Kebijakan pemerintah untuk stabilitas Rupiah
========================================
Pada pembahasan skenario biru ketika market update bulan Juni kemarin kita sudah membahas kenapa usd harus pulang kampung. Sesuatu yang dalam bahasa bu Sri Mulyani sebut dengan “capital flowing back to Amerika Serikat”.
USD yang semakin “langka” dengan demand yang sama tentu saja membuat rupiah melemah. Hal ini diperparah dengan The Fed menaikkan suku bunga yang membuat arus usd mudik lebih besar lagi.
Hal yang paling menakutkan di market apapun itu adalah ketika sesuatu dijadikan ajang spekulasi. USD yang semakin langka, return suku bunga yg lebih menarik di US sono dan ketakutan para pengusaha akan trend kenaikan USD membuat aksi spekulasi di pasar valas kita meningkat. Semua ingin mengamankan posisi USD mereka. Kita lihat beberapa emiten dengan hutang usd besar seperti best ataupun bsde mulai terpaksa konversi hutang usd mereka ke rupiah demi mendapatkan perasaan lebih aman terkait fluktuasi mata uang usd.
Ketika usd sudah mau tembus 16rb maka mau tidak mau pemerintah akan intervensi. Walau mereka belum umumkan kebijakan apa yang akan dikeluarkan tapi jurusnya selalu cuma 3.
Jurus 1 adalah intervensi pasar forward dimana bahasa mudahnya pengusaha bisa membeli semacam kontrak untuk hedging usd dengan pemerintah kita. Misalkan dia mau import dalam mata uang usd maka dia butuh bayar dengan mata uang usd. Anggaplah dia sepakat hedging di kurs usdidr 15.500 ketika tanggal settlement ternyata usdidr 15.400 maka dia harus bayar selisih 100 itu. Tapi jika ternyata kurs usdidr 15.700 maka pemerintah yang akan tanggung selisih tersebut. Hal ini akan membuat pengusaha lebih mendapatkan kepastian akan kurs usdidr untuk transaksi bisnis mereka sehingga menekan aksi spekulasi di pasar valas. Aksi spekulasi yang bisa ditekan ini yang diharapkan nantinya akan menahan laju pelemahan rupih.
Tapi ada satu problem, jika tekanan usd terus menguat dari sisi external dan secara makro usd harus terus menguat maka lama kelamaan cadangan usd di pemerintah kita bisa habis donk kalau tanggung rugi terus. Maka mau tidak mau pemerintah harus membuat usd masuk ke sini.
Jurus 2: Ini kenapa pemerintah akan gencar meminta DHE masuk ke negara kita hingga akhirnya mungkin mereka akan mengeluarkan insentif agar pengusaha mau nurut aturan DHE. Insentif dalam bentuk apa? Pengurangan pajak deposito DHE tentulah jawabannya. Untuk DHE saya tidak bahas karena sudah jadi istilah umum belakangan ini. Apalagi di forum ini banyak yang familiar dengan emiten coal sehingga istilah DHE ini menjadi hal yang terdengar tidak asing lagi belakangan ini.
Akan tetapi walaupun DHE misalkan saja para pengusaha pada nurut tetap saja menjadi problem sendiri. Karena sekarang volume export kita turun. Volume yang turun artinya DHE yang masuk juga semakin kecil. Maka mau tidak mau kita masih butuh aliran dana asing. Maka akan masuk ke jurus nomor 3.
Jurus 3: penurunan durasi minimum holding period SBI. Penjelasan mudahnya kurang lebih gini. Ketika anda lagi pegang produk investasi di market yg kurang baik apakah anda mau investasi anda di lock dalam waktu yang lama atau anda mau bisa lebih flexible jika market tidak baik bisa buang langsung? Tentu kita mau memiliki flexibilitas itu. Asing yang lagi tidak tertarik put duit di pasar keuangan kita tentu mau durasi minimum holding period dipersingkat untuk bisa memiliki flexibilitas lebih baik. Ini jalan terbaik untuk menarik kembali dana asing masuk kedalam pasar keuangan kita.
Bukan karena saya cenayang untuk prediksi 3 langkah ini akan diambil karena sebenarnya ini sudah menjadi seperti SOP untuk pemulihan nilai rupiah.
Ketika tiga langkah ini dilakukan maka seharusnya pelemahan rupiah akan tertahan dalam “jangka pendek” terlebih dahulu.
Untuk jangka panjang terlalu banyak variabel yang mempengaruhi hal ini karena kita tidak bisa menebak pasti keadaan ekonomi international terutama kondisi perang yang semakin panas dan panasnya semakin menyebar ke negara lain.
Jika kondisi masi tambah panas maka wajar jika tiap orang menginginkan usd karena mereka masih reserve currency saat ini. Beli komoditas masih kebanyakan masih pakai usd saat ini. Ini yang menjadi kompleksitas untuk melihat setelah pemerintah intervensi apakah pelemahan rupiah akan terus tertahan atau hanya berhenti sesaat sebelum kembali untuk naik. Secara realistis melihat kondisi sekarang setelah laju pelemahan rupiah nantinya akan berkurang karena kebijakan stabilitas rupiah tapi arus dollar plg kampung masih terus menguat sehingga penguatan rupiah nanti mungkin realistisnya masih hanya bersifat temporer jangka pendek.
Tentu harapan adalah kondisi perang membaik dan semua menjadi baik-baik saja. Tapi realistisnya perang Israel dan Hamas ini tampaknya terlalu melebar tampaknya sehingga bukan sesuatu yg akan selesai dengan cepat. Bahasa halusnya semoga perang ini tidak menjadi penyebab the worst case scenario.
Menjadi hal yang bisa dipahami ketika pelaku market menjadi lebih defensif saat ini dalam mengatur portofolionya.
Emiten yang kinerja masih terus bisa membaik bahkan di situasi sulit seperti saat ini selalu adalah emiten istimewa yang dicari market, emiten asset play dengan kualitas aset berkualitas baik yang dihargai terlalu murah dengan sentimen yang baik, emiten yang memberikan dividen baik dengan asumsi paling pesimis sekalipun dan emiten special conditions yg memiliki aksi korporasi dengan peluang arbitrage yang membuat kepastian return adalah hal yang menurut saya menjadi kriteria defensif yang lebih baik untuk komposisi portofolio di situasi yg tidak lagi baik-baik saja.
Jika merasa tidak ada emiten yang cocok maka kepastian return dari produk pendapatan tetap seperti obligasi yang memberikan yield cukup oke dan dipasarkan dengan harga menarik saat ini juga bukanlah pilihan yang buruk untuk saat ini.
Selalu ada pilihan untuk bisa membuat uang anda bertumbuh di situasi ekonomi apapun.
-THOWILZ-
1/4