AKSI KORPORASI JELANG PEMILU
Selamat malam sobat bursa,
Tak sampai setahun dari hari ini, pemilihan umum serentak akan dilaksanakan di Indonesia. Tepatnya tanggal 14 Februari 2024. Selain memilih presiden dan wapres, ajang demokrasi ini juga sekaligus menjadi sarana memilih anggota legislatif dan senator (DPD).
Sudah menjadi rahasia umum, pemilu kita adalah pemilu yang berbiaya besar. Bukan hanya bagi penyelenggara, tapi juga bagi peserta.
Cerita tentang politik uang tentu sudah banyak Anda dengar bahkan alami langsung jelang pemilu. Modusnya macam-macam. Ada yang dalam bentuk sembako, infrastruktur, hingga cash dalam amplop.
Untuk membiayai kebutuhan mendulang suara, baik secara legal maupun ilegal, tentu membutuhkan logistik (baca: uang). Oleh karenanya, para peserta perlu mempersiapkan “ekuitas” untuk mendapatkan revenue berupa suara.
Pelaku politik kita hari ini masih didominasi pengusaha. Fenomena ini bukan hanya ada di Indonesia, nyaris semua negara demokrasi di dunia dihidupi oleh para pengusaha - or if I may say, Oligarchs.
Kabinet kita hari ini, maupun di masa lampau, selalu didominasi para saudagar. Ada saudagar Uno, saudagar Thohir, hingga saudagar Panjaitan. Sah-sah saja. Sangat banyak pelaku politik, baik di eksekutif, legislatif, maupun di parpol yang memiliki afiliasi dengan perusahaan yang melantai di bursa.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan logistik pemilu yang mahal, saya menduga bahwa tahun ini akan banyak aksi korporasi yang dilakukan dalam rangka persiapan logistik pemilu.
Kita bahas yang legal dulu ya.
Pertama dan yang paling utama, dividen. Sah saja bila seorang kakak ingin ikut membiayai lobi-lobi adiknya untuk dapat menjadi cawapres, misalnya. Apalagi kalau nanti tiket cawapres sudah di tangan, maka ada biaya lanjutan untuk biaya kampanye yang tidak sedikit. Meskipun bukan PSP individu, namun sebagai bagian dari manajemen tentu dapat mengondisikan besaran dividen untuk disetujui di RUPST. Toh cadangan laba yang belum ditentukan penggunaannya masih berlimpah.
Tak perlu khawatir porsi saham publik. Kalau urusan bagi dividen jumbo, retail yang hadir siap setuju sambil standing ovation saat RUPST.
Kedua, jual saham. Kalau Anda punya 21% saham di sebuah investment company dengan portofolio yang mentereng, tak sulit untuk mengonversi saham jadi cash. Anda bisa jual sebagian kecil saja kepemilikan di lini usaha pertambangan, gas, tower, atau penjualan kendaraan. Tapi sebelum dijual bisa kali digocek dulu (eh bagian ini legal gak ya? hehe). Pengalaman pemilu sebelumnya jadi pelajaran berharga.
Ketiga, kombinasi. Ya dividen ya jual saham.
Cara yang ilegal bagaimana? Itu lebih banyak lagi.
Misalnya, jual aset di harga murah ke nominees. Lalu nominees jual dengan harga normal ke pihak lain lagi.
Lalu right issue atau private placement yang dikombinasikan dengan pengalihan dana secara ilegal.
Bisa juga melalui pemberian kontrak atau bisnis dengan nilai yang tidak wajar ke pihak ketiga yang jebulnya nominees atau cangkang saja.
Saran saya, retail perlu ekstra hati-hati di tahun pengumpulan logistik pemilu ini. Pantau terus aksi korporasi emiten Anda. Manfaatkan, bila ada yang perlu dimanfaatkan. Jauhi bila terlalu beresiko.
Salam,
DYOR
Random tag: $ADRO $SRTG $PTBA $GOTO $RAJA