imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Bisnis Media Konvensional TV, Apakah Masih Relevan?

Ada 3 perusahaan media besar di IHSG yakni $SCMA $MNCN dan induk MNCN yakni $BMTR. Karakteristik ketiga perusahaan ini sangat mirip yakni >50% revenue mereka berasal bisnis iklan via Televisi. Meskipun ketiganya sudah berusaha pivot ke bisnis digital dan non-TV, tetap saja sumber revenue utama iklan mereka berasal dari bisnis TV.
https://bit.ly/3YGX6Dc

Jangkauan iklan SCMA MNCN dan BMTR hingga saat ini masih terhambat oleh batasan geografis di Indonesia saja. Beda dengan perusahaan iklan digital seperti YouTube, Facebook, dan Tiktok yang jangkauan iklan mereka bersifat global.
https://bit.ly/3OZWjZR

Sebagai contoh SCMA dalam setahun hanya bisa cetak revenue 5-7 Triliun rupiah
MNCN hanya bisa cetak revenue 8-10 Triliun
BMTR revenue 11-13 Triliun

Sangat kalah jauh jika dibandingkan dengan Revenue iklan digital seperti Facebook yang bisa cetak revenue 116 miliar dollar atau sekitar 1800 Triliun rupiah.

Melihat perbedaan yang sangat kontras dalam Revenue tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masa depan bisnis iklan adalah bisnis digital yang bisa menjangkau seluruh manusia di dunia ini tanpa adanya hambatan geografis. Di Indonesia, belum ada perusahaan media yang bisa seperti Facebook dan Google.

Kesannya, perusahaan Media di Indonesia hanya jago kandang dan lebih suka menjadi katak dalam tempurung. Ini hanya kesan ya, belum tentu benar. Bisa jadi perusahaan media di Indonesia merasa bahwa pasar iklan di Indonesia masih punya banyak peluang untuk tumbuh sehingga lebih fokus mengembangkan media tradisional seperti TV ketimbang all in gambling di bisnis digital yang burning cash.

SCMA sudah punya Vidio sedangkan BMTR MNCN sudah punya RCTI+ untuk mencoba peruntungan di bisnis digital tapi bisnis mereka di segmen digital masih merugi. Belum bisa menjadi cashcow bisnis digital seperti YouTube, Tiktok, Instagram, Facebook dan Netflix.

Mereka mau garap semua bisnis mulai dari OTT, konten hingga iklan digital tapi tetap saja secara geografis, bisnis SCMA dan Grup MNC itu terkungkung di Indonesia.

Itulah mengapa petinggi media di Indonesia lebih memilih mencari patron politik untuk mendapatkan proteksi regulasi dari pemerintah ketimbang bertarung langsung untuk memperebutkan market share.

Di masa lalu, tiap kali mendekati Pemilu, saham media meroket. Tapi di tahun ini entah mengapa MNCN SCMA BMTR sama - sama nyungsep. Benar-benar anomali. Apakah pasar iklan politik bergeser dari media tradisional TV ke medsos? Tinggal lihat data market share.

Meskipun sama-sama nyungsep, SCMA lebih diapresiasi market ketimbang MNCN dan BMTR. Apa indikasinya? Indikator terlihat dari valuasi.
https://bit.ly/46maeB6

Market memberikan valuasi yang lebih tinggi pada SCMA ketimbang pada MNCN dan BMTR. Padahal notabene itu laba dan revenue MNCN BMTR jauh lebih tinggi dari laba SCMA. Tapi entah mengapa market lebih suka SCMA ketimbang MNCN dan BMTR.

Secara valuasi SCMA market cap 10,5 Triliun PBV 1,47 dan PER 76. Ini jauh lebih premium jika dibandingkan dengan valuasi MNCN yang market cap hanya 7,1 Triliun PBV 0,36 dan PER 4,76.

Tahun lalu waktu RUPS Agustus 2022, para investor MNCN dan BMTR bergembira karena katanya MNCN mau merger dengan BMTR tapi ternyata sampai sekarang Oktober 2023, belum terlihat tanda-tanda merger. Saham MNCN BMTR sempat meroket sedikit waktu ada isu merger, lalu akhirnya nyungsep lagi.

Dari komposisi investor, saham SCMA lebih banyak dipegang oleh investor institusionan sedangkan saham MNCN dan BMTR lebih banyak dipegang oleh investor ritel lokal. Saya tidak tahu apakah ini real ritel atau akun Nominee seperti waktu zaman Bentjok dan Heru Hidayat cucu duit pakai Nominee di kasus korupsi kasus Jiwasraya dan Asabri. Bisa baca kisahnya di sini https://bit.ly/3tLX5yL

Investor ritel lokal di SCMA itu komposisi nya kurang dari 10% sedangkan investor ritel lokal di MNCN sudah mendekati 15% dan investor ritel lokal di BMTR sudah mendekati 40% kepemilikan saham. Investor ritel lokal lebih suka sama BMTR karena ada LKH di situ. Mirip seperti di HKMU waktu itu LKH pernah foto di pabrik $HKMU dan sekarang 100% saham HKMU dikuasai sama investor ritel padahal LKH belum tentu punya saham HKMU waktu foto di pabrik HKMU. Tapi mau gimana lagi, investor ritel memang mengidolakan LKH, sehingga di mana ada foto LKH, investor ritel akan beli. Apakah itu hal yang salah? Tergantung perspektif masing-masing saja. Kalau $CUAN, itu bagus. Kalau boncos, itu jelek. Posisi Menentukan Opini.
https://cutt.ly/ZwnECdoN

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
https://bit.ly/44osZSV
https://bit.ly/3SJLT0W
https://bit.ly/3CJthZl
https://bit.ly/3LsxlQJ

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy