Soal Berbisnis dan Mencuri
Proyek Meikarta akhir-akhir ini ramai jadi perbincangan publik. Namun ada 1 komen yang menarik perhatian saya. Kira-kira komennya seperti ini :
"Orang kaya mengambil uang orang miskin = Berbisnis
Orang miskin mengambil uang orang kaya = Mencuri"
Apakah hal tersebut benar? Inilah pentingnya pendidikan, kewaspadaan, dan pengendalian diri dalam investasi.
Pendidikan berarti kita harus bisa menilai masuk akal atau tidaknya bentuk investasinya. Contoh saja untuk membangun suatu hunian kira-kira butuh 150jt, namun ada pihak yang menawarkan harga 130jt.
Kewaspadaan berarti harus bisa menilai kondisi di lapangan. Contohnya seperti kita ingin berinvestasi property, apakah property tersebut sudah jadi wujudnya atau masih berupa janji manis? Baik sudah ada wujudnya ataupun tidak ada, kita sudah seharusnya meningkatkan kewaspadaan. Contoh misalkan orang yang menawarkan saat itu bilang kalau akan bisa dimulai dihuni 2020. Seharusnya orang yang waspada akan bertanya2 didalam pikirannya seperti "apa jaminannya dia bisa bilang begitu?". Kemudian pasti orang yang sudah waspada tersebut akan tanya "Semisal tahun 2020 belum bisa dihuni bagaimana/ misal proyeknya gagal bagaimana?". Lalu penjual pun menjawab "Kalau gagal seharusnya nggak karena semua izin kami sudah beres, kalaupun semisal amit2 hal tersebut terjadi pasti uang pembeli akan dikembalikan".
Dari kasus diatas tentu tingkat kewaspadaan seseorang beda2. Saya akan membaginya jadi 4 macam:
1. Tidak waspada sama sekali = Orang ini akan percaya bahwa proyek tersebut tidak mungkin gagal. Tentu pemikiran ini sangat tidak rasional, bahkan dibilang ceroboh pun tidak bisa, kata2 yang tepat adalah konyol/t*lol.
2. Kewaspadaan rendah = Orang ini akan bertanya2 lebih dalam jika ada kendala bagaimana perusahaan menanganinya, trus progress sekarang sampai mana, dan sudah berapa unit yang terjual. Orang tersebut waspada dan mengajukan berbagai pertanyaan namun kewaspadaan hanya sebatas kata2 sehingga dapat disebut sangat ceroboh.
3. Kewaspadaan sedang = Orang ini akan membombadir pihak yang menawarkan dengan berbagai pertanyaan yang kritis. Mulai dari cara gimana follow upnya, bagaimana jika semisal bayarnya cicilan terus mendadak kesulitan bayar, nanti direfund itu berapa semisal proyeknya gagal, prosedurnya bagaimana, kalau misal lewat dari tahun 2020 kompensasi yang didapat apa. Orang tersebut dikatakan sudah memiliki pemikiran yang waspada, namun pada kenyataannya mereka pun masih bisa terkena tipuan manajemen. Mengapa? Tentu meskipun dia paham tatacara dan segalanya, namun itu semua itu kan dari pihak manajemennya aja, bahkan sekalipun ada formulir2 pernyataan tertentu, tetap saja hanya sepihak.
4. Kewaspadaan tinggi = Seperti halnya jika kewaspadaan sedang, ia akan mengajukan berbagai pertanyaan kritis bahkan lebih lengkap. Tidak hanya itu, orang dengan jenis ini tidak mau hanya bergantung pada manajemen, tapi dia memiliki smart move/ langkah pintar seperti pencegahan penipuan, pencegahan janji palsu, dll. Seperti dalam melakukan jual beli, mereka akan merekam percakapan seluruh yang dikatakan, sesudah itu mereka akan buat perjanjian tertulis yang berisikan apa saja yang dijanjikan pihak penjual yang mana mengikat secara hukum bahkan ada kemungkinan saat proses nya juga divideo, sehingga jika ada apa-apa mereka bisa ikut bergerak tidak hanya bergantung pada tindakan manajemen.
Memang bisa? Percaya tidak percaya, ada orang yang menerapkan hal ini. Orang kita adalah pembeli, kita yang punya uang, mereka kalau gak ada kita ya gak dapet uang kita. Jadi seharusnya TIDAK ADA yang harus ditakuti oleh mereka, bahkan bisa menjadi pertanyaan jika mereka tidak berani mengikuti keinginan konsumen tersebut. Percaya tidak percaya, pasti ujung2nya kalau kita memegang perjanjian dari pihak kita, maka apa yang tertulis akan berusaha disanggupi oleh perusahaan, bilamana tidak maka pasti akan diajak bernegosiasi. Bagaimana dengan orang-orang yang tidak seperti itu? Ya siap2 makan janji manis kalau sampe terjadi apa2.. Janji yang berupa verbal itu hanya bisa diketahui oleh Tuhan jika diingkari, namun perjanjian tertulis itu bisa diketahui oleh siapapun yang membacanya jika diingkari termasuk hakim bila diperkarakan di pengadilan.
Lalu yang terakhir adalah pengendalian diri. Harus bisa mengontrol pikiran, emosi, dan keinginan. Intinya adalah tidak asal-asalan bertindak. Berinvestasi berarti kita membeli untuk mendapatkan benefit di masa mendatang, contohnya ketika beli rumah baru atau rumah yang lama kosong dengan harga yang sama, tentu lebih masuk akal beli rumah baru karena tidak perlu renovasi dll. Jangan karena wah rumah kosongnya dijual murah padahal luas. Kalau udah begitu anda sudah main emosi dan keinginan. Perhatikan dulu budget, kemudian lokasi, dan akses serta faktor2 lain. Pasti ada something yang membuat rumah tersebut kosong, dan gak mungkin juga kalau memang akses, lokasi strategis dijual dengan harga murah apalagi luas.
Lalu apakah benar bahwa :
"Orang kaya mengambil uang orang miskin = Berbisnis
Orang miskin mengambil uang orang kaya = Mencuri"
???
Ya nggak..
Tentu yang benar adalah
"Orang yang lebih pintar bisa mengambil kekayaan orang yang lebih bodoh"
Banyak kok orang kaya yang jatuh miskin karena ditipu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berbisnis atau mencuri.. Bukannya dua-duanya sama aja ya(?) Satu pihak mendapat keuntungan, satu pihak mendapatkan kerugian.. Lho kan ada yang namanya win-win solution? Konsep win-win solution kan penilaiannya subjektif.. Masalahnya kembali ke kebutuhan dan apa yang bisa dikorbankan..
Jika kebutuhan konsumen/penjual bisa terpenuhi dengan mengorbankan apa yang lebih daripada mereka, maka win.
Contoh orang kaya butuh rumah karna abis nikah, pengembang properti butuh menjual rumah propertinya biar bisa cuan. Ya akhirnya kalau mereka ketemu ya cenderung akan win-win solution. Pada kenyataannya kan tetap saja harta konsumen berkurang, dan penjual tersebut untung.
Kembali lagi pada berbisnis atau mencuri. Kenapa saya lebih cocok orang pintar mengambil kekayaan orang bodoh? Karena yang pintar akan mengambil melalui jalur bisnis, sedangkan orang bodoh akan mengambil melalui mencuri. Sudah jelas keduanya sama tapi sifatnya berbeda. Letak perbedaan utamanya ada pada caranya yang sah atau tidak.
Mencuri berarti mengambil secara paksa TANPA izin dari pemilik, sedangkan kalau berbisnis berarti kedua belah pihak sepakat.
Di saham pun demikian.
Bandar goreng saham, ritel FOMO lalu ikutan haka2, kalau didump ya bukan berarti bandarnya ngerampok ritel dong.. Orang ritelnya sukarela masuk.. Kan salah sendiri masuk di saham gajelas, saham merugi, saham bernotasi khusus, saham GCG buruk, saham bervaluasi selangit..
Pompomers buka group premium, mau nuntut rugi? Mana bisa? Contoh aja yang mengaku dirinya korban abong atau mr.ho.. Orang kalian sendiri loh yang kasih duit kalian, kasih akses akun kalian, berarti kan seharusnya waktu itu kalian juga sudah sepakat?? Loh tapi kan mereka janji kasih untung, dikembaliin kalau gk untung, dll? Yaudah, mana surat perjanjiannya yang mengikat secara hukum. Ada?
Kembali lagi.. Pendidikan, kewaspadaan, dan pengendalian diri itu harus selaras..
Jangan gara2 ngikut orang terus rugi akhirnya marah2 sendiri. Sekarang ibarat ada godaan setan, kalau tergoda, salah siapa? Salah setannya apa kamunya?馃懟
Selaraskan pikiran, kewaspadaan, dan pengendalian diri. Jangan ada satu yang dominan drpd yang lain.
Jangan join group premium karena pingin cepet kaya, jelas2 group itu blm tentu stockpicknya bagus dan juga kalau join pasti tambah miskin karena keluar biaya. Emang mereka bakal peduli kalau kamu rugi trs teriak2? Paling juga diblock ataupun dikick.
Jangan beli saham gak pakai mikir.. Jelas-jelas perusahaannya kena kasus tapi karena laporan keuangannya bagus terus kamu beli.. Seharusnya kalau emang bagus kan gak mungkin kena kasus..
Jangan beli saham ikut2an orang lain.. Bisa aja mereka aslinya mau TP atau aslinya mereka nyangkut gede terus nyuruh orang lain beli..
Tetapkan jati dirimu..
Mau jadi investor apa spekulan..
Apapun pilihanmu, pikiran, kewaspadaan, dan pengendalian diri itu penting..
Orang yang berspekulasi dengan cara menerapkan analisa teknikal di saham busuk berarti dia tidak memiliki kewaspadaan..
Orang yang berspekulasi dengan tidak menerapkan prisip teknikal apapun berarti tidak memiliki ketiganya.
Orang yang berspekulasi dengan ikut2an berarti tidak bisa mengendalikan dirinya.
Orang yang berspekulasi di perusahaan yang kena kasus dengan berekuitas negatif plus rugi.. Berarti perlu dipertanyakan pikirannya apakah masih lurus..
Sekian dan saya mau mengingatkan kembali bahwa $BSBK adalah bagian dari PAM Group, $PBRX adalah perusahaan garmen yang dulu sempat pekerjanya demo heboh-hebohan karena gajinya dicicil padahal katanya undervalue, $SMDR merupakan perusahaan dengan cash gila-gilaan jadi wajar ketika melakukan investasi dimana2, anak perusahaan $LPCK adalah yang berbisnis Meikarta, ALTO masih terafiliasi dalam fikasa group yang mana petingginya pada diadili karena kasus investasi bodong di perusahan lain meskipun laporan keuangannya lumayan bagus, $WMUU perusahaan yang terlalu optimis ekspansi tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan dan situasi yang ada, ISSP supply pipa ke IKN tapi media tidak ada yang mau nulis berita soal tersebut dan memilih nulis BSBK sebagai raja IKN padahal butuh waktu 2 jam dari lokasinya ke titik nol IKN, MTLA yang dihaka RB habis-habisan akhir2 ini padahal dia avg 3 tahunnya masih 430, JGLE yang kata seseorang akan dibangkitkan tahun depan, NASI yang bakal terjun akibat impor 5000 ton beras indonesia sudah tiba, SILVER yang lebih prospek daripada emas akibat nilai tambang dunia dan juga kebutuhan yang meningkat, IPCM ganti dirut, emiten2 kain tekstil seperti ESTI dan INDR yang semakin terkena tekanan global, APLN yang berfokus perkuat bisnisnya di wilayah sekitar IKN daripada IKN, UNIQ saham unyu yang tiba2 aktif, KAYU yang punya marketcap sangat rendah dengan review emiten di google 2,1 dari 5, dan yang terakhir katanya Covid-19 udah ga ada akhir tahun padahal KAMAR2 HOTEL DI BALI udah pada kebooking buat nataru..
Lets see