MARKET LEADER YANG KEHILANGAN MARKET SHARE VS RISING COMPETITOR - MENDING BELI YANG MANA?
Ga jarang, market leader yang sangat efisien dan profitable, valuasinya jadi turun dan “murah” setelah kehilangan market share / pangsa pasar karena munculnya “kompetitor” yang agresif dalam growth, tapi masih belum se-efisien itu dalam generate profits. Apakah itu red flag atau opportunity?
Jawabannya tergantung. Coba kita liat beberapa contohnya:
1. $ULTJ. Market share Ultra Milk turun dari 50% pas 2014 jadi 35% di 9M22. Sengitnya kompetisi, contoh dari CMRY sampai Indomilk, Frisian Flag, Milku (Wings), dll. Valuasi jauh lbh murah dari CMRY, efisiensi secara ROE juga menang. Tapi, growth kalah.
2. $UCID - Market share nya segmen diaper (MamyPoko) turun dari 49,8% pada 2018 jadi 43% pada 4Q22. Kenapa? Kehilangan market share dari Softex. Tapi, sekarang UCID & MamyPoko tetap market leader, dan market cap cuma 4,6T, enterprise value 3,3T sedangkan Softex diakuisisi seharga +- 18T pas 2020 krmn. Ulasan lengkapnya bisa baca dr tulisan ini https://snips.stockbit.com/unboxing/tantangan-dan-prospek-di-balik-valuasi-murah-ucid
3. $TOWR - Jumlah menara nya udah kalah jauh dari $MTEL, tapi pendapatan, laba nya jauh lbh tinggi dari MTEL. Kenapa? Karena kolokasi lebih baik, dan efisiensi biaya lebih baik. Valuasinya juga jauh lbh murah dari P/E, EV/EBIT, EV/EBITDA. Namun growth kalah, dan valuasi secara metrik operasional lebih mahal (contoh: EV/tower).
4. $BTPS - Juga sama. Market share turun setelah PNM masuk ke segmen BTPS pada tahun 2015 lewat Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera). Per FY22, pendapatan PNM 12,6T (Mekaar kontribusi 11T), sedangkan BTPS sekitar 5T. Namun, laba bersih BTPS 1,78T vs PNM 992M. ROE BTPS FY22 jg lbh tinggi yaitu 23% vs PNM 13,4%
Jadi kita harus milih yang mana? Menurut saya semua bakal tergantung. Karena semuanya bakal back to basics, tergantung dari kualitas perusahaan (gak cuma pertumbuhan, tp moat, efisiensi) dan juga valuasi nya.
Growth tinggi memang bagus. Tapi efisiensi juga penting. Untuk bisa convert “input” yang dimiliki seperti jumlah menara yang besar, atau pendapatan yang tinggi menjadi “output” yang oke seperti laba bersih atau FCF yang bagus.
Kalo memang bisa, misal seperti CMRY yang terlihat bisa grow profitably, pertanyaan berikutnya adalah, apakah valuasinya murah dibanding potensi nya. Apakah P/E 30xan nya itu bisa terjustifikasi? Apa asumsi growth nya terlalu optimis apa tidak?
Yang pasti, sebaliknya misal pada perusahaan yang market share nya turun, kita harus jujur soal prospek nya. Apakah moat nya perusahaan ter attack? Apakah valuasinya mengkompensasi weakness tersebut?
Atau jangan-jangan justru ada kemungkinan justru tren nya akan berbalik?
Misal: Karena moat dari segi distribusi yang besar (dalam GT di kasus ULTJ), atau ada know-how yang unik yang dimiliki company, yang bakal susah buat rising competitor buat saingin.
Contoh: Saya mau pake fenomena serupa yg terjadi di luar, yaitu Alibaba, terutama karena market share turun bbrp tahun terakhir karena adanya PDD (Pinduoduo). Walau memang pasti berdampak, sebenernya user, pendapatan dan laba nya Alibaba ttp tumbuh terus. Dan kalo kita lihat model bisnis nya, sebenernya sebagian besar pendapatan e-commerce Alibaba itu dari iklan, bukan transaksi. Karena Taobao (C2C platform, yg pake merchant) itu ga ada seller fee, beda sama Shopee atau Tokopedia. Cuma Tmall (B2C platform, anggep kayak Shopee Mall) yang ada transaction fee. Sedangkan PDD karena fokus di barang murahan, ads business nya di kategori itu juga krg robust. Blm lagi kalo ngomongin ads business itu conversion nya bisa bagus karena data, yg bs makin rich semakin besar nya sebuah ekosistem bisnis. Alibaba ekosistem nya luas, ga cuma e-commerce, tp ada juga digital entertainment (kyk YT), maps (kyk Google Maps), Cloud (kyk AWS, dan juga Zoom / Slack), services (kayak GoFood, Traveloka walau bukan market leader tp kalah sama Meituan). Blm lagi kepemilikan di entitas, kyk socmed Weibo (kyk Twitter), sampe Ant Financial (yang punya Alipay).
Selain itu, dari segi ecommerce nya pun, Alibaba juga udh launch Taobao Deals (mirip kayak PDD) yang traction nya juga oke. Dan logistics jg penting di e-commerce, dimana kehadiran Cainiao / 4PL yang one-of-a-kind, jg gabisa diremehin.
Ability to monetize ini adalah hal yang penting. Alibaba adalah penyumbang ads revenue plg gede di China karena dia high-intent, lbh gede dr socmed company (misal Weibo), search (Baidu), ataupun Tencent (yg punya superapp paling gila di dunia WeChat, QQ dan market leader di gaming global, pny Spotify dan Netflix nya China, pny investasi di bnyk perusahaan jg). Tapi, kmrn BABA valuasinya sempet dihargain hanya 10x EV/EBIT, padahal segmen selain e-commerce masih rugi, dan ada banyak investment di perusahaan-perusahaan valuable di dunia. Kalo di net-off efek itu, hanya ada di mid-to-high single digit. Makanya, langkah untuk split up bisnis kmrn sangat disambut market.
Hal yang sama juga terjadi di Meta (FB, IG, WA) EV/EBIT nya sempet ke cuma 6x akhir tahun lalu (padahal earnings nya termasuk losses dari Reality Labs). Padahal, sejak ada Reels, growth Tik Tok jd stagnan, dan user Meta jauh di atas Tik Tok. Ability to monetize Tik Tok jg masih jauh di bawah dibanding Meta. Selain mungkin karena know-how ads nya blm, short-form video memang lama2 jd commodity, karena sama dan ada di tmpt lain misal di YT dan IG. Beda sama social content.
Karena ingat, di bisnis seperti itu, penting untuk tidak hanya melihat input (jumlah user, time spent), tapi juga ability to monetize (conversion rate yang bakal bikin advertiser bakal balik). Karena dapet duitnya bukan dari user, tapi dari advertiser.
Sekian dari saya.
Apa lagi nih saham yang market share nya lagi banyak turun karena di attack rising competitor? Kalian lbh suka yang mana?
Disclaimer: Bukan rekomendasi beli/jual saham tertentu.