Overview IPO $BREN: The STAR is Now Officialy Shining
Hanya perlu waktu kurun kurang dari 7 bulan, BEI kedatangan perusahaan geothermal kedua yang siap melantai di IDX. Menyusul PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. ($PGEO) pada Februari 2023, PT Barito Renewables Energy (BREN) siap melaksanakan IPO dengan estimasi tanggal pencatatan 6 Oktober 2023 serta mendapatkan dana sekitar 3-3,5 triliun rupiah.
Bukan nama asing, PT Barito Renewables Energy (BREN) sejatinya sudah lama bernaung di bawah induknya, Barito Pacific ($BRPT). Melalui serangkaian aksi korporasi yang perlahan dipersiapkan oleh induknya, BREN, sang pemilik aset Star Energy Geothermal, akhirnya siap muncul ke publik seorang diri dan menawarkan kesempatan bagi investor retail untuk berinvestasi langsung pada perusahaan geothermal swasta. Dijuluki sebagai anak emas Barito Pacific, aset BREN divaluasi pada harga premium dengan P/E: 60,2x–70,1x dan P/BV: 14,1x–15,3x. Lantas, apakah memang BREN layak dihargai sepremium itu? Saya akan coba ulas mengenai IPO BREN melalui tulisan berikut.
Seperti biasa, saya akan membagi tulisan ini ke dalam 7 bagian yakni:
1. Overview IPO
2. Sejarah STAR Energy: Membangun PLTP Wayang Windu, Akuisisi PLTP Salak dan Darajat dari Chevron
3. Pembentukan BREN: Perusahaan Indonesia yang Menaungi Seluruh Aset STAR Energy
4. Struktur BREN: pemilik 90% PLTP Wayang Windu dan 76,1% PLTP Salak Darajat
5. Kualitas aset: PLTP 886 MW, perusahaan dengan kapasitas PLTP terpasang terbesar di Indonesia
6. Analisis keuangan: EBITDA Margin dan OPM tinggi, namun NPM rendah dengan laba bersih terus bertumbuh
7. Valuasi: premium akibat Grup Barito
1. Overview IPO
Jumlah saham ditawarkan: 4,5 miliar lembar saham (3,35%**)
Harga penawaran: Rp670 - Rp870
Potensi pendanaan: Rp3,01 T - Rp3,51 T
Penawaran awal*: 18-25 September 2023
Penawaran umum*: 2-4 Oktober 2023
Tanggal pencatatan*: 6 Oktober 2023
*perkiraan masa pelaksnaan berdasarkan prospektus awal
**BREN tetap memenuhi kewajiban minimum free float 7,5% karena kepemilikan Jupiter Tiger Holdings dan Prime Hill Fund dihitung sebagai kepemilikan masyarakat.
Valuasi berdasarkan 1Q23 (TTM)*
Potensi market Cap: Rp90 T - Rp104,8 T
P/S: 10,1x - 11,8x
P/E: 60,2x – 70,1x
P/BV**: 14,1x – 15,3x
*Menggunakan asumsi kurs Rp15.243 per dolar AS
**Perhitungan book value sudah memperhitungkan cash dari IPO.
Rincian penggunaan dana:
~68% atau sebanyak-banyaknya US$158,6 juta* untuk pembayaran sebagian utang fasilitas B kepada Bangkok Bank
~29% atau sebanyak-banyaknya US$66,5* juta untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada Star Energy Oil and Gas Pte. Ltd (SEOG)
~3% atau sebanyak-banyaknya US$6 juta* untuk memenuhi kewajiban pengembalian uang muka kepada BREN
Sederhananya, 68% dana akan digunakan sebagai pelunasan sebagian pinjaman ke Bangkok Bank atas akuisisi saham EGCO dan Mitsubishi (dijelaskan nanti) dan 32% dana akan digunakan sebagai fasilitas transaksi pada pembelian 4,8% saham SEGBV (pemilik PLTP Salak dan Darajat) sehingga meningkatkan kepemilikan PLTP Salak Darajat dari 76,1% menjadi 80,9%.
2. Sejarah STAR Energy: Membangun PLTP Wayang Windu, Akuisisi PLTP Salak dan Darajat dari Chevron
Awalnya, STAR Energy merupakan perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang dimiliki oleh pendiri Grup Barito Pacific, Prajogo Pangestu, dengan hanya memiliki 1 aset yaitu PLTP Wayang Windu dengan kapasitas 287 MW. Pada awal tahun 2017, STAR Energy, bersama dengan AC Energy (Ayala Group) dari Filipina, dan EGCO dari Thailand, membeli 2 aset PLTP yang dimiliki Chevron yaitu PLTP Salak berkapasitas 370 MW dan PLTP Darajat berkapasitas 240 MW dengan nilai total transaksi lebih dari US$2 miliar (~30 triliun rupiah). Transaksi akuisisi inilah yang menjadikan STAR Energy sebagai perusahaan panas bumi dengan kapasitas PLTP terpasang terbesar di Indonesia.
3. Pembentukan BREN: Perusahaan Indonesia yang Menaungi Seluruh Aset STAR Energy
Selanjutnya, aset yang dimiliki oleh STAR Energy kemudian dimasukkan ke BRPT melalui proses right issue pada tahun 2018. Melalui beberapa transaksi restrukturisasi dan konsolidasi, seluruh aset STAR Energy dimasukkan ke dalam PT Barito Renewables Energy (BREN) pada November 2022 dengan 66,67% kepemilikan BRPT dan 33,33% Green Era, perusahaan di Singapura yang masih terafiliasi dengan keluarga Pangestu. Transaksi ini bertujuan untuk menjadi perusahaan Indonesia yang menaungi seluruh aset STAR Energy yang masih terdaftar di Singapura sekaligus memperoleh kesempatan yang lebih luas dalam hal operasional maupun akses pendanaan di Indonesia (seperti IPO di BEI hehehe).
Namun sebelum IPO, kepemilikan BREN berubah di mana Green Era menjual 9% kepemilikannya kepada Jupiter Tiger Holdings (4,5%) dan Prime Hill Fund (4,5%). Dikutip prospektus, Jupiter Tiger Holdings dimiliki oleh 8 orang individu dengan persentase kepemilikan yang berbeda dan Prime Hill Fund dimiliki oleh 2 orang individu dengan masing-masing kepemilikan 50%. Oleh karena seluruh kepemilikan ini atas individu, seluruh saham Jupiter Tiger Holdings dan Prime Hill Fund dikategorikan sebagai kepemilikan masyarakat sehingga BREN tetap memenuhi free float yang diperlukan setelah IPO yaitu 12,05% yang terdiri dari 4,35% saham Jupiter setelah terdilusi, 4,35% saham Prime Hill setelah terdilusi, dan 3,35% masyarakat.
Saat ini, BREN memiliki 100% saham Star Energy Group Holdings Pte. Ltd. Oleh karena itu, jangan bingung apabila pengucapan BREN dan Star Energy sering dipakai bersamaan karena isi BREN saat ini adalah 100% aset Star Energy.
4. Struktur BREN: pemilik 90% PLTP Wayang Windu dan 76,1% PLTP Salak Darajat
Hingga akhir tahun 2022, BREN masih hanya memiliki 60% saham di SEGPL (perusahaan pemilik PLTP Wayang Windu) dan 51,8% saham di SEGBV (perusahaan pemilik PLTP Salak Darajat). Melalui transaksi pada 27 Desember 2022, Star Energy meningkatkan kepemilikannya di SEGPL (dari 60% menjadi 90%) dan di SEGBV (dari 51,8% menjadi 76,1%) setelah membeli saham yang dimiliki perusahaan Thailand, Electricity Generating Public Company Limited (EGCO Group), dan Mitsubishi. Berdasarkan data dari keterbukaan informasi, transaksi pembelian dengan EGCO Group diketahui menelan dana 485 juta dolar AS (~7,3 triliun rupiah). Di sisi lain, tidak diketahui transaksi nilai transaksi dengan Mitsubishi.
Oleh karena kepemilikan BREN atau STAR Energy di kedua aset ini tidak 100%, laba bersih entitas induk BREN lebih kecil apabila dibandingkan dengan laba bersih perseroan. Hal ini berbeda dengan PGEO di mana 100% aset PLTP PGEO dimiliki oleh PGEO sendiri. Melalui keterbukaan prospektus, BREN juga berencana kembali meningkatkan kepemilikan di SEGBV dari 76,1% menjadi 80,9% melalui pembelian saham dari ACEHI – perusahaan milik AC Energy.
5. Kualitas aset: PLTP 886 MW, perusahaan dengan kapasitas PLTP terpasang terbesar di Indonesia
Aset BREN terdiri dari 3 PLTP – Wayang Windu, Salak, dan Darajat – dengan total kapasitas terpasang 886 MW, perusahaan dengan kapasitas PLTP terpasang terbesar di Indonesia. Rincian aset ini meliputi
- 2 unit PLTP Wayang Windu dengan total kapasitas 230,5 MW
- 6 unit PLTP Salak dengan total kapasitas 381 MW (pembangkit listrik unit 1-3 dioperasikan Indonesia Power, pembangkit listrik unit 4-6 dioperasikan BREN)
- 3 unit PLTP Darajat dengan total kapasitas 274,5 MW (pembangkit listrik unit 1 dioperasikan Indonesia Power, pembangkit listrik unit 2-3 dioperasikan BREN)
Kapasitas pembangkit listrik BREN yang terkonsentrasi di 3 titik membuat rata-rata margin laba operasi (OPM) BREN tinggi yaitu 69-78%, lebih tinggi dibandingkan PGEO di level 20-78%. Hal ini disebabkan rasio beban tetap – seperti beban tunjangan karyawan dan teknisi – dapat lebih rendah seiring makin besarnya kapasitas pembangkit listrik di 1 titik.
Sepanjang 2020-2022, tingkat produksi listrik dan utilisasi PLTP milik BREN relatif stabil. Tingkat produksi listrik stabil di level 5.157-5.238 GWh dengan tingkat produksi uap yang stabil di level 1.688-1.770 GWh. Tingkat utilisasi pun stabil di level 84-99%. Produksi PLTP yang sudah berjalan relatif optimum ini menyebabkan sumber pertumbuhan pendapatan BREN ke depannya akan relatif rendah.
6. Analisis keuangan: EBITDA Margin dan OPM tinggi, namun NPM rendah dengan laba bersih terus bertumbuh
Dari sisi finansial, pendapatan dan laba bersih BREN konsisten tumbuh selama 3 tahun terakhir. Beberapa hal menarik dari laporan keuangan BREN yang saya dapat yaitu:
1. Setiap tahun, BREN harus membayar sekitar 13,8-16,5 juta dolar AS (~207,8-247,3 miliar rupiah) sebagai biaya tunjangan produksi kepada PGEO. Hal ini disebabkan karena seluruh PLTP BREN dibangun di atas wilayah kerja panas bumi (WKP) milik PGEO.
2. Margin EBITDA dan margin laba operasi (OPM) perseroan relatif tinggi, dengan EBITDA margin di level 85,7-87,0% serta OPM di level 70,5-71,0%. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hal ini disebabkan rasio beban tetap terhadap pendapatan setiap pembangkit relatif rendah.
3. Akan tetapi, margin laba bersih (NPM) perseroan relatif rendah di level 12,2-16,0%. Hal ini disebabkan oleh beban keuangan perseroan yang relatif tinggi. Beban keuangan ini relatif tinggi karena mayoritas aset yang dimiliki oleh STAR Energy diakuisisi menggunakan utang, baik melalui obligasi maupun utang bank.
Sebagai gambaran, BREN memiliki utang berbunga sebanyak 2,05 miliar dolar AS (~30,8 triliun rupiah) per 1H23 dengan rincian sebagai berikut
a. Senior Secured Notes B.V. senilai 1,05 miliar dolar AS (~15,8 triliun rupiah) sebagai dana untuk mengakuisisi PLTP Salak dan Darajat dari Chevron.
b. 6,75% Senior Secured Notes senilai 463,6 juta dolar AS (~6,9 triliun rupiah) sebagai dana untuk pembangunan PLTP Wayang Windu.
c. Utang kepada Bangkok Bank senilai 536,4 juta dolar AS (~8,0 triliun rupiah) sebagai dana untuk akuisisi saham kepemilikan EGCO dan Mitsubishi di Star Energy Geothermal Pte. Ltd (SEGPL) dan Star Energy Geothermal (Salak Darajat) BV.
4. Pertumbuhan laba bersih perseroan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pendapatannya
Laba bersih BREN meningkat +36,3% YoY pada 2021 (vs pendapatan +3,2% YoY) dan +8,7% YoY pada 2022 (vs pendapatan +6,0% YoY). Peningkatan laba bersih yang lebih cepat dibandingkan pendapatan ini umumnya tidak terjadi pada perusahaan listrik. Akan tetapi, hal ini terjadi pada BREN karena dapat menurunnya beban keuangan BREN secara perlahan.
Hal ini disebabkan seluruh jadwal pembayaran utang BREN (obligasi dan utang bank) dibayarkan bersama pokok dan bunganya. Oleh karena itu, jumlah pokok utang BREN dapat berkurang setiap tahunnya sehingga beban keuangan BREN dapat berkurang.
5. Persentase laba bersih entitas induk terhadap total laba bersih BREN meningkat
Sebagai gambaran, laba bersih untuk entitas induk BREN pada 3M22 setara 22,3 juta dolar AS (55% dari total laba bersih) sedangkan laba bersih untuk entitas induk BREN pada 3M23 setara 29,2 juta dolar AS (74% dari total laba bersih). Peningkatan persentase ini disebabkan karena BREN terus meningkatkan kepemilikannya di setiap aset PLTP yang dia miliki. Sebagai gambaran, efek akuisisi kepemilikan EGCO dan Mitsubishi pada akhir tahun 2022 baru terasa dampaknya pada laporan keuangan tahun 2023.
7. Valuasi: premium akibat Grup Barito
Secara valuasi, BREN dihargai pada valuasi yang sangat premium dengan PER 60,2-70,1x dan PBV 14,1-15,2. Namun, apabila dilihat lebih luas, saham-saham grup Barito selalu dihargai premium oleh market. Sebagai gambaran, saat ini BRPT dihargai pada PER 562,3 x dan PBV 5,5. Di sisi lain, TPIA dihargai pada PER -115,9x dan PBV 5,4x. Sebagai aset emas yang dimiliki BRPT dengan kinerja pendapatan dan laba bersih yang relatif stabil, memang sulit membayangkan apabila BREN dilepas pada valuasi yang murah.
Melihat valuasi yang ditawarkan, investor bebas memilih apakah mau untuk tetap mau membeli atau tidak. Yang jelas, seluruh informasi yang sekiranya diperlukan sudah dipaparkan dan seluruh keputusan dikembalikan pada masing-masing investor. Jadi, tertarik beli?
Untuk yang penasaran komparasi BREN vs PGEO dari seluruh sisi, nantikan ulasan selengkapnya di artikel resmi Stockbit hehehe
Disclaimer: tulisan ini bukan merupakan rekomendasi jual atau beli saham tertentu. Always do your own analysis!
1/8