COKING COAL dan THERMAL COAL

Saya coba jelaskan apa itu coking coal, metallurgical coal, dan thermal coal. Karena sepertinya istilah ini banyak nampang di emiten coal.



KLASIFIKASI ASTM

Secara umum, klasifikasi batubara mengacu pada klasifikasi yang dikeluarkan oleh American Society for Testing and Material (ASTM). Klasifikasi ini berdasarkan kandungan fixed carbon, volatile matter, serta higher heating value (HHV). HHV ini yang sering kita kenal dengan istilah gross calorific value, sehingga kadang ada yang menyebut kalori tinggi, kalori medium, dan kalori rendah. (gambar 1)

Berdasar ASTM, batubara dibagai menjadi 4 rank, yaitu : Anthracite, Bituminous, Subbituminous, dan Lignite. Ada jenis batubara yang lebih rendah dari lignite dan belum masuk kategori rank. Jenis batubara ini disebut peat.

Peat -> Belum masuk rank batubara. HHV < 3500
Lignite -> Batubara rank paling rendah. HHV 3500-4611 kcal.
Subbituminous -> Batubara dengan rank di atas lignite dan di bawah bitumonious. HHV 4611-5833
Bituminous -> Sering disebut dengan batubara kalori tinggi. HHV 5833 - 7777
Anthracite -> Kelas tertinggi batubara. HHV > 7777



INDONESIA COAL PRICE INDEX (ICI)

Di Indonesia, terdapat klasifikasi batubara yang dinamakan Indonesia Coal Price Index alias ICI. Terdapat 5 jenis ICI, yaitu
ICI 1 -> GAR 6500
ICI 2 -> GAR 5800
ICI 3 -> GAR 5000
ICI 4 -> GAR 4200
ICI 5 -> GAR 3400

ICI adalah harga indeks. Untuk harga real tiap perusahaan tentu berbeda-beda tergantung kesepakatan dengan customer.



THERMAL, COKING, dan METALLURGICAL COAL

Batubara menurut kegunaannya dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu Thermal Coal dan Coking Coal.

Thermal, seperti namanya, berkaitan dengan suhu. Ini adalah jenis coal yang digunakan sebagai pembangkit listrik alias powerplant. Di Indonesia, sebagian besar powerplant berjenis subcritical yang membutuhkan batubara dengan kategori ICI 3 dan ICI 4.

Sedangkan di negara maju seperti Jepang, South Korea, dan Taiwan, sebagian besar meggunakan jenis ultrasupercritical (USC) yang membutuhkan batubara kalori tinggi ICI 1. Di Indonesia USC baru ada di PLTU Batang, Java 7, dan Tanjung Jati B. Tiongkok pun mulai mempensiunkan subcritical dan supercritical, dan beralih ke USC. Hal ini karena USC memproduksi lebih banyak kalori, perlu lebih sedikit batubara, serta punya emisi gas yg lebih rendah. (gambar 2 dan gambar 3)

Selanjutnya Coking Coal dan Metallurgical Coal pada dasarnya adalah sama. Disebut coking karena pada prosesnya, pembakaran jenis batubara ini akan menghasilan “coke”. Istilah “coke” dalam bahasa Indonesia disebut “kokas”.

Kokas ini digunakan dalam proses pemurnian besi dengan persamaan Fe2O3 + 3C -> 2Fe + 3CO. Dengan adanya coke ini maka akan dihasilkan besi murni yang sudah tidak terkandung oksigen lagi di dalamnya. Besi yang murni ini nanti akan dibuat menjadi produk turunan lainnya.

Untuk mengetahui prosesnya secara lebih lengkap, teman-teman bisa baca sendiri dengan keyword “blast furnace”. (gambar 4)

Sedang metallurgical coal, berdasarkan namanya digunakan dalam proses metalurgi. Proses ini tidak berbeda dengan coking yang sudah diuraikan di atas. Jadi sekarang teman-teman udah tahu bahwa istilah coking, metallurgical, dan met coal semua mengacu kepada jenis batubara yang sama yaitu digunakan dalam industri metal.

Karena thermal coal dan coking coal digunakan untuk keperluan dan industri yang berbeda, maka harganya pun berbeda. Secara umum, harga coking coal selalu lebih mahal daripada thermal coal.

Harga ditentukan oleh supply and demand. Pada thermal coal, yang harus diperhatikan adalah kebutuhan energi. Sedang pada coking coal, yang harus diperhatikan adalah pertumbuhan ekonomi. Misalnya pada saat dunia krisis energi seperti kemarin, maka harga thermal coal akan melambung tinggi. NCI bahkan naik dari 50-an di 2020 ke 450 di 2022.

Sementara pada coking coal, harga cenderung stabil dengan fluktuasi yang tidak seekstrim thermal coal. Pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan permintaan baja. Karena itu apabila aktivitas ekonomi dunia membaik, maka harga coking coal juga akan naik.



BATUBARA UNTUK COKING COAL

Setelah membaca di atas, mungkin ada pertanyaan “Batubara jenis mana yang dapat digunakan sebagai coking coal?”

Mengacu pada proses pembuatan coke, maka batubara yang dapat digunakan sebagai coking coal adalah batubara yang memiliki sifat “caking” atau “agglomerating”. Ini adalah sifat di mana batubara yang dipanaskan akan melunak, lalu mengembang, lalu mengecil, mengeras, dan berpori. Proses ini seperti pembuatan kue makanya disebut juga “Caking” (dari kata “cake” = kue)

Dari tabel, dapat dilihat bahwa hanya batubara kategori bituminous yang mempunya sifat caking. Karena itulah secara teori, semua batubara dengan kalori 5833-7777 bisa digunakan sebagai coking coal.

Seperti halnya thermal, coking mempunyai tingkatan kualitas juga. Batubara untuk coking idealnya mempunya volatile matter 20-28 %. Namun pada perkembangannya, permintaan baja yang meningkat tidak dibarengi dengan persediaan coking coal kulitas tinggi. Karena itu mulailah dilakukan pembuatan coke dengan cara blending. Cara ini adalah mencampurkan coking coal kualitas tinggi dengan kualitas rendah. Dengan teknik ini, maka batubara bituminous dengan volatile matter tinggi bisa digunakan dalam pembuatan coke.

Hal ini tercermin dalam LK $BOSS terbaru di mana ada laporan penjualan ke Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy (INRC) yang merupakan smelter. Secara umum batubara BOSS tidak ideal untuk coking, tapi masih bisa digunakan dengan teknik blending. Ini berarti emiten kalori tinggi macam $ITMG dan $HRUM juga bisa digunakan sebagai coking.

Tentu karena bukan batubara ideal untuk coking, harga coal BOSS, ITMG, dan HRUM tidak akan setinggi harga Maruwai coalnya $ADMR. Maruwai coal bisa digunakan untuk pembuatan coke secara murni tanpa teknik blending. Saat ini Maruwai coal masih jadi batubara coking premium di Indonesia.



note : saya bukan orang metalurgi, jadi kalo ada yg mau koreksi silakan. 🙏

Read more...

1/4

testestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy