjutan, pasar akan segera mengapresiasi.
Notes
Analisa di atas adalah asumsi pribadi, silahkan direfleksikan lebih lanjut mengenai sharing di atas.
Terima Kasih
WTA 馃