Investing Red Flag Series: Too Much Goodwill
Ketika kita mendapatkan informasi bahwa perusahaan A akan mengakuisisi Perusahaan B banyak dari kita yang dengan polos menganggap bahwa hal tersebut merupakan hal yang baik bagi pemegang saham Perusahaan A. Hal ini umumnya tercermin dari dua hal: komentar positif dari banyak orang dan kenaikan harga saham Perusahaan A yang disebabkan oleh antusiasme para pelaku pasar.
Namun, apakah hal tersebut benar adanya? Apakah hanya karena semata-mata suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lainnya merupakan hal yang baik bagi para pemegang saham? Pada tulisan ini saya akan menjelaskan bagaimana hal tersebut bukanlah merupakan hal yang sudah pasti baik.
Accounting for Goodwill
Goodwill tercatat dalam asset suatu perusahaan ketika perusahaan tersebut mengakuisisi suatu perusahaan. Anggap saja, dalam kasus ini, Perusahaan A akan mengakuisisi Perusahaan B.
Berikut adalah balance sheet dari perusahaan B
Asset: 100 Mn
Liability: 40 Mn
Melalui data di atas, kita dapat mengetahui bahwa Net Asset dari perusahaan B adalah 60 Mn. (100 Mn in Asset – 40 mn in Liability) Jika perusahaan A mengakuisisi perusahaan B pada harga 150 Mn, maka perbedaan antara harga yang dibayarkan oleh Perusahaan A dan Net Asset yang dicatatkan pada Perusahaan B adalah Goodwill. (Goodwill = 90 Mn; 150 Mn in Acquisition Transaction – 60 Mn in Net Asset of acquired company)
Setelah transaksi diselesaikan, Goodwill perusahaan A akan tercatat sebesar 90 Mn pada balance sheet. Berbeda dengan Fixed Asset dan Intangible Asset, Goodwill tidak akan didepresiasi maupun diamortisasi. Walaupun demikian, perusahaan diharuskan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap akuisisi yang dilakukannya. Jika setelah dilakukan evaluasi, dan dinilai bahwa nilai akuisisi yang dibayarkan terlalu tinggi, akan dicatatkan Impairment for Goodwill pada bagian Income Statement. Misalnya setelah dievaluasi, harga yang dibayarkan oleh Perusahaan A (150 Mn in Aquisition Transaction) untuk mengakuisisi Perusahaan B (60 Mn in Net Asset) terlalu tinggi, dan harga yang dibayarkan Perusahaan A seharusnya hanya 120 Mn, maka akan terjadi Impairment of Goodwill. (Dengan harga akuisisi 120 Mn, Goodwill yang tercatat adalah 60 Mn) Impairment of Goodwill adalah perbedaan antara Acquisition Price yang seharusnya dan Executed Acquisition Price, dalam hal ini masing-masing adalah 120 Mn dan 150 Mn. Maka pada Income Statement akan muncul akun Impairment of Goodwill sebesar -30 Mn. Hal ini tentunya akan mempengaruhi Bottom Line perusahaan.
Management’s Role in Bad Acquisition
Setelah Mengatahui bahwa tidak semua akuisisi adalah baik bagi perusahaan, hal yang mungkin anda bingungkan adalah: Jika akuisisi tersebut buruk, kenapa pihak managemen tetap mengeksekusinya?
Di dalam dunia finansial, ada yang namanya Agency Problem. Seperti yang kita ketahui, pada umumnya orang yang memiliki suatu bisnis (pemegang saham) dan orang yang menjalankannya (managemen) merupakan orang yang berbeda. Pihak Pemegang Saham biasanya menentukan goals jangka panjang dari perusahaan yang dimilikinya. Namun, untuk pengeksekusian goals tersebut, on daily basis, adalah tugas dari pihak managemen.
Masalah muncul ketika terjadi penyebaran kepemilikan pemegang saham. Dalama hal ini managemen dapat dikatakan memiliki kuasa lebih. Akibatnya, kemungkinan besar mereka akan bertindak dalam hal yang menguntungkan mereka. Bonus untuk pihak managemen biasanya ditentukan dari dua hal, harga saham dan profitabilitas perusahaan. Selain berkesempatan untuk mendapatkan bonus yang besar, pihak managemen juga mendapatkan bayaran besar ketika mereka berhasil mengeksekusi suatu akuisisi, terlepas dari baik/buruknya akuisisi tersebut dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Akuisisi bukan merupakan tolok ukur baik atau buruknya suatu perusahaan. Sebagai investor, kita harus teliti dalam memilih perusahaan yang akan kita beli sahamnya. Tidak cukup dari berita akuisisi semata. Bisa jadi akuisisi tersebut malah akan merusak dan menghancurkan shareholder’s value dalam jangka panjang. Akuisisi yang dilakukan oleh pihak managemen yang semata-mata untuk “memperbesar” usaha yang dijalankannya, tanpa mempertimbangkan harga yang dibayarkan, dapat menjadi penilaian tersendiri oleh kita sebagai pihak investor terhadap kemampuan dan integritas pihak managemen.
Bagaimanapun juga, Howard Marks pernah berkata, “its not what you buy, its what you pay for it” Walaupun Perusahaan A mengakuisisi Perusahaan B di harga yang tinggi, dan B merupakan perusahaan yang bagus. Tetap saja, jika dieksekusi pada harga yang melebihi intrinsic value Perusahaan B, maka sesungguhnya akuisisi yang dilakukan oleh Perusahaan A tidak akan menciptakan value apapun kepada para pemegang sahamnya.
Tulisan ini merupakan bagian dari Investing Red Flag Series, yang mana series tersebut akan dipublish secara berkala melalui Stockbit dan Substack @quanParker
Random Tag
$ITMG $TPMA $ADRO $UNTR $TKIM