BISNIS SEDERHANA CUAN MELIMPAH, SIAPA LAGI KALAU BUKAN IPCC!!
IPCC – emiten penyedia jasa terminal pelabuhan ini merupakan salah satu emiten yang kami prediksikan akan membukukan kinerja yang bagus di Q3 2023 ini. Dan terbukti, kinerja IPCC masih solid dan bertumbuh di 3Q23. Kalau anda belum membacanya, silahkan baca di post kami sebelumnya. (Gambar 1)
Emiten ini punya bisnis yang cukup simple. Mereka menyediakan jasa pengurusan bongkar/muat kendaraan yang akan diekspor maupun di impor. Selain itu, mereka juga menyediakan penyewaan fasilitas pelabuhan ke perusahaan bongkar muat yang sudah bekerjasama dengan ATPM atau perusahaan logistic/kapal. Menjadi operator di terminal kendaraan Tanjung Priok menjadikan IPCC “memonopoli” bisnis ini di Indonesia. Karena Tanjung priok merupakan satu – satunya (sebelum adanya Patimban) pelabuhan yang melayani ekspor dan impor kendaraan di Indonesia. (Gambar 2)
Selain itu, ada beberapa hal yang juga kita suka dengan bisnis IPCC.
1. Low maintenance capex, huge cashflow.
Emiten satu ini termasuk bisnis yang memiliki low capex. Bisa lihat di table dibawah, capex yang dikeluarkan oleh IPCC relative rendah, rangenya di angka 30 - 50 miliar per tahun. Pengecualian di tahun 2018 dan 2019, karena IPCC mengeluarkan biaya sewa pelabuhan setiap 5 tahun sekali ke induknya, Pelindo. Sedangkan, Operating cash flow-nya bisa menyentuh ke angka 300 miliar di tahun 2022. Artinya, IPCC masih bisa generate free cashflow 250 miliar per tahun. Inilah mengapa, IPCC selalu memiliki porsi cash yang cukup besar di balance sheet mereka. (Gambar 3)
2. Bagi deviden, dan besar
Duit besar yang dihasilkan tidak lari kemana – mana dan justru dibagikan dalam bentuk deviden. Dividend payout ratio IPCC selalu berada diangka yang tinggi, 80 - 100% per tahun. Keputusan yang memang masuk akal, karena bisnis yang low capex dan cash level yang cukup besar. Apalagi IPCC tidak punya utang bank atau bonds. (Gambar 4)
Tantangan IPCC
Meskipun kita suka dengan IPCC, ada beberapa hal tantangan bagi IPCC kedepannya. Yang pertama adalah bisnis IPCC ini sangat bergantung dengan performa industry otomotif. Dan industry otomotif ini sangat ditentukan dengan kondisi makroekonomi. Saat ini, kita ditengah ketidakpastian ekonomi, mulai dari suku bunga US yang tinggi dan perang di Eropa dan Timur Tengah. Kedua hal ini berpotensi mempengaruhi daya beli masyarakat.
Yang kedua adalah Patimban. Meskipun belum beroperasi full capacity, tetapi dengan mulai dibukanya pelayanan di Patimban akan berpotensi menggerus volume ekspor dan impor kendaraan di Tanjung Priok. Sejak mulai beroperasi di 2021 akhir, Patimban sudah mulai mempengaruhi ekspor dan impor kendaraan yang melewati tanjung Priok. Market share IPCC dari eskpor dan impor mulai mengalami penurunan, meskipun IPCC masih menggengam majority market share sebesar 87%. (Gambar 5)
Meskipun begitu, IPCC sudah mengantisipasi hal ini dengan beberapa rencana ekspansi. Pertama, mereka sudah menekan kerjasam dengan Hyundai untuk mengelola ekspor kendaraan Hyundai. Hyundai sendiri tengah membangun fasilitas produksi kendaraan mereka di CIkarang dengan investasi hingga mencapai 21 T. Meskipun begitu, perlu waktu bagi Hyundai untuk banyak berkontribusi bagi IPCC. Karena ekspor Hyundai masih relati kecil volumenya dibandingkan car producer lain. (Gambar 6)
Dan yang kedua, IPCC dipercaya oleh induknya untuk mengelola terminal kendaraan regional. Saat ini, IPCC sudah dipercaya untuk mengelola kendaraan terminal di Belawan, Makassar dan Pontianak. Dan yang terbaru, IPCC juga sudah diberikan hak pengelolaan di pelabuhan Balikpapan, Kalimantan Timur. Tentunya ini bisa berpotensi mengkompensasi penurunan volume dari Tanjung Priok kedepannya. Tapi, tentu saja masih ada resiko eksekusi dari manajemn terhadap hal ini. Kita lihat saja seperti apa IPCC kedepannya dalam menghadapi resiko bisnis ini. (Gambar 7)
Gimana menurut kamu tentang IPCC? Apakah masih menarik atau tidak? Atau, kamu punya informasi penting terkait bisnis IPCC? Mari diskusi di kolom komentar.
Random Tags :
$IHSG $IPCC $IPCM $ACES $BTPS
1/7