Berburu perusahaan dengan bisnis yang solid
Pada setiap market crash, ada perusahaan yang bertahan dan ada pula yang ‘gugur’. Setiap crash memiliki karakteristik masing-masing dan memberikan efek yang berbeda-beda pada setiap industri.
Pada umumnya, kontraksi ekonomi akan menyebabkan belanja masyarakat turun sehingga pendapatan perusahaan pun cenderung turun.
Ketika krisis ekonomi terjadi, perbedaan antara perusahaan yang kokoh dengan perusahaan yang rapuh akan terlihat dengan lebih jelas. Perusahaan dengan utang yang menggunung akan lebih mudah kolaps karena besarnya bunga yang harus dibayar ataupun karena membengkaknya rugi kurs sementara cash flow dari bisnisnya semakin menurun. Di saat krisis, umumnya perusahaan akan lebih sulit untuk mencari pinjaman. Kucuran dana mulai mampet sehingga perusahaan yang bisnisnya bergantung pada utang untuk membiayai aktivitas operasional dan ekspansinya akan megap-megap.
Sebagai investor, apabila kita cukup sabar, kesempatan untuk berinvestasi terbaik biasanya muncul 1-2 kali dalam setahun. Apabila kita cukup jeli, banyak kesempatan yang bisa manfaatkan dari koreksi yang terjadi tersebut.
Terlihat mudah namun cukup sulit dalam pelaksanaannya.
Ketika koreksi terjadi, suasana bursa saham akan muram dan semua ekspektasi turun ke titik nadir. Berita yang muncul tiap hari adalah berita buruk dan menyebabkan timbulnya persepsi bahwa sudah tidak ada lagi masa depan.
Secara alamiah, manusia akan cenderung untuk melindungi dirinya dalam keadaan yang buruk. Dalam hal ini contohnya adalah kejatuhan harga saham. Kita akan cenderung untuk melepaskan saham-saham yang kita miliki karena ada ketakutan terjadi penurunan yang lebih dalam. Ketika market crash, hampir seluruh saham terkena dampaknya, baik perusahaan yang bagus ataupun perusahaan yang jelek.
Jika kita mencoba untuk tetap tenang dan menganalisis kondisi keuangan suatu perusahaan lebih mendalam, kemungkinan besar kita akan mendapatkan perusahaan yang bagus dengan harga yang murah.
Yang dapat kita lakukan adalah melakukan screening untuk mencari perusahaan dengan kondisi keuangan yang solid. Perusahaan yang solid cenderung dapat memberikan kinerja yang lebih baik.
Mari kita bayangkan bahwa saham mewakili kepemilikan atas sebuah bisnis (dan memang itulah yang sebenarnya). Baca laporan keuangan atau laporan tahunannya dan coba posisikan diri kita sebagai orang yang ditawari untuk berinvestasi ke dalam sebuah bisnis. Kita akan melihat bagaimana sebuah perusahaan itu dikelola.
Pada laporan tahunan, kita bisa melihat bagaimana cerita asal mula berdirinya suatu perusahaan sampai dengan saat ini. Pihak manajemen akan memaparkan apa saja rencana-rencana untuk ekspansi di masa mendatang.
Apa yang Anda bayangkan saat mengetahui bahwa dari tahun ke tahun perusahaan dapat menghasilkan laba yang konsisten dan terus meningkat?
Tentu sangat menarik.
Saya agak ragu juga apabila laba perusahaan tersebut naik turun. Akan lebih susah untuk memprediksi bahwa perusahaan tersebut akan memberikan keuntungan terus menerus pada kita.
Jika kita membaca laporan keuangan lebih lanjut, kita akan mengetahui bagaimana perusahaan memperoleh modalnya. Berapa besar dana yang dikeluarkan oleh kantong investor untuk menjalankan bisnisnya (equity) dan berapa besar modal yang diperoleh dengan berutang (debt). Sebenarnya sama saja dengan kita ketika akan membuka usaha.
Jika uang kita tidak cukup, biasanya kita akan berusaha memperoleh pinjaman. Tentu kita berharap bahwa cash flow dari usaha kita akan dapat menutup cicilan pembayaran pokok beserta bunganya. Jika bisnis kita ternyata tidak berkembang, maka suatu saat usaha kita bisa bangkrut karena sudah tidak ada uang yang tersisa. Jika kita berani mengambil risiko lebih besar, kita akan mencoba meminjam uang lagi agar bisnis dapat terus berjalan. Kalau berhasil, kita akan dapat menutup utang kita. Namun tentu saja beban kita akan bertambah berat karena cicilan pinjaman yang harus dibayar semakin besar. Artinya, kita harus bisa menjual produk kita lebih banyak lagi.
Hal tersebut sama persis dengan apa yang dialami oleh suatu perusahaan. Oleh karena itu, saya lebih menyukai perusahaan yang walaupun dengan utang yang kecil namun mampu untuk menghasilkan keuntungan.
Ketika melihat suatu bisnis, tentu kita ingin mengetahui berapa persen modal kita kembali setiap tahunnya. Jika seorang pengusaha berinvestasi sebesar 50 juta rupiah dan setiap tahun keuntungan yang ia dapatkan adalah 10 juta rupiah, maka keuntungan dari usahanya adalah 20% (10 juta/50 juta). Dalam lima tahun, modalnya sudah akan kembali. Persentase keuntungan tersebut biasa disebut dengan Return on Equity (ROE). Semakin kecil ROE, semakin lama modal kita akan kembali dan bisnis tersebut akan terlihat kurang menguntungkan.
Mari kita lanjutkan.
Jika pemilik usaha tersebut ternyata ingin menjual kepemilikannya kepada kita, kemungkinan besar dia akan menjual dengan harga yang lebih mahal daripada modal yang telah dia tanamkan (dalam hal ini 50 juta).
Mungkin dia akan menawarkan bisnisnya pada kita seharga 75 juta. Hal ini cukup masuk akal mengingat bisnisnya berjalan dengan baik dan akan memberikan keuntungan pada kita di masa-masa mendatang. Jika kita setuju, maka keuntungan per tahun kita akan menurun menjadi 10 jt / 75 jt = 13,3%. Jika kita masih merasa bahwa dengan tingkat keuntungan sebesar itu bisnisnya masih layak boleh saja kita membelinya. Tingkat keuntungan tersebut biasa disebut dengan Earnings Yield atau Earnings to Price. Jika kita balik menjadi Price to Earnings, maka kita akan mendapatkan apa yang disebut dengan PER. Semakin besar PER, semakin lama modal kita akan kembali.
Jika semudah itu, lalu mengapa ada saham yang dijual dengan PER yang tinggi sementara ada saham lain yang dijual dengan PER yang rendah?
Tampaknya ada sesuatu yang kurang pada kasus kita. Jika suatu bisnis kita berkembang, maka laba yang kita peroleh juga akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Artinya, dengan PER yang sama saat ini, perusahaan yang labanya terus meningkat, di masa mendatang akan semakin mengecil PER nya. Dengan kata lain, Earnings Yield atau laba dari modal kita semakin besar.
Hal yang berbeda akan terjadi pada perusahaan dengan laba yang konstan dari tahun ke tahun. PER nya akan selalu tetap dan dengan demikian di masa mendatang PER nya akan lebih besar daripada perusahaan yang labanya terus meningkat. Peningkatan laba ini kita sebut dengan growth (tingkat pertumbuhan). Perusahaan yang prospek growth-nya lebih tinggi biasanya akan memiliki PER yang lebih tinggi pula.
Namun perlu diingat bahwa belum tentu perusahaan dengan PER yang tinggi memiliki growth yang tinggi pula. Inilah uniknya pasar modal. Seringkali perusahaan yang bisnisnya biasa-biasa saja dengan growth yang rendah dihargai dengan PER yang tinggi. Perusahaan dengan growth yang bagus malah dihargai dengan PER yang rendah.
Hal seperti ini bisa saja terjadi di pasar dan bisa berpotensi memberikan keuntungan bagi kita apabila kita jeli.
$IHSG