China buka kembali impor batu bara dari Australia, ancaman buat batu bara Indonesia?
Setelah keluar berita kalo China mempertimbangkan buat impor kembali batu bara dari Ausie 2 hari lalu, kemarin muncul berita kalo China memperbolehkan 4 perusahaan mereka untuk kembali melanjutkan impor batu bara dari China. Berdasarkan Reuters, 4 perusahaan yang dapat izin buat kembali impor coal dari Ausie adalah China Datang Corp, China Huaneng Group, China Energy Investment Corporation dan China Baowu Steel Group.
Buat yang belum ngikutin, China uda ngelarang impor batu bara dari China sejak 2020 lalu gara-gara sensi sama Ausie yang ikut-ikutan ngomentarin cara China menangani covid di negara mereka, yang bikin seluruh dunia kena pandemi di tahun 2020. Padahal, dulu Ausi itu supplier terbesar kedua China buat batu bara dengan kontribusi hampir 30% dari total impor batu bara China.
Lalu, dengan dibukanya impor batu bara Ausie oleh China, apakah akan jadi ancaman buat Indonesia? yuk coba kita liat datanya.
Kembali ke 2020 ketika China ngelarang impor batu bara Ausie. Pertanyaan pertamanya adalah, kemanakah perginya batu bara ini? Apa tambangnya ditutup? Atau di export ke negara lain? Mengutip dari stream mas @AnggaAris, ternyata Ausie melarikan export coal mereka ke negara Asia dan Eropa lain. Artinya, ada market lain yang membutuhkan batu bara dengan spec kalori dari Ausi itu. Kalo dari sisi China? berdasarkan ngobrol2 sama salah seorang teman, China import batu bara dari Mongolia buat ngegantiin export dari Ausie. Oh iya, anw China itu juga banyak impor coking coal loh dari Ausie. Since Ausie adalah salah satu produsen coking coal terbesar di dunia. Jadi ga semuanya thermal coal.
Hal kedua yang saya notice, China sudah ramp up domestic production mereka pasca krisis batu bara gara2 banned coal Ausie. Kalo masih inget, waktu itu harga coal sempet anjlok sementara gara2 produksi batu bara China yang naiknya cepet banget kaya bangun candi Roro Jonggrang (inilah hebatnya China dan kenapa sulit untuk memprediksi ekonomi China secara pasti ke depan). Ingat juga, kebutuhan coal di China juga pastinya turun karena ekonominya terdampak dari pandemi covid-19.
Next, kita liat perbedaan antara Ausie's coal dan Indo's coal. Rata-rata power plant China itu pake coal dengan kalori tinggi, so mereka butuh coal high calorie buat menuhin kebutuhan domestik mereka. Nah, rata-rata coal kita itu low calorie to medium calorie. So, emiten yang produksi low - med calorie dan export China itu cuma dijadiin bahan pencampur supaya calorienya match ke PLTU mereka. Nah beberapa emiten Indonesia yang punya coal kalori tinggi itu adalah $ITMG (4.300-6.300 cal/g), $BUMI (4.200 cal/g - 6.700 cal/gr), $INDY (dari tambang MUTU 6.500-6.700 cal/gr, tapi jumlahnya kecil), dan $HRUM (5.400 cal/gr-6.400 cal/gr). (hmmm... apalagi ya? 馃) Mungkin kalo pake skenario paling apes, mereka yang akan terdampak.
Okay, that's the data. Next, let's talk about the case. Hal pertama yang saya tanyakan adalah: Kenapa China tiba2 buka kembali keran impor batu bara dari Ausie? Padahal selama ini fine2 aja mereka hidup tanpa coal dari China. Seperti yang kita tau, Ausie ini salah satu sekutu dari barat yang skrg ini lagi berantem sama Rusia China and the gang. Kenapa mereka tiba2 mau baikan dan impor lagi dari Ausie? Asumsi pertama saya adalah, China mungkin butuh tambahan supply buat menuhin kebutuhan batu bara ketika mereka udah resmi buka kembali ekonomi mereka. So, mungkin ada penambahan demand dari China, which is good for coal price dengan asumsi supply tidak bertambah (kemungkinan supply ga nambah, soalnya skrg aja banyak negara yang cari produsen coal buat menuhin kebutuhan energi dalam negeri mereka).
Asumsi kedua, anggap saja asumsi pertama saya salah. Ya mereka bener2 cuma pengen damai aja sama Ausie, ga ada maksud apa2 lagi. Artinya ya demand batu bara akan tetap. Kemungkinan China akan cut kuota dari negara2 lainnya buat masukin supply coal dari Ausie. That's make sense. Tapi, kembali dengan asumsi supply energy yang lagi tight, dan Ausie yang tidak menambah supply, artinya Ausi juga perlu mengurangi export mereka ke beberapa negara, Eropa misalnya. Emiten Indonesia bisa langsung approach pasar tersebut dan dengan mudahnya re-routing export mereka kesana, toh sama2 lewat laut. Yang lebih pusing ya Mongolia yang ngirim lewat darat, PR lagi kan kalo re-routing ke negara yang dipisahin sama laut.
Terakhir, mungkin ada yang bertanya, gimana kalo ternyata produksi Ausi meningkat dan China demandnya belum tumbuh? hmm yes this is the worst scenario yang mungkin berdampak ke emiten2 di atas. Tapi dalam logic saya gini. Beberapa waktu lalu, banyak emiten coal kita yang menyatakan kalo mereka dapet tawaran dari Eropa buat export coal mereka kesana, tapi ga bisa dipenuhin semuanya karena produksinya ga cukup. It means, sebenernya masih banyak dong negara2 diluar sana yang butuh coal dan belum terpenuhi. Logicnya, kalau itu benar, bisa aja kan mereka export ke negara2 itu dan malah ga affect mereka punya sales volume?
Anw, ini adalah skenario yang mungkin saja terjadi. Kembali lagi saya tidak mengetahui 100% apa yang terjadi sebenarnya dan saya yakin tidak ada yg tau 100% kejadiannya kecuali Tuhan. Bahkan tiap negara pun menyusun strategi masing2 supaya bisa survive di kala ekonomi yang challenging kaya sekarang ini. Yang bisa kita lakukan adalah berpikir rasional dari data2 yang ada dan mengantisipasi keadaan yang mungkin terjadi ke depannya.
Semoga tulisan ini bisa memberikan pencerahan buat kamu yang lagi galau tentang masa depan coal pasca berita impor coal Ausi dibuka kembali pagi tadi.
Happy Investing! 馃榿