Edisi spesial pemilu - bacalah jika Anda ingin umur Anda panjang di pasar modal
Pada suatu hari, di negara Konoha, ada seorang pengusaha. Katakanlah namanya Pak Berkat.
Pak Berkat butuh uang, dan telah disepakati oleh seluruh investor bahwa cara mendapatkan uang tersebut adalah dengan menggoreng saham.
Pak Berkat punya 2 perusahaan.
Perusahaan A rasio keuangan jelas. Profitability jelas. Growth konsisten. Dividen rutin. Banyak institusi suka sahamnya.
Perusahaan B rasio keuangan naik turun kayak ingus. Profit gak tentu. Growth maju mundur. Dividen? Jangan ngimpi deh. Institusi gak suka.
Menurut kalian yang mana yang digoreng?
Di sini, 99% orang memberikan jawaban yang tepat. Perusahaan B yang digoreng.
Tapi, sejauh ini, tidak ada satupun yang bisa memberikan alasan yang tepat, mengapa perusahaan kedua yang digoreng.
Padahal alasannya sederhana. Saham kalo digoreng, endingnya selalu jualan.
Apabila saham dijual, kepemilikan berkurang, apabila kepemilikan di perusahaan A berkurang, maka dividen di masa depan berkurang, kendali berkurang, dan walaupun uang Pak Berkat bertambah, masalah Pak Berkat juga bertambah.
Tapi kalo perusahaan B yang digoreng, maka uang bertambah, dividen tidak berkurang karena dari awal gak ada, kendali berkurang juga tidak masalah, masalah Pak Berkat berhasil dilimpahkan ke investor.
Karena rasio keuangan perusahaan tidak menarik, katalis "turnaround", "asset play", atau "growth" tidak bisa dipakai, maka "umpan" atau clickbait yang bisa dipakai hanya potensi untuk mendapatkan uang sebanyak2nya dalam waktu sesingkat2nya.
Saham naik, spekulan masuk, spekulan untung, spekulan senang teriak2 supaya spekulan lain masuk, spekulan lain masuk, saham makin naik. Gayung bersambut.
Dengan kata lain : greater fool theory.
Anehnya, ketika perusahaan B digoreng, banyak stockbittor yang bilang, woi, rasio keuangannya jelek.
Mon maap, dari sejak SMP saya sudah bisa baca laporan keuangan... Saya gak butuh dikasih tau, saya bisa lihat sendiri. Investor lain semua juga saya rasa bisa lihat sendiri.
Dari awal rasio keuangan perusahaan tidak menarik, jadi kalo fundamental tidak berlaku, semua harus dikawal dengan teknikal.
Tapi tahukah kalian apa yang lebih aneh?
Ketika saham Pak Berkat mulai turun gila2an itu kan artinya Pak Berkat sedang jualan. Karena kalo bisa turun banyak, artinya ada yang buang banyak.
Yang punya banyak selain Pak Berkat, siapa?
Anehnya malah banyak netijen yang bilang : "in Pak Berkat we trust", nanti ada story A B C D E F G kalo gak berhasil semua dari A sampe G, masih ada H I J K L jadi tenang aja.
Kalian baca bagian awalnya kan? Itu kan digoreng supaya Pak Berkat DAPAT UANG.
Kalo setelah turun banyak karena Pak Berkat jualan, Pak Berkat goreng lagi ke atas, artinya kan Pak Berkat harus BAGI2 UANG untuk beli lagi barang2 yang sudah dibuang ke investor yang sudah sangkut.
Karena kalo sudah beli saham banyak dan sangkut dalam dan harga saham kembali ke harga modal, apakah hal pertama yang masuk di benak kita "oh saya sudah BEP sekarang saya HARUS BELI LAGI".
Kagak woi. SEMUA juga tau, bukan cuma pelaku pasar saja, anak SMP juga tau kalo mayoritas pelaku pasar kalo BEP, akan kabur. Menyelamatkan diri. Bukan malah makin berani beli lagi. Bukan malah jadi all in. Mobil in. Rumah in. Pinjol in.
Tapi bisa nggak? Ya bisa2 aja. Semuanya mungkin. Apalagi kalo tiba2 Pak Berkat menang pemilu jadi presiden.
Tapi tujuan awalnya apa? Dapet uang kan? Kalian pikir Pak Berkat itu siapa? Sinterklas? 馃槀馃槀馃槀馃槀馃槀馃槀
Hanya Tuhan saja yang memberi sesuatu tanpa pamrih, Anda dan saya dan semua orang sisanya hanya manusia biasa yang butuh makan dan punya kepentingan.
Dan kepentingan itu mengharuskan bahwa kalo masih lanjut, gak boleh turun dalam. Turun dalam artinya Pak Berkat jualan massive. Jualan banyak artinya kendali Pak Berkat atas pergerakan saham berkurang banyak. Turun dalam artinya investor kena mental, udah gak berani beli kejar atas lagi. Padahal Pak Berkat kan maunya orang2 kejar2 saham di harga atas jadi spekulan.
Jadi justru ketika kita avg down di saham seperti ini, malah kerugian kita semakin dalam.
Dan ketika kita berani daftar jadi peserta uji nyali ketika saham sedang digoreng Pak Berkat untuk sampe target, malah keuntungan kita semakin maksimal.
Inilah paradox terbesar di pasar modal.
Suatu saham yang nampaknya sudah keterlaluan murah, masih bisa turun lebih dalam lagi.
Dan suatu saham yang nampaknya sudah keterlaluan tingginya, masih bisa naik lebih tinggi lagi.
Dan behavioral investing sebenernya bisa menjelaskan sebagian keanehan tersebut.
Di saham yang sudah turun terlalu parah gak ada investor yang berani beli kejar atas, semuanya hanya berani teriak2 suruh orang lain beli. Uang untuk avg down saja mungkin sudah gak ada. Jadi harganya untuk naik barang2 pihak yang mau keluar harus dibeli.
Sementara di saham yang sudah naik terlalu tinggi, masih bisa naik bahkan lebih tinggi lagi, karena hampir semua barangnya sudah dikumpulkan pihak2 tertentu. Dan hanya akan turun ketika mereka jualan. Dan mereka ingin harga saham naik setinggi2nya sebelum mereka jualan.
Dan bahkan hal ini tidak hanya mencakup saham2 gorengan saja.
Kita sudah melihat saham2 yang hanya bisa turun jika kepentingannya sudah terpenuhi. Ato kinerjanya sudah nggak super performance lagi. Ato harga komoditasnya sudah turun.
Dan kita sudah melihat investor yang beli di PBV nol koma sekian, tapi ternyata makin gembos.
Komen saya mau matikan, tag tidak saya kasih, supaya nggak memancing emosi orang.
Dulu saya pas bilang jual konstruksi pas WSKT 1500 masih disalah2in natan, padahal saya sudah ngajak di Telegram bahkan bagger2 masih difitnah dan disalahkan.
Pas saya bilang jual coal2, diserang berkali2 oleh netijen2 yang hidup di la la la la land berhalusinasi bahwa semakin keras teriakan mereka ajak orang beli harga semakin naik.
Pas saya bilang jual digital2 an malah dibilang katanya saya bandarnya 馃槀馃槀馃槀馃槀
Karena sekarang saya tambah pintar komennnya saya matikan. Semoga netijen juga menjadi semakin pintar bersama2.
Enjoy the liburan, jangan lupa gunakan hak pilih kalian. Peace out 馃憣馃徎